Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Uji Coba Bebas Karantina di Bali dan Kepri, Kabar Baik Namun Berisiko

KOMPAS.com - Uji coba bebas karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) yang masuk ke Bali telah resmi berlaku sejak Senin (7/3/2022).

Keputusan ini mendapat respons beragam dari pihak-pihak yang terlibat, salah satunya dari industri pariwisata. 

Untuk diketahui, kebijakan tersebut membuat PPLN dapat masuk ke Bali melalui jalur udara dan laut dengan syarat tertentu, di antaranya sudah memperoleh vaksin lengkap atau booster, menunjukkan hasil negatif tes PCR dari negara asal sebelum berangkat, serta mengikuti tes PCR pertama setibanya di Bali dan tes PCR kedua pada hari ketiga di Pulau Dewata. 

Tak hanya Bali, uji coba bebas karantina menyusul di wilayah Batam dan Bintan, Kepulauan Riau (Kepri), per Selasa (8/3/2022).

Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno, uji coba ini dianggap tepat untuk membangkitkan ekonomi dan membuka lapangan kerja, terutama di wilayah Bali.

Ia mengatakan, meski ada kemungkinan risiko, uji coba diterapkan berdasarkan data kasus Covid-19 yang telah dikonsultasikan bersama para ahli.

"Setiap kebijakan pasti ada risikonya. Tapi kami mengambil kebijakan ini berdasarkan data yang sudah dikonsultasikan kepada para ahli, dan juga kami pastikan penanganan pandemi diprioritaskan," kata Sandiaga saat Weekly Press Briefing, Senin.

Risiko tersebut, menurutnya, telah dikalkulasikan dengan penuh kehati-hatian dan kewaspadaan.

"Harapannya, pertama, ekonomi kita bangkit kembali. Kedua, peluang usaha terbuka, lapangan kerja tercipta. Ketiga, pemerintah hadir secara tanggap, cepat, dan lugas dengan kebijakan minggu per minggu yang tepat sasaran, tepat manfaat, dan tepat waktu," tegas dia.

  • Bali Percepat Bebas Karantina Jadi 7 Maret 2022, Ini Alasannya
  • Bali Uji Coba Bebas Karantina dan Visa on Arrival Mulai 7 Maret

Menanggapi kebijakan bebas karantina yang diujicobakan di Bali, pelaku pariwisata dari Association of the Indonesian Tours and Travel Agencies (ASITA) Bali juga memiliki pandangan positif.

Ketua Dewan Pengurus (DPD) ASITA Bali Putu Winastra, mengatakan bahwa aturan bebas karantina ini telah diperjuangkan berbagai pihak sejak lama, demi membangkitkan pariwisata Pulau Dewata.

Ia menegaskan, pihaknya bersama-sama dengan pemerintah provinsi dan pemangku kebijakan lainnya akan terus mengawal regulasi, sehingga tidak terjadi hal-hal yang berpotensi menyebabkan kemunduran.

"Kami akan mengawal regulasi ini agar tidak berubah atau step back (mundur) ke belakang. Justru yang kami inginkan adalah moving forward, artinya bahwa kebijakan yang sudah diputuskan malah perlu ditingkatkan lagi," ujar Winastra, melansir Kompas.com, Minggu (6/3/2022). 

Kendati demikian, Ketua Ikatan Cendekiawan Pariwisata Indonesia (ICPI) Azril Azahari menganggap bahwa kebijakan ini terlalu terburu-buru dan belum konsisten.

Ia menilai bahwa data-data ilmiah belum dikemukakan secara lengkap. Jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga, lanjutnya, Indonesia masih jauh dari segi vaksinasi maupun pengawasan.

"Saya khawatir pengawasan kita sangat lemah. Saya saja coba pergi ke daerah, balik dari daerah sudah tidak ditanyain antigen dan PCR. Nah, apa ini tidak bahaya?" ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Selasa. 

Sejauh pengalaman yang ia rasakan, Azril menyayangkan konsistensi dan pengawasan aturan protokol kesehatan (prokes) di banyak daerah di Indonesia yang masih lemah.

Dengan kebijakan bebas karantina saat ini, menurutnya, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pemerintah.

Di antaranya meningkatkan pengawasan dan kepatuhan terhadap protokol kesehatan, dan terus menambah tingkat tracing serta vaksinasi sebagai upaya antisipasi terjadinya penyebaran virus.

Hal senada disampaikan oleh Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Profesor Zubairi Djoerban.

Ia menjelaskan, beberapa negara yang telah bebas karantina disebabkan karena tingkat vaksinasi kedua sudah lebih dari 70 persen, terutama bagi kelompok lanjut usia (lansia).

Selain itu, terjadi penurunan tajam dari jumlah kasus varian Omicron, sehingga mereka mulai menerimanya sebagai wabah endemi.

Di Indonesia, Zubairi menjelaskan adanya penurunan kasus positif, meski belum drastis dan tidak terjadi di semua daerah. Untuk vaksinasi juga cukup baik meski belum menyasar 70 persen lansia.

Oleh karena itu, menurutnya, uji coba sah-sah saja dilakukan, dengan catatan harus diawasi dan dievaluasi secara ketat.

"Belum endemi di Bali atau Batam, tapi (kasus) mulai melandai. Artinya di beberapa tempat tersebut, mulai masa peralihan ke endemi. Jadi karena itu (uji coba) boleh, tapi harus dipantau ketat, tidak boleh dibebaskan begitu saja," kata dia kepada Kompas.com, Senin.

Masa inkubasi Omicron cukup singkat yaitu 3-5 hari, dan seseorang dapat mulai menularkan virus pada 1-2 hari sebelum gejala muncul. Kemudian, jelasnya, seseorang masih bisa menyebarkan ke orang lain sampai 2-3 hari setelahnya.

"Jadi memang masa inkubasi pendek, Omicron amat sangat cepat, yang berbahaya itu (orang) bisa menularkan sebelum muncul gejala," terangnya.

Sehingga, ia mengingatkan pemerintah untuk selalu berhati-hati, serta meningkatkan vaksinasi dosis kedua sebagai antisipasi gejala yang tidak terdeteksi. 

Hal senada disampaikan oleh Dokter Spesialis Paru Erlina Burhan. Menurutnya, angka kasus Covid-19 di Bali cukup baik dibandingkan sejumlah daerah lain, sehingga keputusan bebas karantina diterapkan di provinsi tersebut.

"Kondisi indonesia tidak sama, ada satu yang tinggi sekali, ada juga rendah dan rumah sakit sepi. Karena ini uji coba ya, bukan kebijakan bersifat permanen, dan akan terus dievaluasi," ujar Erlina kepada Kompas.com, Selasa.

Menurutnya, percobaan yang cukup berani ini harus dibarengi dengan kedisiplinan terhadap semua aspek.

  • 5 Syarat Naik Pesawat Tidak Perlu PCR dan Antigen, Wajib Vaksin Penuh
  • Alur Kedatangan Turis Asing dengan Visa on Arrival di Bali

"Prokes (protokol kesehatan)-nya harus disiplin, tidak boleh lengah sama sekali. Dengan kebijakan yang cukup berani, prokes harus lebih ditingkatkan kedisiplinannya baik orang yang dateng maupun yang menerima, setidaknya vaksin sudah lengkap atau booster," tegas Erlina.

Kedua pakar kesehatan ini kompak mengatakan, uji coba bebas karantina harus dilakukan dengan pemantauan dan pengawasan yang ketat, terarah, serta terukur.

Lebih jauh, menurut mereka, jika ternyata uji coba menimbulkan lonjakan kasus baru, tentu harus segera ditinjau dan dievaluasi ulang, atau bahkan dihentikan.

https://travel.kompas.com/read/2022/03/09/192631127/uji-coba-bebas-karantina-di-bali-dan-kepri-kabar-baik-namun-berisiko

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke