Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Denyut Malam di Istanbul

Kompas.com - 02/11/2011, 19:31 WIB
Eko Hendrawan Sofyan

Penulis

"Hallo sir, are you Malaysian?"  "No, I'm Indonesian," ujar saya menyambut sapaan hangat  seorang pemuda perlente, saat saya dan tiga teman wartawan online baru tiba di Lareskark Hotel, tempat kami menginap di kawasan Topcu Caddesi, Taksim,  Istanbul, Turki, Jumat (28/10/2011) malam pekan lalu.

"Holiday or bussiness?" tanya pemuda itu lagi.  "We're journalist," jawab saya.

Sebuah sapaan yang begitu bersahabat buat kami yang baru pertama kali menginjakkan kaki di negara Republik yang merayakan hari kemerdekaannya ke-88 tahun pada Sabtu (29/10/2011) lalu. Kehadiran kami di sana, memang bukan untuk berlibur, tapi meliput kesepakatan kerja sama kemitraan roaming internasional antara  PT Telkomsel dengan operator On-Waves, yang mengkhususkan wilayah pelayanannya khusus di kawasan maritim.

"Oh, I see.  Istanbul, is nice city, right?" ujarnya melanjutkan pembicaraan.

Setelah kami berbincang ke sana ke mari untuk sekadar basa-basi, ia kemudian mendekati  saya lebih dekat dan berbisik, "Man, We have nice lady. Came on, let's to my cafe. You can drink, or you know, right," bujuknya sambil mengangkat alisnya seperti memberikan sebuah isyarat.

Hmm. Dari bahasa tubuh dan ucapan pria berparas bersih dan tampan layaknya bintang sinetron di Indonesia itu, saya pun langsung teringat ucapan seorang teman di Jakarta. Enam kali dia melancong ke Turki dan mengingatkan saya agar berhati-hati dengan pria semacam ini.

Secara halus, kami pun langsung menolaknya. Jika tidak, boleh jadi saya dan ketiga rekan hanya akan jadi korbannya.

Menurut, Eli Aliah, teman saya itu, waspadalah bila bertemu orang yang bersikap ramah kemudian mengajak Anda untuk sekadar minum teh atau kopi. Bila tidak, Anda tentu akan kena perangkapnya. "Hati-hati saja dengan mereka, biasanya mereka mau ngerjain turis," ujar teman saya itu.

Tak cuma satu orang tipe pria tadi yang saya jumpai. Tiga orang bahkan lebih. Polanya sama dengan pertanyaan yang sama pula. "Malaysian, right? Holiday or bisnis?"

Tak hanya di kawasan tempat kami menginap, pria-pria itu bergentayangan. Di sepanjang jalan di Istiklal, kawasan bisnis yang berdenyut sepanjang hari di Istanbul, kami beberapa kali menemukannya. Dan lucunya, obrolan pembuka basa-basinya selalu sama.

Belakangan kami pun tahu siapa mereka. Seorang pedagang di kawasan dekat kami menginap memberitahu bahwa pria-pria itu merupakan bagian dari jaringan bisnis esek-esek di kawasan tersebut. "That man, no good," ujar Dewat, penjaga toko souvenir Silver Land di kawasan Taksim Square, saat kami menanyakan keberadaan pria-pria itu.

Kata Dewat, biasanya mereka juga kerap ngerjain turis-turis yang polos. Mengiming-imingi hiburan malam ditemani wanita cantik, tapi kenyataannya, turis justru dibikin ludes isi kantongnya.

Istiklal  merupakan satu dari kawasan yang laris  dikunjungi para turis saat berada di Istanbul. Kehidupan malam menjadi  magnet yang menawarkan hiburan serba ada. Lokasinya berdekatan dengan Taksim Square, dan Tarlabasi Boulevard.

Di sinilah cafe, restoran, toko buku, galeri, bioskop, pub hingga klab malam dengan live music berada. Tentu saja, menawarkan beragam sajian yang penuh daya pikat bagi penikmat hiburan malam.

Di kawasan sepanjang lebih dari satu kilometer itu, ribuan bahkan jutaan orang memadati kawasan yang dikelilingi bangunan antik beragam corak di masa kejayaan Ottoman, dari gaya Neo-Classical, Neo-Gothic, Beaux-Arts, Art Nouveau, Art Deco hingga bangunan bergaya modern. Di kawasan ini pula terdapat gedung tempat ‎Partai Komunis Turki (TKP/ Turkei Komunise Partie) beraktivitas.

Seperti Jumat malam lalu atau sehari menjelang perayaan HUT ke-88 Republik Turki pada 29 Oktober lalu, ribuan orang memadati kawasan Istiklal.

"Istiklal tak pernah tidur. Banyak toko, kafe dan restoran yang buka 24 jam," ujar seorang pria yang juga sempat menawari kami "layanan" istimewa.

Makin malam, Istiklal justru makin bergairah. Alunan musik menghentak terdengar bersahutan di mana-mana. Orang-orang berdesakan lalu lalang menyusuri kawasan tersebut. Sejumlah remaja, terlihat asyik berajojing, meliuk-liukan tubuhnya mengikuti sajian musik yang menghentak di sebuah klab. Sesekali ia mengarahkan pandangan ke arah luar dari balik kaca berlantai dua.

Sementara di lokasi lainnya, sekelompok muda-mudi bergaya dengan kostum dan dandanan aneh-aneh merayakan pesta Halloween. Tentu saja, tongkrongan mereka mencuri perhatian orang-orang yang melintas di sana, apalagi sebagian dari mereka sempoyangan dalam keadaan mabuk. Teriak-teriak hingga menjadi perhatian orang-orang.

Makin malam, suasana kawasan Istiklal memang makin ramai. Dipenuhi orang-orang baik tua maupun muda. Suhu udara yang dingin mencapai 10 derajat bukan halangan untuk sekedar jalan-jalan di sana. Di ujung jalan Istiklal dekat tugu monumen Ataturk, yang menjadi simbol pemerintahan Republik Turki, orang-orang terlihat memadati cafe mini yang memajang aneka panganan, tak terkecuali burger dan kebab khas Turki.

Saya pun mampir ke toko Taksim Barisim Bufe. Toko ini lumayan buka sejak lama, yakni sejak tahun 1974. Agak lumayan antre untuk memesan sajian kebab di sana. Setelah mengeluarkan isi kocek seharga 6,5 TL (Turki Lira) untuk kebab yang dipenuhi daging itu, perut yang kosong benar-benar telah terisi penuh. Maknyus!  Di sini, di Istanbul, saya berada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com