Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Museum Malaysia Klaim Warisan Indonesia

Kompas.com - 19/05/2010, 19:04 WIB

ENTIKONG, KOMPAS.com — Benda-benda sejarah dan seni tradisional bernilai tinggi asal Indonesia, terutama Kalimantan Barat, banyak dipamerkan di museum-museum di Malaysia. Dengan dikemas secara menarik, benda-benda bersejarah dan seni tradisional tersebut diakui sebagai warisan sejarah dan budaya Malaysia.

Hal itu dikemukan A Hendrick, Kepala Unit Pengelola Pos Pemeriksaan Lintas Batas di Entikong, Rabu (19/5/2010), dalam kegiatan Kemah Wilayah Perbatasan (KAWASAN). Kegiatan yang digagas Direktorat Geografi Sejarah, Direktur Jenderal Sejarah dan Purbakala pada Kementerian Kebudayan dan Pariwisata itu diikuti guru-guru Geografi dan Sejarah dari seluruh Indonesia untuk memahami dan mengalami langsung kehidupan masyarakat di wilayah perbatasan di Entikong yang berbatasan dengan Tebedu, Malaysia.

Hendrick mengatakan, ratusan koleksi yang berpindah tangan ke salah satu museum di Malaysia itu meliputi keramik, ukiran-ukiran kayu, manik-manik, tempayan, perisau mandau, dan masih banyak lagi. "Untuk sementara, koleksi-koleksi itu diamati ada di Museum Nasional Serawak," kata Hendrick.

Pada April lalu, pengelola museum di Pontianak dan Serawak membahas kerja sama untuk mengantisipasi perdagangan ilegal barang-barang bersejarah dan bernilai tinggi. Dari penelusuran pihak museum di Malaysia, mereka mendapatkan barang-barang koleksi bernilai tinggi itu dengan membeli dari perorangan di Malaysia.

Menurut Hendrick, upaya yang dilakukan adalah memasukkan database barang-barang bersejarah di Kalimantan Barat dan Serawak pada badan UNESCO Perserikatan Bangsa-bangsa.

"Bisa saja koleksi itu kembali jadi milik kita. Tapi itu perlu langkah serius untuk mengurusnya," ujar Hendrick. Adanya komitmen di antara pengelola museum di Pontianak dan Serawak itu berasal dari adanya perdagangan tengkorak kepala manusia (pada upacara adat Dayak pada masa lalu ada tradisi memotong kepala musuh) dari Malaysia ke Australia.

Ketika pihak Australia hendak mengecek benda tersebut, dikatakan bahwa perdagangan itu didapat dari Indonesia. Peristiwa inilah yang menguak banyaknya perdagangan benda-benda bersejarah bernilai tinggi di Malaysia.

Triana Wulandari, Koordinator KAWASAN dari Direktorat Sejarah Geografi, meminta supaya pos lintas batas Entikong-Malaysia juga perlu teliti dalam pemeriksaan benda-benda sejarah dan purbakala. "Di sana kan sudah ada karantina tumbuhan dan hewan. Mesti juga ada kesadaran untuk mewaspadai perdagangan benda-benda purbakala dan seni tradisional bernilai tinggi ke negara tetangga," kata Triana.

Kepala Polisi Sektor (Kapolsek) Entikong Ajun Komisaris Polisi Fajar Dani mengatakan, pengamanan di wilayah perbatasan memang memerlukan kecermatan yang tinggi. Pasalnya, selain penyelundupan tetap bisa terjadi di pos lintas batas, adanya delapan jalur tradisional juga bisa jadi jalan masuk yang mudah untuk perdagangan ilegal benda-benda purbakala.

"Kami meminta supaya diberikan, daftar apa saja benda-benda sejarah dan purbakala yang bisa jadi pegangan petugas di lapangan," ujar Fajar.

Imran Manuk, Kepala Desa Suruh Tembawang, Entikong, mengatakan bahwa masyarakat di daerahnya memiliki hubungan yang dekat dengan warga Malaysia. Pasalnya, masyarakat lebih mudah berinteraksi dengan negara tetangga untuk hubungan dagang dan berkembang hingga ke hubungan kekeluargaan.

"Pengembangan infrastruktur, terutama jalan dan transportasi dari pemerintah kita, lambat sekali. Akhirnya, warga kami jadi lebih mudah terhubung ke Malaysia. Ini karena pemerintah tidak punya komitmen untuk memajukan wilayah perbatasan, beda dengan Malaysia," kata Imran.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com