KOMPAS.com - Titik nol kilometer Yogyakarta merupakan salah satu tempat ikonik di Yogyakarta yang tidak pernah sepi dari wisatawan. Kenapa disebut titik nol kilometer merupakan pertanyaan yang kerap muncul.
Masih banyak wisatawan yang terkeco mengenai lokasi titik nol kilometer Yogyakarta. Sebagai wisatawan mengira lokasinya berada di Keraton Yogyakarta, Tugu Pal Putih atau Tugu Jogja, dan Alun-alun Utara.
Namun, letak sesunguhnya dari titik nol kilometer Yogyakarta berada di jalur antara Alun-alun Utara hingga Tugu Ngejaman di ujung selatan Jalan Malioboro, seperti dilansir dari laman Jogja Belajar Budaya.
Secara administratif, titik nol kilometer Yogyakarta masuk dalam wilayah Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta.
Lantas kenapa disebut titik nol kilometer Yogyakarta? Simak sejarahnya berikut ini.
Titik nol kilometer Yogyakarta berada di persimpangan yang mempertemukan empat ruas jalan, yaitu Jalan KH. Ahmad Dahlan dari sisi barat, Jalan Margo Mulyo dari sisi utara, Jalan Panembahan Senopati dari sisi timur, dan Jalan Pangurakan dari sisi selatan.
Lokasi ini bukanlah persimpangan biasa, sebab persimpangan ini merupakan titik tengah atau sentral Kota Yogyakarta, seperti dilansir dari laman Arsip dan Perpustakaan Kota Yogyakarta. Selain itu, lokasinya berada di depan Keraton Yogyakarta yang merupakan pendiri daerah istimewa ini.
Pada akhir 1970-an hingga awal 1980-an, di tengah perempatan tersebut masih ada air mancur. Diperkirakan, letak titik nol kilometer Yogyakarta tepat berada di lokasi air mancur ini.
Mengutip dari laman Galeri Pasar Kotagede, titik nol kilometer berada di pusat sumbu imajiner yang menghubungkan Gunung Merapi, Keraton Yogyakarta, dan laut selatan.
Sejarah titik nol kilometer Yogyakarta
Titik nol kilometer Yogyakarta merupakan kawasan sejarah sekaligus sentra ekonomi masyarakat. Terdapat bangunan bersejarah kuno peninggalan Belanda yang disebut loji di sekeliling titik nol kilometer Yogyakarta, seperti dilansir dari Jogja Belajar Budaya.
Sebut saja, Keraton Yogyakarta, Alun-alun Utara, Istana Kepresidenan Gedung Agung, Benteng Vredeburg, Tugu Ngejaman, Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949, Kantor Pos, Gedung BNI, dan Gedung Bank Indonesia.
Selain itu, ada sentra ekonomi masyarakat yakni Pasar Beringharjo, Jalan Malioboro, Jalan Kyai Ahmad Dahlan, dan Jalan Wijilan.
Berikut sejarah beberapa bangunan tersebut, seperti dilansir dari Jogja Belajar Budaya
Istana Kepresidenan Gedung Agung
Gedung Agung adalah bangunan yang sarat nilai sejarah, karena menjadi saksi berbagai peristiwa penting di Yogyakarta.
Gedung Agung selesai dibangun pada 1832. Gedung tersebut dipakai sebagai tempat tinggal para residen dan Gubernur Belanda di Yogyakarta. Bangunan ini sempat rusak berat pada saat terjadi gempa bumi besar pada 1867.
Pada zaman penjajahan Jepang, gedung ini menjadi kediaman resmi Koochi Zimmukyoku Tyookan, penguasa Jepang di Kota Yogyakarta.
Dari 1946 hingga 1949, gedung ini menjadi tempat kediaman resmi Presiden Soekarno, saat Kota Yogyakarta menjadi ibu kota Indonesia. Kini, Gedung Agung merupakan salah satu Istana Kepresidenan Indonesia yang ada di luar DKI Jakarta.
Lokasi Benteng Vredeburg tepat di seberang Istana Kepresidenan Gedung Agung. Dulunya, bangunan ini berfungsi sebagai markas tentara pada zaman kolonial Belanda.
Sekarang, bangunan ini merupakan museum yang menyimpan koleksi benda-benda bersejarah. Benteng ini dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I pada1760 atas permintaan orang-orang Belanda.
Bangunan ini juga sempat rusak berat pada 1867 akibat gempa bumi besar, di Yogyakarta.
Monumen tersebut didirikan untuk memperingati perjuangan Tentara Nasional Indonesia (TNI) bersama rakyat pada tanggal bersejarah tersebut.
Seperti dikutip dari laman Museum Benteng Vredeburg, Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan sebuah respons atas Agresi Militer Belanda II yang menjadikan Yogyakarta sebagai sasaran utamanya.
Saat itu, Yogyakarta menjadi ibu kota Indonesia karena situasi di Jakarta tidak aman setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Tugu Ngejaman
Jika berjalan di kawasan Jalan Malioboro, kamu akan menemukan jam kota (stadsklok) atau dikenal sebagai Tugu Ngejaman. Dulunya, area di sekitarnya sering disebut Ngejaman.
Jam tersebut dibuat pada 1916, sebagai persembahan masyarakat Belanda pada pemerintahnya untuk memperingati satu abad kembalinya pemerintahan kolonial Belanda dari Inggris yang berkuasa di Jawa pada awal abad ke-19. Kini, prasasti kecil yang menunjukkan tulisan itu telah dihilangkan.
https://travel.kompas.com/read/2023/06/28/105024327/kenapa-disebut-titik-nol-kilometer-yogyakarta-simak-sejarahnya