Tiba-tiba seorang gadis cantik berkulit hitam manis naik, berkerudung dupatta, tersenyum ramah sambil menyapa kami berdua, dalam remang-remang malam Heera Mandi. Tangan Jawad pun tak melewatkan kesempatan untuk menjamahnya. Gadis itu langsung turun lagi.
“Dia itu pacarku,” kata Jawad bangga.
Saya sudah tak tahan lagi. Pertanyaan-pertanyaan Jawad membuat saya merasa tak enak. Saya memaksa pulang. Lupakan potret ibu dan saudara-saudara perempuan, lupakan kisah-kisah Heera Mandi. Jawad ke sini karena ia ingin mendapat pemuasan nafsunya, entah dari gadis-gadis itu atau dari saya.
“Kamu bukan jurnalis kan? Bukan penulis kan?” katanya masih meyakinkan ketika mengantar saya keluar dari lorong-lorong sesat ini.
“You forget me, I forget you, OK?” katanya mengakhiri hubungan di antara kami.
Kami berpisah. Sosok pria itu ditelan bayang-bayang malam, bersama dengusan dan lenguhan di atas charpoy, tersembunyi di balik barisan rumah kumuh tanpa daun pintu. Bulan bersinar terang, membasuh Heera Mandi yang justru mulai menggeliat.
(Bersambung)
_______________
Ayo ngobrol langsung dengan Agustinus Wibowo di Kompas Forum. Buruan registrasi!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.