Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tak Ingin Kalah dari Solo, Yogyakarta Angkat Ritual Budaya Merti sebagai Daya Tarik Wisata

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Tidak ingin kalah dari daerah seperti Solo, dan Kota Batu di bidang pariwisata, Kota Yogyakarta manfaatkan event merti (bersih) desa, hingga merti kali (sungai) untuk daya tarik wisata.

Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta Wahyu Hendratmoko mengatakan, Kota Yogyakarta tidak boleh terlena dengan status istimewa dan pengakuan sumbu filosofi dari UNESCO.

Maka dari itu, diperlukan potensi-potensi wisata lain untuk menarik wisatawan ke Kota Yogyakarta.

“Kita eksplor potensi wisata sekecil apa pun untuk menjadi daya tarik wisata yang baru. Tanpa itu semua, kita terjebak kejenuhan dunia pariwisata yang mengandalkan tempat-tempat yang sudah ada,” ujar Wahyu, Rabu (4/10/2023).

“Seperti kita coba menangkap potensi budaya yang ada di wilayah, seperti merti desa, merti kali, ini kita angkat untuk menjadi suatu daya tarik yang kita selenggarakan dengan konsistensi tinggi,” jelas dia.

Ritual budaya merti harus konsisten

Konsistensi tinggi yang Wahyu maksud adalah tempat digelarnya acara merti harus tetap, tanggal harus tetap, dan tema juga harus tetap, sehingga dapat menjadi ciri khas tersendiri bagi Kota Yogyakarta.

“Di Kota Yogyakarta, masih banyak kampung yang masih menyelenggarakan ritual budaya seperti, merti kampung, merti kali, bahkan sampai merti bocah juga ada. Ini 2023 sudah kita inventarisasi. Ada yang sudah masuk, ada yang mereka akan jalan sendiri,” beber Wahyu.

Menurut Wahyu adanya potensi budaya ini dapat menambah line up destinasi wisata yang ada di Kota Yogyakarta. Sehingga diharapkan Kota Yogyakarta tidak kalah bersaing dengan daerah lain seperti Solo dan Kota Batu di sektor wisata.

“Tidak hanya Solo, Kota Batu, bahkan Rembang dengan potensi Lasemnya mulai menggiatkan wisata di daerah Lasem. Intinya kita tidak boleh lengah, terus inovasi dan kembangkan diri,” kata dia.

Setelah ditetapkanya sumbu filosofi menjadi warisan budaya tak benda oleh UNESCO dia berkeyakinan akan menarik kunjungan wisatawan secara masif.

Karena pada sumbu filosofis ini, menggambarkan Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan Hamengkubuwono I) membuat tata kota berdasarkan filosofi perjalanan hidup manusia.

“Filosofi Sangkan Paraning Dumadi itu digambarkan dalam bentuk tata kota. Ini sesuatu mungkin belum ada, sehingga orang penasaran melihat secara langsung tata kota yang menggambarkan manusia dari hidup sampai mati,” paparnya.

https://travel.kompas.com/read/2023/10/04/140200427/tak-ingin-kalah-dari-solo-yogyakarta-angkat-ritual-budaya-merti-sebagai-daya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke