Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Titik Nol (171): Tamu yang Kelaparan

Kompas.com - 01/04/2009, 07:31 WIB
[Tayang:  Senin - Jumat]

 

Para tamu gelisah dan kelaparan. Tak ada pesta makanan di acara pernikahan ini.

Pernikahan di Pakistan adalah serangkaian acara panjang yang melelahkan. Titik awal dari pernikahan adalah magni, acara tunangan. Pasangan pengantin ini umumnya adalah hasil jodoh-jodohan orang tua. Mereka biasanya tak saling kenal sebelum pernikahan. Kalaupun yang sudah saling kenal biasanya adalah pernikahan dengan kerabat sendiri. Pernikahan yang dimulai dengan kenalan, pacaran, perpaduan cinta, atau bahasa kerennya love marriage, bukanlah hal yang dibanggakan di negara konservatif ini. Walaupun demikian, arranged marriage bukannya tanpa masalah. Ada beberapa kasus di mana si anak gadis menolak perjodohan, melarikan diri, dan kemudian dibunuh demi menjaga ‘kehormatan keluarga’. Inilah kasus klise karo kari atau honor killing yang banyak saya baca di surat kabar Pakistan.

Melalui magni, pasangan calon pengantin itu terikat komitmen. Hari dan tanggal baik untuk melangsungkan shadi – pernikahan – juga dirundingkan. Pernikahan yang sebenarnya bisa berlangsung enam bulan, atau bahkan lebih, sejak berlangsungnya magni.

Mayoun adalah acara awal yang memulai pesta pernikahan. Acara ini sifatnya religius. Sanak keluarga melantunkan ayat-ayat suci Qur’an dan memuji tauladan Nabi. Makanan lezat pun melimpah ruah. Kegagalan dan keberhasilan pesta pernikahan ditentukan oleh kuantitas dan kualitas makanan yang tersaji.

Acara berikutnya, berselang satu hari sampai satu minggu, adalah mehndi. Acara ini ada dalam tradisi Muslim dan Hindu di Asia Selatan, lebih sebagai komponen kultural daripada religi. Bagian terpenting dari acara ini adalah pembubuhan hiasan henna atau mehndi di tangan dan kaki pengantin perempuan. Mehndi adalah bagian paling meriah dari rentetan acara pernikahan. Band musik yang gegap gempita, luapan makanan, tamu-tamu yang menari hingga tengah malam, dan sorak sorai para kerabat bermain dengan calon pengantin.

Penghujung acara adalah akad nikka, dilaksanakan keesokan harinya oleh pihak keluarga dulhan – mempelai perempuan. Di kota besar Pakistan, acara ini biasanya dilaksanakan di Shadi Hall, gedung kemantin. Saya bersama rombongan tamu sudah duduk tak sabar di deretan kursi di sebuah Shadi Hall di Liaquat Chowk di pusat kota Rawalpindi.

Di Shadi Hall para tamu laki-laki ditempatkan di sebuah aula bersama sang mempelai pria, sedangkan tamu-tamu perempuan di ruangan sebelah. Pemisahan laki-laki dari perempuan ini disebut purdah, secara harafiah berarti tirai, tetapi di sini adalah tembok yang kokoh. Selain itu, yang membedakan dengan pernikahan di Indonesia, jangan mengharap makan besar di Shadi Hall Pakistan.

Perut saya sudah keroncongan sejak pagi. Seperti biasanya, sebagai seorang pengunjung acara pernikahan saya mendamba pesta makan besar-besaran. Tetapi saya benar-benar harus menahan lapar di sini. Undangan menyebutkan acara dimulai pukul 12, kami baru berangkat dari rumah dulha – mempelai pria – pukul 2 siang. Sampai di gedung ini, acaranya hanya duduk-duduk dan ngobrol sampai tiga jam. Sungguh membosankan. Bahkan dulha malah sibuk memencet-mencet tombol HP tanpa henti.

Kejaksaan Agung Pakistan melarang Shadi Hall menyajikan makanan untuk para tamu melalui UU Pelarangan Penghabisan dan Pemborosan Dana. Kalau dulu keluarga kaya masih bisa mengakali peraturan ini, sejak tahun 2000 yang melanggar dihukum dengan denda besar. Makanan hanya diizinkan di rumah keluarga mempelai.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com