Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengulik Munculnya Keroncong di Indonesia, Berawal dari Kampung Tugu

JAKARTA, KOMPAS.com - Di antara banyaknya ragam seni musik yang ada di Indonesia, musik keroncong adalah salah satu yang cukup populer hingga saat ini.

Usut punya usut, musik keroncong berkembang di Indonesia karena awalnya dibawa oleh orang Portugis ke Kampung Tugu. 

Pada saat itu ada lima instrumen utama yang dibawa oleh orang tugu yakni prounga, macina, jitera (gitar), biola, dan rebana. 

Saat ini, perkembangan musik keroncong di Kampung Tugu bisa dilihat di Rumah Tugu. Adapun pemilik Rumah Tugu yaitu Andres Michiels.

Menurut penuturan keturunan ke-10 Michiels, keroncong dulunya ialah musik kaum budak. Saat ini, lanjutnya, keroncong sangat diminati oleh masyarakat Indonesia, orang-orang keturunan Indonesia-Belanda, bahkan orang Belanda itu sendiri.

"Bahkan orang Belanda sendiri pada zaman kolonial sangat suka dengan musik keroncong," kata Arthur di Kampung Tugu, Jakarta Utara, Rabu (27/9/2023).

Meskipun mulanya cukup digemari, perjalanan mempertahankan musik keroncong pun tidak mudah. Musik keroncong sempat terhenti, sebelum akhirnya bangkit kembali hingga saat ini.

Guna mengetahui lebih lanjut seputar lika liku perkembangan musik keroncong, Kompas.com berkesempatan ikut tur wisata jalan kaki yang diadakan oleh Wisata Kreatif Jakarta dan Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Jakarta Utara dalam rangka Hari Pariwisata Dunia, Rabu (27/9/2023).

Di Rumah Tugu di Kampung Tugu, Arthur bercerita, setelah bangsa Jepang masuk ke Indonesia, musik keroncong sempat terhenti.

"Ketika zaman penjajahan Jepang, kegiatan bermusik (keroncong) ini terhenti, karena Jepang sangat menolak hal-hal yang berbau barat," kata Arthur.

Bahkan, katanya, pascakemerdekaan Republik Indonesia, orang tugu masih tidak berani memainkan musik keroncong.

Grup keroncong Moresco, tidak ada regenerasi

Grup musik di Kampung Tugu yang mengenalkan musik keroncong pertama kali yaitu grup Moresco.

Setelah melewati masa penolakan zaman Jepang, akhirnya Moresco mulai bermusik kembali pada zaman agresi militer.

"Namun, karena ada peristiwa politik di Kampung Tugu, Kampung Tugu kosong karena warganya di evakuasi ke Holandia pada 1950-an, yang sekarang jadi Jayapura," kata Arthur.

Grup Moresco tidak bermain keroncong di Kampung Tugu, tetapi tetap bermain musik di Holandia. Barulah setelah Konsulat Jenderal Portugal kawasan Asia-Pasifik berkunjung ke Kampung Tugu, keroncong Moresco hidup kembali.

Arthur berujar, anggota yang tergabung ke dalam grup Moresco pada saat itu merupakan kalangan orangtua, dan tidak ada regenerasi penerus.

"Terakhir Moresco (bermain keroncong) pada 1986, karena tidak ada regenerasi, akhirnya kelompok keroncong Moresco selesai," katanya.

Demi menjaga agar musik keroncong tetap dilestarikan, maka dibentuklah grup musik Krontjong Toegoe pada tahun 1988 yang diprakasai oleh keturunan Arthur Michiels.

Kata Arthur, grup Krontjong Toegoe mengenalkan kembali musik keroncong melalui berbagai macam kegiatan yang bisa ditonton orang banyak.

Usaha membangkitkan kembali kesenian keroncong oleh Krontjong Toegoe berbuah manis, bahkan mereka sudah diundang ke berbagai daerah di Indonesia dan ke luar negeri untuk memainkan musik keroncong.

"Krontjong Toegoe ini adalah grup keroncong yang kedua di Kampung Tugu setelah Moresco. Setelahnya ada Cafrinho, dan kelompok keroncong anak-anak usia dini yang menamakan diri sebagai The Mardijkers," jelas Arthur.

Arthur menegaskan bahwa tidak semua grup keroncong yang ada di Kampung Tugu ialah Krontjong Toegoe (Keronjong Tugu). Setiap grup punya nama masing-masing untuk mewakilkan suatu kelompok.

https://travel.kompas.com/read/2023/09/28/063600827/mengulik-munculnya-keroncong-di-indonesia-berawal-dari-kampung-tugu

Terkini Lainnya

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Travel Update
19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

Travel Update
Harga Tiket Camping di Silancur Highland, Alternatif Penginapan Murah

Harga Tiket Camping di Silancur Highland, Alternatif Penginapan Murah

Travel Update
Harga Tiket dan Jam Buka Terkini Silancur Highland di Magelang

Harga Tiket dan Jam Buka Terkini Silancur Highland di Magelang

Travel Update
Awas Celaka! Ini Larangan di Waterpark...

Awas Celaka! Ini Larangan di Waterpark...

Travel Tips
BOB Downhill 2024, Perpaduan Adrenalin dan Pesona Borobudur Highland

BOB Downhill 2024, Perpaduan Adrenalin dan Pesona Borobudur Highland

Travel Update
Terraz Waterpark Tanjung Batu: Harga Tiket, Lokasi, dan Jam Buka

Terraz Waterpark Tanjung Batu: Harga Tiket, Lokasi, dan Jam Buka

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke