Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sawahlunto Menuju "Heritage City"

Kompas.com - 11/06/2011, 15:32 WIB

Amran menuturkan, wisatawan domestik yang datang ke Sawahlunto terutama dari Riau, Jambi, Bengkulu, dan kabupaten lain yang ada di Sumatera Barat. Sementara itu, wisatawan asing yang datang pun terjadi peningkatan.

"Turis asing senang naik Mak Item. Ada sekitar 10 sampai 15 orang setiap minggunya," ungkap Amran.

Mak Itam adalah kereta api pengangkut batubara. Pada masa kejayaan tambang batubara, ada dua lokomotif. Satu lokomotif sekarang berada di Belanda. Kini, Mak Itam difungsikan sebagai kereta api wisata dalam kota. Rute yang ditempuhnya sekitar 8 kilometer.

"Istimewanya nanti kereta api akan melewati terongan sepanjang satu kilometer. Bentuk dan bunyinya mengingatkan masa lalu. Mak Itam menjadi ikon kota Sawahlunto," kata Amran.

Peserta Tour de Singkarak (TdS) 2011, baik tamu undangan, atlet dan tim, maupun panitia, akan naik Mak Itam pada Sabtu (11/6/2011) pagi. Mak Itam akan membawa mereka ke titik start Etape 6A di Silungkang, Sawahlunto.

Amran menuturkan, TdS memberikan dampak pada pariwisata Sawahlunto. Pada TdS 2010, Sawahlunto hanya dilewati. TdS 2011, Sawahlunto menjadi salah satu kota yang diinapi para pihak yang terlibat dalam TdS 2011.

"Hanya ada tiga kota di Tour de Singkarak 2011 yang semua orang terlibat di Tour de Singkarak menginap di satu kota. Padang, Bukittinggi, dan Sawahlunto," kata Dirjen Pemasaran, Sapta Nirwandar, pada jamuan makan malam Tour de Singkarak 2011 di rumah dinas Wali Kota Sawahlunto, Jumat (10/6/2011).

Selama ini, kata Amran, wisatawan yang berkunjung ke Sawahlunto tidak menginap. Mereka hanya datang dan langsung pergi di hari yang sama.

"Karena ada pandangan orang kalau menginap di Sawahlunto itu tidak memadai. Jadi, kita usahakan di Tour de Singkarak tahun ini supaya semua menginap di sini. Kita ingin mematahkan perkataaan orang bahwa tidak ada hotel di Sawahlunto," katanya.

Memang, hotel berbintang di Sawahlunto baru ada satu. "Itu yang bangun pemerintah daerah. Tapi pengelolaan di swasta. Sebenarnya ada beberapa hotel melati," kata Ketua PHRI Sumbar Maulana Yusran. Kekurangan hotel pun diakali dengan pengembangan homestay atau rumah penduduk yang dijadikan penginapan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com