Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

HIV/AIDS Ancam Ibu Rumah Tangga

Kompas.com - 16/10/2010, 15:52 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS - Penularan HIV/AIDS tidak lagi hanya mengancam orang-orang berisiko tinggi tertular, tetapi juga mengancam kelompok orang berisiko rendah seperti ibu rumah tangga dan anak-anak. Dari 1.208 penderita HIV/AIDS di DI Yogyakarta hingga Juli 2010, sebanyak 85 orang di antaranya ibu rumah. Anak-anak berjumlah 35 anak.

"Dari proporsi, jumlah pengidap HIV/AIDS ibu rumah tangga dan anak-anak masih relatif kecil, tetapi ini membuktikan persoalan HIV/AIDS bukan lagi persoalan perilaku," ujar Kepala Seksi Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan DIY Ahmad Ahadi usai jaring pendapat Rancangan Peraturan Daerah Penanggulangan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immuno Deficiency Sindrome (AIDS) di DPRD DIY, Jumat (15/10).

Menurut Ahmad, dari 1.208 pengidap HIV/AIDS, sebanyak 45 persen akibat perilaku seksual tak sehat, sisanya akibat penggunaan jarum suntik narkotika dan obat-obatan terlarang secara bergantian, serta karena faktor lain seperti transfusi daerah. "Ibu rumah tangga tertular karena suaminya lebih dulu tertular," katanya.

Penularan HIV/AIDS terhadap kalangan kelompok berisiko rendah harus mendapat perhatian tinggi agar tidak semakin menyebar akibat faktor ketidaktahuan pengidap. Ahmad mengatakan, dari 1.208 pengidap HIV/AIDS, sebanyak 750 orang di antaranya mengidap HIV dan 458 orang menderita AIDS. Dari jumlah tersebut, sebanyak 568 penderita HIV/AIDS mendapat terapi obat antiretroviral (ARV) setiap bulan.

Putus rantai

Ahmad mengatakan, setiap bulan untuk terapi ARV bagi 568 orang ini dibutuhkan dana sekitar Rp 647 juta. Ini dengan asumsi seorang pengidap membutuhkan biaya tes praterapi ARV dan terapi ARV Rp 1,14 juta per bulan. Dana untuk itu mendapatkan dukungan dana hibah dari Global Fund. "Lebih baik memutus rantai penularan," katanya.

Konselor Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) DIY Novan mengatakan, masih banyak kelompok berisiko tertular HIV/AIDS enggan melakukan tes HIV meski tes itu gratis. Hal ini akibat ada penghakiman sosial bahwa pengidap HIV/AIDS adalah orang-orang berperilaku negatif atau bermoral jelek. "Kita harus menekan stigma-stigma negatif pengidap HIV/AIDS," katanya.

Dalam Pasal 33 Raperda Penanggulangan HIV dan AIDS dirancang adanya sanksi bagi orang yang dengan sengaja mendistribusikan produk donor yang diketahui terinfeksi HIV/AIDS, dengan ancaman pidana kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak Rp 50 juta.

Pemilik sarana kesehatan yang tidak menjalankan kewaspadaan universal juga diancam sanksi yang sama. Demikian pula pemilik tempat usaha yang tidak menjalankan upaya pencegahan penularan HIV/AIDS juga diancam sanksi serupa. Setiap orang yang menyampaikan atau mengumumkan informasi status HIV atau AIDS seseorang kepada pihak lain tanpa persetujuan dari orang dengan HIV/AIDS (ODHA) juga diancam sanksi sama.

Wakil Ketua Panitia Khusus Raperda Penanggulangan HIV dan AIDS Arif Rahman Hakim mengungkapkan, aturan soal sanksi itu belum disepakati. Adanya sanksi, menurutnya, tidak bertentangan dengan prinsip hak asasi manusia. Ini karena penerapan sanksi justru untuk melindungi masyarakat dari penularan HIV/AIDS. (RWN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com