Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (111): Negeri Berjuta Warna

Kompas.com - 06/01/2009, 07:10 WIB

Seperti halnya Sang Dewi yang misterius, buliran welas asih yang terbungkus dalam warna gelap dan kejam, India adalah sebuah negeri mistis yang penuh warna. Warna-warni itu terkadang saling belawanan, di mana setiap sudut-sudut kehidupan negeri ini tertarik ke berbagai kutub yang saling bertentangan. Negeri ini dibentuk oleh kontras warna-warna kehidupan: mistis, religius, duniawi, budaya, hingga modernitas. Dan semuanya berpadu dengan harmonis, namun dinamis, di India.

Hindustan, tanah orang Hindu, adalah tanah di mana berbagai kepercayaan hidup bersama. Ada umat Muslim yang bangga dengan tradisinya, membayangkan Pakistan yang berkeliaran dalam imajinasi namun tak melepas kecintaan pada Hindustan. Ada umat Jain dengan kemegahan kuil-kuil dan lukisan nirwana mereka. Ada orang Sikh yang berpantang pisau cukur. Ada biksu Budha, pendeta Kristen, kuil Baha’i, dan menara sunyi orang Parsi. Semua berpadu indah bersama ribuan tahun tradisi Hindu yang berwarna-warni.

Di India, saya meraba Indonesia. Vishnu, Shiva, Brahma, Hanuman, Ganesh, Lakshmi, Bhim, Arjun, burung garud, Mahabharata, Rama, Shinta, Bhagavad Gita, Ayurveda, Ashok, Lilavati, semuanya hidup di alam bawah sadar saya. Walaupun tak pernah khusus belajar bahasa Hindi, saya tahu artinya achar, putra, raja, bhasa, uttar, chandra, dan agni. Nama Jawa, Sumatra, Bali, Jakarta, Mahameru, Borobudur, dan berbagai tempat di Nusantara, semua berasal dari bahasa Sansekerta, bahasa kuno yang masih mengilhami peradaban kita.

Indonesia dan India, dua negeri yang terpisah oleh samudera luas, sebenarnya masih tersambung oleh jalinan tak kasat mata. Jalinan itu adalah budaya dan sejarah. Sudah ribuan tahun Nusantara menyerap saripatai negeri Bharat. Semua agama besar di Indonesia berasal dari India – Budha, Hindu, dan bahkan Islam yang datang melalui Gujarat. Bahkan kata ‘India’ pun masih melekat dalam nama ‘Indonesia’.

Saya melihat India di mana-mana, tetapi saya tak mengenalinya,” tulis Rabindranath Tagore, pujangga India yang termasyhur, ketika mengunjungi Pulau Jawadwipa. “Saya melihat Indonesia di mana-mana, tetapi semua karakter Indonesia itu ditarik ke berbagai titik kutub yang paling ekstrim,” tulis saya mengakhiri catatan perjalanan di negeri ini.

Hari ini, dengan mata kuning – kenang-kenangan paling khas yang sempat ditinggalkan India pada tubuh saya – saya memandangi langit senja Amritsar. Mantra Sikh mengalun dari pengeras suara. Kuil emas bermandi sinar lampu dan rembulan. Orang-orang bersurban tengkurap, larut dalam kekhusyukan spiritual di hadapan kuil agung.

Saya memejamkan mata. Semua kenangan dari tanah Hindustan satu per satu dimainkan lagi dalam benak. Jiwa saya terlarut dalam jutaan warna-warninya.

(Bersambung)

_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus  Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com