Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengangkat Martabat Ikan

Kompas.com - 24/08/2010, 17:50 WIB

Oleh: Putu Fajar Arcana dan Benny D Koestanto

Jika Anda sedang berwisata ke Bali dan berhasrat menemukan paduan lanskap alam dengan menu makan malam yang dahsyat, bisa jadi pilihannya adalah ikan bakar di Desa Jimbaran, Badung. Padahal, keindahan dan kenikmatan serupa bisa Anda jumpai di Kota Denpasar.

Warung Bendega yang berlokasi di kawasan Renon, Denpasar, bahkan lebih spesifik di dalam menggarap ceruk pasar penggemar ikan. Warung ini berawal dari dua bangunan kecil, sebuah kolam ikan, pohon jepun, dan semak talang, yang dibiarkan tumbuh agak ”liar”. Suasana itu pas dengan kawasan Renon, yang pada tahun 1990-an lebih dikenal sebagai kompleks perkantoran. Jika malam tiba, pohon-pohon akasia yang tumbuh sepanjang jalan di kawasan itu mengantarkan kenyamanan.

”Di sini masih sepi. Restoran belum banyak seperti sekarang ini,” tutur pengelola Warung Bendega, Ida Bagus Putra Bhaskara, akhir Juli lalu.

Di depan kami sudah tersaji ikan bakar, sambal matah, plecing kangkung, bebek goreng bendega, sup seafood, dan es sarang burung. Inilah menu ”tradisional” Warung Bendega sejak dahulu. Ikan bakar bendega, bahkan, dirancang secara khusus untuk orang yang benar-benar berburu rasa.

”Kalau tidak dapat ikan padi-padi, kami memilih tidak menjual ikan bakar,” kata Bhaskara.

Ikan padi-padi yang bentuknya agak memanjang mirip kerapu memiliki rasa lebih kenyal sehingga dagingnya tidak mudah hancur apabila dibakar. Selain itu, rasanya yang manis, pas jika dipadukan dengan bumbu kuning bali serta sambal matah. Aroma dari daging ikan padi-padi, kata Bhaskara, akan bertambah harum jika dibakar dengan sabut kelapa.

”Kami tidak membakar ikan dengan arang. Aroma yang keluar dari sabut kelapa bisa lebih mengharumkan hidangan,” tutur Bhaskara.

Itulah rahasia kelezatan, yang oleh banyak penggemar kuliner kemudian disebut ikan bakar jimbaran. Bahkan, ikan bakar ini sejak era 2000-an seolah menjadi nama generik untuk ikan bakar bali dengan bumbu sambal matah. Padahal, sambal matah hanyalah diracik dari bawang merah, serai, dan cabai rawit, serta sedikit garam, lalu semua bahan irisan itu dilumuri minyak tandusan (minyak kelapa produksi rumahan).

Pelopor

Sejak tahun 2000-an, Warung Bendega tidak saja turut mengangkat martabat ikan, tetapi menjadi pelopor menciptakan kawasan Renon sebagai wilayah kuliner. Sampai kini di sepanjang Jalan Cok Tresna, Jalan Puputan Margarana, dan Jalan Jayagiri telah tumbuh berbagai warung dan restoran dengan beragam tawaran menu. Akan tetapi, Bendega—artinya nelayan—tetap bertahan sebagai salah satu acuan memuaskan hasrat makan kita.

Bukan berarti warung yang didirikan oleh Ida Ayu Selly Fajarini dan suaminya, Ida Bagus Rai Mantra, itu tidak menggarap pasar untuk mengatasi tingkat persaingan yang makin ketat. Bhaskara mengatakan, dalam sebulan setidaknya warung ini bekerja sama dengan sekolah, kampus, kantor, atau karang taruna, untuk membuat bazar. Bazar sebenarnya sudah lama menjadi metode penggalian dana bagi warga banjar di Bali.

Dalam pola kerja sama ini, Bendega menyediakan 500-4.000 kupon belanja yang akan disebarkan oleh mitra kerja. Dalam setiap paket makanan, kata Bhaskara, Bendega memberikan persentase keuntungan kepada sekolah, karang taruna, atau kampus. ”Kalau menu untuk bazar, kita siapkan harga yang lebih terjangkau supaya mereka juga dapat bagian,” katanya.

Sarang burung 

Selain ikan bakar, Bendega juga dikenal dengan sajian minumannya yang khas. Warung ini memiliki es sarang burung dan es gedung putih, yang digemari banyak pelanggan. Nyoman Mardika, pegawai yang berkantor di sekitar Renon, misalnya, selalu rindu pada es sarang burung. Racikannya sederhana, hanya aneka buah, kolang kaling, parutan agar-agar, serta sirup merah.

”Rasanya belum lengkap makan kalau tidak ditutup dengan es sarang burung,” kata Mardika.

Bendega barangkali tak hanya menarik dari sisi cita rasa balinya yang kental. Warung ini juga dikenal karena memperlakukan karyawannya seperti keluarga. Dua orang juru masaknya, Ni Komang Kawi dan Ni Made Suari, tak lain tadinya adalah juru masak di rumah Selly. ”Mereka sudah ikut sejak warung ini berdiri tahun 1998,” ujar Bhaskara. Begitu pula dengan karyawan lainnya. Basir, misalnya, sudah menjadi pramusaji sejak lajang sampai kini memiliki dua anak.

Rahasianya, Bendega memberi bagian 7,5 persen dari omzet sebulan warung ini kepada para karyawan. ”Lima persen berasal dari service charge konsumen dan 2,5 persen subsidi warung. Itu kita berikan kepada karyawan di luar gaji dan tanggungan kesehatan karyawan dan keluarga,” kata Bhaskara.

Konsep ini yang membuat Bendega tak hanya tetap lezat di mata pelanggan, tetapi juga nyaman untuk tempat berteduh karyawan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com