Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jepang Terapkan Tarif Masuk Gunung Fuji, Dampak Overtourism

KOMPAS.com - Pemerintah prefektur Yamanashi, Jepang, mengenakan tarif masuk Gunung Fuji sebesar 2.000 yen atau Rp 211.000 untuk para pendaki.

Tarif masuk Gunung Fuji ini sengaja diberlakukan untuk mengurangi masalah pariwisata di situs warisan UNESCO ini.

"Dengan sangat mendukung langkah-langkah keselamatan komprehensif saat mendaki Gunung Fuji, kami akan memastikan bahwa Gunung Fuji, harta karun dunia, diwariskan kepada generasi mendatang,” kata Koutaro Nagasaki, gubernur Prefektur Yamanashi, seperti dikutip CNN.

Pasalnya, beberapa pakaian pejalan kaki Gunung Fuji dianggap tidak pantas.

Belum lagi, adanya kemacetan lalu lintas dan kaki bukit yang dipenuhi sampah sehingga mengganggu kondisi Gunung Fuji.

“Dalam rangka menghidupkan kembali pendakian gunung tradisional dari kaki Gunung Fuji, kita akan memperoleh pemahaman mendetail tentang budaya Fuji-ko dan Oshi yang mendukung pemujaan Gunung Fuji," ujar Koutaro.

"Kami ingin menghubungkan budaya-budaya ini dengan pendakian gunung ini, karena hal ini berakar pada nilai-nilai budaya agama," tambahnya.

  • Gunung Fuji di Jepang Dipadati Jutaan Turis, Terancam Overtourism
  • 3 Paket Perjalanan ke Jepang di Astindo Travel Fair 2024, Ada Gunung Fuji
  • 6 Fakta Gunung Fuji, Ikon Jepang yang Ternyata Pernah Meletus

Dampak overtourism Jepang

Selain pemberlakuan tarif masuk, pemerintah setempat juga akan membatasi jumlah pendaki harian sebanyakk 4.000.

Hal ini diterapkan demi menjaga keselamatan para pendaki.

Apalagi bila ada yang melanggar aturan dengan tidur di pinggir jalan setapak, mengenakan pakaian tidak sesuai, dan menyalakan api.

Tingginya jumlah wisatawan Gunung Fuji juga menjadi alasan aturan ini dibuat oleh pemerintah prefektur Yamanashi.

Menurut data prefektur, sebanyak lima juta orang mendaki Gunung Fuji pada 2019, meningkat tiga juta orang dibandingkan pada 2012.

“Wisata yang berlebihan dan segala konsekuensinya seperti sampah, peningkatan emisi CO2, serta pejalan kaki yang ceroboh adalah masalah terbesar yang dihadapi Gunung Fuji,” tutur Masatake Izumi, pejabat pemerintah prefektur Yamanashi.

Sebelumnya, seorang sukarelawan bernama Tomoyo Takahashi mengatakan pada CNN bahwa dirinya akan meminta pengunjung untuk menumbang sebesar 1.000 yen demi memelihara gunung tersebut.

“Tidak semua orang membayar 1.000 yen dan itu membuat saya sedih. Seharusnya, ada biaya masuk wajib yang jauh lebih tinggi sehingga hanya pengunjung yang benar-benar mengapresiasi warisan Gunung Fuji yang datang,” kata Tomoyo saat itu.

Overtourism sendiri menjadi isu yang dihadapi Jepang secara menyeluruh, bukan hanya di Gunung Fuji.

Sejak pandemi Covid-19 usai, negara ini kedatangan banyak wisatawan di kota-kota besar populernya.

Sayangnya, tingkah sejumlah wisatawan di Jepang dianggap tidak mengikuti aturan yang ada sehingga mengganggu masyarakat lokal.

Keberadaan “geisha paparazzi” di Kyoto atau wisatawan yang asal memotret, bahkan melecehkan geisha, padahal sudah dilarang

Sementara di Hatsukaichi, prefektur Hiroshima di barat daya Jepang, juga terkena dampak overtourism ini.

Terkenal dengan “kuil terapung” berwarna oranye, bagian dari kompleks Shinto berusia 1.400 tahun, pemerintah mulai menerapkan pajak turis sebesar 100 yen atau Rp 10.000 demi pemeliharaan situs dan infrastrukturnya.

https://travel.kompas.com/read/2024/03/09/070600527/jepang-terapkan-tarif-masuk-gunung-fuji-dampak-overtourism

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke