YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Terik matahari Kamis (28/9/2023) itu tak menyurutkan semangat warga Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan sekitarnya untuk mengikuti prosesi rayahan (rebutan) gunungan sekaten. Lokasinya di halaman Masjid Kagungan Dalem Keraton Yogyakarta, Kauman.
Ribuan masyarakat dari berbagai penjuru DIY mulai berdatangan ke halaman masjid sejak pagi hari, sekitar pukul 08.00 WIB. Ada yang datang sendiri, ada juga yang mengajak sanak saudaranya.
Petugas sudah menyiapkan tempat bagi para pengunjung. Panas terik membuat petugas harus menyiram halaman masjid dengan air, agar lantai halaman yang tersusun dari batu ini tidak mencederai para Abdi Dalem yang kebanyakan tak mengenakan alas kaki.
Pada pukul 10.18 WIB, Bregada Abdi Dalem Keraton Yogyakarta mulai memasuki area halaman Masjid Kagungan Dalem Keraton Yogyakarta, atau masyarakat akrab menyebutnya dengan nama Masjid Gedhe Kauman.
Sejumlah peleton masuk, diiringi irama seruling dan genderang senar, gong, dan alat musik tradisional lainnya.
Masuknya Bregada Keraton Yogyakarta ini membuat warga kembali bersemangat untuk mengikuti prosesi berebut Gunungan Grebeg Mulud. Warga yang berteduh seketika kembali ke tempat yang disediakan oleh petugas.
Total tujuh gunungan disiapkan oleh Keraton Yogyakarta. Lima gunungan diletakkan di halaman masjid, satu gunungan di Kantor Gubernur Kompleks Kepatihan, dan satu gunungan di Pura Pakualaman.
Ketika lima gunungan akan memasuki halaman Masjid Keraton Yogyakarta, Bregada menyambutnya dengan tembakan senapan atau salvo ke udara beberapa kali, mengikuti komando dari Manggalayuda (inspektur upacara) Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro.
Tak ayal, beberapa warga yang datang kaget dengan suara tembakan tersebut.
Setelah itu, gunungan didoakan oleh Pengulu yang ada sudah berada di halaman Masjid.
"Rayah!" Seru Pengulu setelah mendoakan kelima gunungan itu.
Saat aba-aba itu diserukan oleh Manggalayuda, warga yang sudah berdiri di pinggir-pinggir menyerbu kelima gunungan yang ada. Mereka berdesakan, memanjat gunungan yang tersusun dari hasil bumi berupa sayur-sayuran, jajan pasar, dan rengginang.
Di antara banyaknya warga yang berebut isi gunungan, ada Kuwat yang tetap semangat meski usianya sudah menginjak 72 tahun.
"Tadi berangkat dari rumah jam 06.00 (WIB), rumah saya di Wonosari, Gunungkidul," ujar Kuwat, Kamis (28/9/2023).
Hasilnya, Kuwat mendapatkan bambu yang digunakan sebagai kerangka hasil bumi dan lainnya disusun.
"Dapat pring (bambu), dan rafia. Kalau cara desa bambu nanti ditancapkan di ladang saat musim tabur, untuk tolak bala agar tanaman terhindar dari penyakit (hama)," kata dia.
"Bambu ditancap keliling ladang. Biasanya saya menanam tela, kacang, jagung, kedelai, dan padi," imbuhnya.
Sementara itu, KRT Zhuban Hadiningrat selaku Pengirit Urusan Pengulon Keraton Yogyakarta menjelaskan, prosesi gerebeg ini merupakan bentuk syukur atas kelahiran Nabi Muhammad SAW.
"Harapannya saat di akhirat mendatang mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad, di dunia juga dapat barokah," jelas Zhuban.
Menurut dia, lahirnya Nabi Muhammad di dunia memiliki andil yang sangat besar dalam mengubah akhlak masyarakat tak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia.
Terkait rayahan atau berebut isi gunungan yang dilakukan oleh masyarakat, Zhuban mengatakan bahwa setiap acara yang bersifat ritual termasuk, Gerebeg Maulud, mengandung keberkahan.
"Keberkahan jatuh kepada dirinya, dirinya bisa sehat. Jatuh pada putranya jadi cerdas, soleh, kalau jatuh ke hartanya jadi berkah," kata dia.
"Ada kayu (saat gerebeg), ditanam di tanah mungkin padinya bisa menjadi subur, terhindar penyakit, dan hasilnya berlipat ganda," imbuhnya.
Sementara itu, Kahartakan Urusan Pengulon Keraton Yogyakarta Riya Sarihartakadipura menjelaskan, gunungan ini sebagai bentuk shadaqah Sri Sultan Hamengku Buwono X kepada rakyatnya.
"Bentuknya memang shadaqah. Ada juga yang datang dari Boyolali ngerayah (berebut) itu atas permintaan tetua di sana, agar saat Keraton Yogyakarta mengadakan Gerebeg diminta datang. Supaya tenteram kalau ada bawaan dari Keraton Yogyakarta," kata dia.
https://travel.kompas.com/read/2023/09/28/201400627/berebut-berkah-saat-gerebeg-maulud-di-yogyakarta