Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkelana ke Negeri-negeri Stan (25)

Kompas.com - 09/04/2008, 08:30 WIB
                                                                                                                                                                      [Tayang:  Senin - Jumat]

Kota Kuno

Saya merasa begitu dimanjakan di Osh. Setelah melewati susahnya kehidupan di GBAO, berhari-hari menunggu kendaraan melintas di bawah terpaan angin dingin, menahan lapar dan dahaga di tempat di mana makanan begitu berharga, kini saya berada di Osh. Kota ini benar-benar surga bagi orang yang gila makan.

Dalam beberapa hari ini tidak banyak yang saya lakukan. Pagi ke warung laghman milik Fakhriddin. Selepas itu kembali ke guesthouse menghafalkan kosa kata dan grammar bahasa Rusia. Siangnya kembali makan laghman, dua mangkok. Sorenya berselancar di internet, membaca buku, dan menghafalkan kosa kata lagi. Malam laghman lagi, ditambah mantu. Dalam tiga hari saja saya bertambah gembul.

Sebenarnya ini bukan kali pertama saya datang ke Osh. Musim panas 2004 saya sudah pernah ke sini. Osh, waktu itu, adalah kota bekas Uni Soviet pertama yang saya kunjungi. Memori saya yang paling nyata mengenang Osh sebagai barisan gedung-gedung apartememen berarsitektur khas Rusia – bangunan kotak-kotak seragam yang membosankan, berjajar di pinggir jalan beraspal yang naik turun menyusuri bukit. Ketika kota-kota lain begitu menggebu melepaskan atribut Rusia, Osh masih memelihara patung Lenin yang melambai penuh semangat di pinggir jalan utama yang sepi. Ketika Jalan Lenin di kota-kota lain sudah diganti namanya dengan pahlawan-pahlawan nasional Asia Tengah, Osh masih mempertahankan Jalan Lenin di pusat kota.

Walaupun Osh tidak berusaha menghapus masa lalunya begitu saja, sejarah kota ini, yang konon lebih tua dari kota Roma, tidak banyak terlihat. Di sini semua nampak baru. Tak ada peninggalan yang benar-benar kuno yang mentahbiskan perayaan ulang tahun kota Osh yang ke-3000. Yang paling nyata adalah bayang-bayang bukit besar memanjang yang disebut Sulaiman Too atau Takhta Sulaiman yang menaungi seluruh kota. Bukit ini merupakan tempat ziarah penting, dan konon Nabi Muhammad pun pernah singgah di sini.

Kesan pertama saya tentang Osh malah tidak begitu baik. Dua tahun lalu saya datang ke sini dengan segala kenaifan dan kepolosan saya sebagai backpacker muda. Di pasar kuno Osh saya ditipu ketika menukar uang. Sebuah Moneychanger gelap di pinggir jalan sengaja memberi uang recehan, sehingga saya butuh waktu lama untuk menghitung. Ternyata kurang dua lembar. Ketika saya protes, ibu berkerudung itu menghitung lagi, menambahkan dua lembar sambil dengan gesit tanpa sepengetahuan saya mengambil dua puluh lembar dari tumpukan uang. Ia terus mengajak saya ngobrol sampai saya lupa menghitung kembali. Dua puluh dolar hilang begitu saja.

Setelah kejadian itu, saya diajak jalan-jalan oleh seorang pemuda tentara yang memperalat saya sebagai 'dompet berjalan'. Minta dibelikan ini itu dan dia terus menempel seperti benalu. Di hari yang lain di bazaar kota Osh, saya menjadi bulan-bulanan lima orang polisi yang menyeret saya ke dalam kantor gelap dan memaksa menunjukkan semua isi dompet saya. Tujuannya jelas, mencari mangsa.

Kenangan-kenangan itu, bagaimanapun tak mengenakkannya, adalah nostalgia yang manis. Saya kembali lagi ke bazaar kuno kota Osh, salah satu yang tertua di kota-kota bekas Silk Road. Seorang nenek Kirghiz yang pernah saya potret dua tahun silam ternyata masih ingat saya.
           
            "Saya adalah ibumu dari Kyrgyzstan! Kamu masih ingat?" teriaknya ketika saya melintas di depan kiosnya yang menjual berbagai kerajinan tangan khas Kirghiz. Khana Ay, si nenek, masih sehat dan gemuk. Saya dibanjiri berbagai macam hadiah, yang katanya merupakan bukti keramahtamahan orang Kirghiz.

            "Ke mana saja selama ini? Mengapa tidak ada kabar berita? Sudah lupakah engkau dengan ibumu dari Osh ini?"

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com