Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelekup Gangsa dan Danau Ranau

Kompas.com - 23/10/2010, 04:55 WIB

Mereka percaya, alam bukan sesuatu untuk ditaklukkan. Sebaliknya, manusia harus rendah hati, hidup berdampingan selaras dengan alam dan lingkungannya. ”Dongeng ini menjaga etika dan perilaku masyarakat setempat terhadap danau ini,” ujar Nyoman Mulyawan, koreografer sendratari ”Kelekup Gangsa”.

Kepercayaan tersebut yang mengawal keasrian danau terbesar kedua di Sumatera itu hingga kini. Berbeda dengan danau ataupun waduk di daerah lainnya, danau yang airnya bersumber dari 50 sumber mata air itu masih jernih. Danau ini bahkan nyaris tidak pernah surut, malah bertambah ketinggiannya sekitar 1 meter, akhir-akhir ini.

Wilayah hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang berada di dekat mereka tidak diusik. Beberapa titik hutan penyangga yang berada di punggung danau tidak juga mereka sentuh karena dianggap larangan, sebagai tempat kuburan legenda Si Pahit Lidah. Warga takut dikutuk apabila melanggar.

Padahal, mayoritas dari mereka umumnya adalah petani kopi yang identik dengan ”label” kegiatan merambah hutan. ”Saya berani jamin, mereka ini tidak merambah hutan TNBBS meskipun katanya ada 22.000 penjarah di sana. Di sini ada aturan adat yang membuat warga takut,” ujar Rusman Effendi (39), warga Pekon Lombok yang juga anggota DPRD Lambar.

Kesederhanaan dan kerendahan hati pula yang membuat warga di sekitar Danau Ranau tidak ”teriak” meskipun daerah mereka belum teraliri listrik PLN hingga kini. Sebagian besar tetap teguh mempertahankan adat istiadat, serta membangun rumah-rumah panggung meskipun telah memasuki abad modern.

Gempa

Rumah-rumah dari kayu itu pun mayoritas masih berdiri kokoh meskipun sempat beberapa kali digoyang gempa dahsyat, termasuk Gempa Liwa 1994.

Berkat keteguhan itu, Pekon Lombok kini dijadikan salah satu percontohan desa wisata berbasiskan ekowisata di Lampung Barat. Setiap tahun pula, selama empat tahun terakhir, desa ini menjadi pusat perhelatan Festival Danau Ranau di Lampung Barat.

Perubahan pun pelan-pelan mulai terasa. Jalan menuju ke desa mereka semakin mulus, menara-menara antena telepon seluler pun mulai bermunculan seiring bermunculannya hotel- hotel baru. Bahkan, PLN pun mulai memasang jaringan kabel listrik ke tempat ini.

Ke depan, keteguhan itu akan mendapat cobaan besar seiring pesatnya perkembangan pariwisata dan pembangunan di sana. Namun, sepanjang legenda kolosal itu masih menjadi ingatan kolektif warga setempat, naga emas akan senantiasa menjaga keteguhan hati mereka.

(Yulvianus Harjono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com