Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesan Lingkungan Lewat EcoMonopoly

Kompas.com - 29/07/2011, 04:03 WIB

Antony Lee

Annisa Hasanah prihatin melihat anak-anak yang begitu santai membuang sampah sembarangan. Mereka tak dibekali pendidikan lingkungan memadai. Annisa lalu mencari cara menyampaikan pesan lingkungan dengan cara mengasyikkan untuk anak-anak. Ia merancang permainan EcoMonopoly.

Suatu pagi di awal Mei, empat siswa Sekolah Dasar Negeri Babakan, Bogor Tengah, Jawa Barat, mencoba memainkan EcoMonopoly dengan tema ”Jejak Karbon”di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Baranangsiang, Kota Bogor. Yulia, Rijal, Rizaldi, dan Sabrina—semuanya berusia 11 tahun dan duduk di bangku kelas lima— asyik memainkannya dibimbing Annisa (22) dan sahabatnya, Namira (21).

Permainan ini hampir mirip dengan monopoli yang sudah cukup dikenal anak-anak. Sebagai pengganti papan monopoli, mereka menggunakan bahan spanduk dengan lebar tiga meter. Spanduk itu juga bergambar kotak-kotak seperti monopoli, tetapi tidak menggunakan tema properti. Tema yang digunakan, yaitu listrik, panas, sampah, berbelanja, berwisata, daur ulang, dan lokasi penanaman.

Setiap kali berhenti di satu kotak, berdasarkan jumlah langkah dalam lemparan dadu, mereka mendapat pertanyaan. Misalnya, di kotak listrik, mereka menghadapi pertanyaan seputar penggunaan listrik, seperti apakah saat meninggalkan rumah mereka membiarkan lampu kamar menyala? Atau di kotak berbelanja, berapa banyak plastik yang mereka gunakan dalam sehari?

Jawaban yang mereka berikan akan menambah atau mengurangi jumlah ”karbon” yang menjadi modal awal mereka. Jika jawaban mereka tak ramah lingkungan, mereka akan mendapat tambahan ”karbon” sehingga di akhir permainan yang menang ialah yang memiliki ”karbon” terkecil.

”Harapan saya, dengan permainan itu mereka jadi tahu apa saja kebiasaan mereka sehari-hari yang menghasilkan karbon dan turut merusak lingkungan,” tutur Annisa dalam perbincangan di Kafe Taman Koleksi IPB, awal Mei lalu.

Dengan begitu, para pemain EcoMonopoly diharapkan akan mempraktikkan pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari sehingga mulai mengurangi perilaku yang merusak lingkungan. Ia menilai, diseminasi pesan ramah lingkungan lewat permainan lebih mengena bagi anak-anak maupun orang dewasa ketimbang diceramahi panjang lebar soal perubahan iklim.

Tak ditanggapi

Annisa, yang kini sedang menyusun skripsi untuk meraih gelar sarjana Arsitektur Lanskap IPB, mulai menggagas EcoMonopoly pada tahun 2009. Ia mendapat ide itu saat mengikuti ”Miracle Youth Conference” di Malaysia, Mei 2009. Peserta konferensi itu dibagi dalam beberapa kelompok untuk mengusulkan gagasan proyek terkait lingkungan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com