Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Upaya Taiwan Memikat Indonesia

Kompas.com - 02/12/2010, 15:06 WIB

TERJADI diskusi singkat antara sopir bus yang membawa rombongan Muslim Fam Trip dengan Mei Hua Wang, Deputi Sekretaris Jenderal Taiwan Visitors Association, dan Ishaq Ma, Sekretaris Jenderal Chinese Muslim Association.

Sang sopir terlihat ragu-ragu melewati jalanan yang sebagian tertutup pasir pantai. Sementara Mei Hua dan Ishaq bersikukuh untuk jalan terus demi menepati agenda yang direncanakan. Sempat turun untuk memeriksa jalan, sang sopir akhirnya melajukan bus besar berisi belasan anggota rombongan dari Indonesia ini.

Pada sisi timur jalan, ombak Samudra Pasifik keras menghantam bibir pantai. Menurut Abun Chen dari Daily Tour yang memandu perjalanan, untuk dapat diakui sebagai lelaki sejati, pria suku Makutaai Ami, suku asli pantai timur Taiwan, mesti sanggup bertahan berenang mengarungi samudra.

Siang akhir Oktober itu, angin terasa dingin. Ditambah lagi gerimis sedang turun di Pakelang, perkampungan yang menjadi bengkel kerja seniman suku Makutaai Ami. Di tempat ini, para seniman lokal difasilitasi untuk berkarya dengan harapan seni tradisi Taiwan asli dapat dipertahankan.

Wajar jika Mei Hua terlihat bersemangat untuk memastikan agenda promosinya berjalan sesuai yang direncanakan. Sekalipun lebih dikenal sebagai negara industri, Taiwan tetap bergiat menjual negara pulau itu sebagai salah satu tujuan utama pariwisata. Dengan penduduk yang hanya sekitar 23 juta jiwa, Taiwan sanggup memikat 4 jutaan wisatawan untuk datang setiap tahunnya.

Data Kementerian Transportasi dan Komunikasi yang juga membawahkan urusan pariwisata, sepanjang tahun 2009 tercatat 4.395.004 turis datang ke Taiwan, dengan 63,03 persennya warga asing. Sementara data sampai September 2010, sebanyak 643.367 wisatawan asal negara-negara di Asia Tenggara telah berkunjung ke Taiwan. Jumlah itu setara dengan 16 persen total wisatawan sepanjang Januari-September 2010.

Indonesia termasuk pasar wisatawan potensial yang disasar. Wie Wie, Sales Manager Eva Air, menyebutkan, penerbangan Jakarta-Taipei relatif bagus tingkat keterisiannya, terutama Senin sampai Kamis. Penumpang untuk urusan bisnis dan juga tenaga kerja Indonesia memang lebih dominan. Hanya saja, ada kecenderungan peningkatan jumlah penumpang yang datang untuk tujuan berwisata ke Taiwan.

Momentum

Meicy Tunggara dari Global Tour menjelaskan, wisatawan asal Indonesia amat senang datang saat momentum peringatan kemerdekaan Taiwan pada 10 Oktober (”Double Ten”). Abun juga menambahkan, sejumlah wisatawan Indonesia datang ke Taiwan untuk berziarah atau untuk kegiatan ibadah. Pada musim ramai, bisa sekaligus datang 3.000 wisatawan dari Indonesia. ”Susah sekali dapat sekaligus 150 tour guide yang bisa berbahasa Indonesia,” kata Abun, pria asal Senen yang sudah 40 tahun tinggal di Taipei dan kini warga negara Taiwan.

Untuk menggenjot kehadiran lebih banyak wisatawan dari Indonesia, Eva Air mengadakan Muslim Fam Trip dengan mengundang perwakilan sejumlah perusahaan pengatur perjalanan terkemuka di Jakarta. Taiwan berkepentingan untuk menarik wisatawan Indonesia yang merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar, tetapi dinilai masih segan ke Taiwan, antara lain kesulitan untuk beribadah dan makan. Oleh karena itu, dalam konteks itulah rombongan Muslim Fam Trip diajak mampir ke masjid yang (sebenarnya) hanya ada enam di seluruh Taiwan.

Rombongan juga diajak singgah makan di restoran yang menyediakan makanan halal. Chinese Muslim Association telah menyelia dan memastikan bahwa makanan yang disajikan telah disiapkan dan dimasak sesuai dengan kaidah Islam. Ishaq mengakui, makanan halal di Taiwan sedikit lebih mahal. ”Tapi ini untuk melindungi konsumen Muslim di Taiwan,” kata Ishaq.

Yang pasti, rombongan juga diajak berkeliling ke berbagai obyek wisata di Taiwan. Sekalipun tidak tuntas menelusuri dari ujung ke ujung wilayah Taiwan, perjalanan selama lima hari menunjukkan bagaimana Taiwan mengelola dengan baik potensi wisatanya. Bahkan, ketika ada masalah, alternatif sudah disiapkan. Misalnya, ketika sebagian jalan dinyatakan tertutup pasca-serangan taifun Megi dan juga longsor yang menyapu sebuah bus wisata berpenumpang 19 turis asal China di jalan bebas hambatan Yilan, Taiwan timur laut. Panitia langsung mengalihkan rencana perjalanan darat dengan bus menjadi dengan kereta api. Semua agenda tersusun padat, melelahkan, tetapi rapi.

Polesan

Dalam perjalanan itu, terlihat upaya Taiwan mereduksi ketidaknyamanan di wilayahnya sehingga bisa memikat pelancong. Misalnya, pelancong bisa dibuat seolah lupa dengan ancaman taifun dan gempa saat berada di menara Taipei 101 yang berketinggian 508 meter dan dilengkapi dengan lift supercepat. Pantai timur Taiwan yang berbatasan dengan Samudra Pasifik dengan ombaknya yang ganas disulap menjadi lokasi wisata yang indah seperti terlihat di East Coast National Scenic Area ataupun di Hualien dengan Ocean Park-nya. Perkebunan buah srikaya menuju Taitung juga bisa dijadikan area wisata. Pegunungan di bagian tengah juga terlihat tidak menyeramkan karena Taroko Gorge menjanjikan tempat terbaik bagi pemanjat tebing dan wisatawan yang gemar bertualang.

Kebutuhan pelancong pun terlihat sangat diperhatikan. Contoh sederhana, penyelenggara Taipei International Flora Exposition 2010 menghitung benar bahwa perempuan lebih gampang kebelet ke toilet. Hasilnya, toilet di area ekspo tersebar di berbagai titik dengan perbandingan 1:5 antara toilet untuk lelaki dan perempuan.

Untuk membuat betah pelancong, pengelola hotel punya cara. Mereka terbiasa menyiapkan acara budaya pada malam hari. Hotel Naruwan di Taitung, misalnya, menyiapkan agenda pentas untuk tim kesenian setempat. Seperti kebanyakan hotel butik lainnya, Shanggrilla Boutique Hotel di Yilan mengajak penginap terlibat dalam sejumlah permainan, semisal lentera malam atau adu gasing. Pengelola hotel lainnya pun, seperti Master Bear Resort di ”pedalaman” Taitung, menjanjikan beragam kegiatan untuk turis yang menginap.

Lantas, bagaimana jika dibandingkan dengan Indonesia? Mengutip Andre dari Wita Tour, potensi wisata Indonesia jelas tidak kalah dari Taiwan. Sun Moon Lake tidak sebanding dengan keluasan dan keindahan Danau Toba. Pantai di Hualien dengan Ocean Park-nya sekalipun tidak menang telak ketimbang kebanyakan pantai di Bali, Lombok, ataupun Bangka Belitung. Indonesia pun memiliki banyak museum yang bisa ”bercerita” tentang keragaman kekayaan Indonesia.

Menurut M Yusuf Willy, Branch Manager Dwidaya Tour, sebenarnya potensi Taiwan pun mesti dipaketkan bersama dengan obyek wisata di Singapura, Thailand, atau China agar bisa lebih atraktif bagi pelancong. Hanya saja kemasan wisata Taiwan unggul jauh dari Indonesia.

Bukan hanya melulu wisata alam, misalnya, tetapi juga bisa didapatkan sepaket dengan wisata budaya dan wisata belanja. Hasilnya, wisatawan bisa menghabiskan waktu lebih lama di Taiwan. Hal ini berbeda dengan Indonesia yang praktis lebih diminati hanya paket Jakarta-Bali. ”Harus diakui, mereka (Taiwan) lebih pintar mengemasnya ketimbang kita (Indonesia),” kata Willy.

Memang terasa benar perbedaan cara berpromosi pihak Taiwan dengan (kebanyakan) pihak Indonesia.

Setahun lalu, rombongan promosi pariwisata dari sebuah kementerian yang bermuhibah ke New York, Washington, dan Toronto lebih banyak menghabiskan waktu untuk menghibur warga sendiri, jalan-jalan, dan belanja. Amboi, terasa nian bedanya. (Sidik Pramono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com