Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (152): Terpenjara

Kompas.com - 04/03/2009, 07:46 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

 

Di kota Gilgit, ada dua kawan kita yang terkucil dalam penjara.

           “Kasihan sekali,” kata Rajja Sadafar, seorang pegawai pemerintahan di kantor Deputy Commissioner, “mereka sendirian di sini. Tak ada yang mengunjungi. Tak ada kawan, tak ada keluarga.” Matanya berkaca-kaca ketika berkisah tentang dua gadis Indonesia yang terpenjara di Gilgit.

Rajja, pria berusia empat puluhan ini, begitu senang bertemu saya yang kebetulan sedang memperpanjang visa di kantor DC.

          “Jarang ada orang Indonesia bisa sampai ke sini. Sebagai kawan senegara, kamu mesti menengok mereka. Bawalah buah, mereka pasti senang sekali.” Rajja kemudian menulis dalam buku catatan saya, ‘Maryam dan Christina’, nama kedua gadis itu.

Di kota Gilgit, rumor bertebaran tentang kedua gadis misterius ini. Khalayak ramai seakan tahu segala-galanya tentang mereka. Kasusnya pernah merebak, menjadi buah bibir di kota. Maryam dan Christina ditangkap petugas perbatasan Pakistan ketika mencoba menyelundupkan empat kilogram heroin ke negeri Tiongkok, melalui perbatasan Karakoram Highway.

          “Mereka gadis lugu,” kata Yaqub, pemilik penginapan yang katanya pernah diinapi oleh Maryam dan Christina sebelum ditangkap, “masih sangat muda belia. Wajah mereka mungil dan tubuhnya pun kecil. Ada seorang pria Pakistan bersama mereka. Kasihan, gadis-gadis itu diperalat karena keluguannya.”

Heroin itu konon disimpan di dasar tas ransel mereka. Petugas perbatasan curiga dengan ukuran tas ransel yang kelewat besar dibandingkan dengan ukuran tubuh mereka ini. Seorang di antara kedua gadis ini berhasil melenggang melewati kontrol bea cukai Pakistan, yang seingat saya dilakukan di lapangan terbuka di kota Sost. Seorang lainnya diminta membuka semua isi tasnya.

Sungguh sial. Di dalamnya ditemukan sebuah kotak yang terkunci gembok. Pemeriksaan bea cukai Pakistan di Sost biasanya sangat longgar, cuma menggaruk-garuk tas ransel turis secara acak. Tetapi kedua penyelundup ini tak berhasil melewati mata petugas Pakistan yang bisa membaca gerak-gerik, mana yang backpacker sungguhan, mana yang pura-pura. Mungkin karena baru pertama kali terlibat dalam bisnis ini mereka masih kikuk. Gerak tubuh mereka memancing curiga.

Sebenarnya mereka masih beruntung ditangkap di Pakistan daripada kalau ditangkap di China, yang punya perlengkapan canggih untuk mendeteksi segala jenis barang terlarang. Di negeri itu, hukumannya bukan lagi penjara, melainkan hukuman mati.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com