Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membangun Kejayaan Teh dan Kopi

Kompas.com - 20/08/2008, 08:05 WIB

Di antara Temanggung dan Wonosobo, saya termangu dua kali. Di Desa Rowoseneng, dekat Temanggung, ada sebuah biara Katolik di tengah kebun kopi yang sangat luas. Tempat ini dikenal oleh umat Katolik yang menjadikannya sebagai tempat retret. Kopi dari Rowoseneng juga terkenal di kalangan penggemar kopi.

Beberapa belas kilometer dari Rowoseneng, di sebuah desa bernama Tambi, ada pula sebuah perkebunan teh yang luas. Perkebunan ini sudah mulai beroperasi sejak zaman Hindia-Belanda dulu. Bahkan, selain teh, di kebun ini dulu juga ditanam banyak pohon kina. Maklum, malaria saat itu sedang mewabah di dunia, dan pil kina diperlukan dalam jumlah besar.

Ada beberapa hal yang membuat saya termangu dengan nurani terusik. Pertama, di Rowoseneng saya melihat puluhan pekerja perempuan pemanen kopi yang harus berjalan beberapa kilometer mendaki dan menuruni bukit dengan memanggul karung berisi buah kopi seberat rata-rata 60 kilogram. Ada sentuhan kasih Katolik yang tampak di sana. Semua perempuan itu mengenakan sepatu kets seragam.

Tetapi, mestinya sentuhan kasih tidaklah sebatas memberi sepatu, melainkan juga meringankan beban. Bahkan saya sebagai seorang laki-laki sehat tidak mampu mengangkut beban seberat itu berjalan dalam jarak sepuluh meter. Perempuan-perempuan perkasa itu melakukannya setiap hari. Padahal, setelah bekerja berat di kebun dan pabrik, mereka harus pulang ke rumah untuk memasak bagi keluarga dan melakukan pekerjaan rumah lainnya. Hati saya tidak merelakan “pemandangan” seperti itu berkelanjutan. Para perempuan itu melakukannya karena memang tidak ada pilihan lain.

Mengapa tidak mengoperasikan truk ringan yang hilir mudik mengangkut karung-karung kopi dari kebun ke emplasemen pabrik? Izinkanlah atas nama para pekerja di Rowoseneng saya mengajukan tuntutan ini kepada pihak pengelola pabrik. Bila secara hitung-hitungan bisnis tidak cocok, barangkali umat yang retret di Rowoseneng dapat iuran membelikan truk ringan dan mengoperasikannya di sana untuk meringankan beban pekerja. Saya ada sedikit dana untuk memulainya. Siapa yang mau ikut? Kalau saya dipercaya untuk mengelola sumbangan, saya akan minta bantuan audit profesional supaya saya tidak kesandung KPK nantinya. Saya tidak kekurangan pekerjaan, kok. Tetapi, untuk yang satu ini saya ikhlas melakukannya.

Di perkebunan teh Tambi, di bawah kerindangan pohon spatudia yang sedang berbunga lebat, saya juga termangu. Pemandangan indah Gunung Sumbing dan Sindoro yang menjulang di atas hamparan perdu teh yang luas menghijau. Keranjang penuh daun teh tentulah tidak seberat karung penuh buah kopi. Karena itu, kegalauan saya tentulah berpindah ke subjek lain.

Perkebunan teh Tambi menghasilkan teh jenis orange pekoe yang terkenal dan berkualitas tinggi. Tetapi, siapa peduli?

Pagi sebelumnya, saya singgah ke sebuah toko teh di Wonosobo yang sudah puluhan tahun berada di sana. Penampilan djadoel (djaman dahoeloe) sangat mencuat dari toko yang terletak di sebuah persimpangan ramai di tengah kota.

“Saya mau beli teh orange pekoe,” kata saya di sana, mengharap untuk menenteng pulang oleh-oleh khas Wonosobo, di samping lidah asap kesukaan saya.

“Wah, ndak ada, Pak. Ada-e cuman teh B.O.P.,” kata penjaga toko.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

WSL Nias Pro 2024 Digelar, Targetkan Gaet 30.000 Wisatawan Domestik

WSL Nias Pro 2024 Digelar, Targetkan Gaet 30.000 Wisatawan Domestik

Hotel Story
Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Jalan Jalan
Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Travel Update
Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com