Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Pancake Belanda Hingga Gaya Kamikaze

Kompas.com - 12/10/2012, 14:14 WIB
Siwi Yunita Cahyaningrum

Penulis

Akhirnya, kami makan di restoran Mahagiri di Desa Rendang. Pemandangan Gunung Agung yang sangat spektakuler, bersih dan cantik membuat kami terlena. Tapi itu tidak lama, sebab pada sisa etape, saya harus berjuang lebih keras.

Saya menyalahkan diri sendiri karena kurang berlatih, menyalahkan sepeda yang tak layak, dan menyalahkan jalan yang terus menanjak. Tapi kemudian saya memilih untuk mengayuh pedal lagi, dengan tenaga yang tersisa, merayap naik ke bukit Kintamani. Sekarang saya harus berjuang mati-matian. Teman teman seumuranku menyalip dari kanan dan kiri.

Akhirnya, kami beristirahat di sebuah sekolah kecil yang cantik, di kaki gunung. Seluruh peserta pun menyanyi lagu ulang tahun untuk saya. Oh ternyata ada yang tahu bahwa saya hari itu berulang tahun. Wow iItu sangat keren.

Pada perjalanan selanjutnya, saya sudah terkapar, sementara Jamy dan Ningrum dengan mudahnya menundukkan gunung, seolah seperti hanya bersepeda di rute biasa di hari Minggu. Mereka sangat tidak terpengaruh denggan kondisi medan yang sulit.

Tiba di Kintamani, kami disambut dengan musik gamelan. Saya langsung mengambil nafas (jika masih ada yang tersisa) begitu melihat pemandangan di danau pada matahari sore yang menakjubkan itu. Tapi, pada malam harinya lagi-lagi saya terkapar di tempat tidur, dengan baluran krim pereda rasa pegal di seluruh tubuh. Sungguh perayaan hari ulang tahun yang luar biasa.

Tanggal 16 September 2012, Minggu pagi yang indah, dingin, langit abu-abu. Sempurna untuk mengayuh pedal. Saya pulih (sepertinya), untuk mencoba tantangan downhill (yang saya kira) sampai akhir. Saya pikir, kami akan bersepeda sejauh 122 kilometer dengan santai dan mudah di lansekap terindah di Asia.

Namun, ternyata Kompas punya jalur tanjakan sepanjang 250 meter lagi untuk kami di hari terakhir itu. Beruntung semua tantangan ini bisa kami atasi, dan kami mendapatkan bonus yang setimpal.

Naik berarti bertempur, turun berarti menantang bahaya. Tidak ada yang lebih menyenangkan daripada bersepeda. Saya sudah bersepeda bertahun-tahun di tanah Belanda yang sangat datar itu.

Kami jadi berhati-hati menempuh jalur turun karena tak mau celaka mengingat ada peserta yang jatuh kemarin. Saat saya berkonsetrasi pada rem sepeda, dari belakang, beberapa anak muda mengejutkan saya.

Dengan berani mereka meluncur dan melayang dengan gaya kamikaze mereka. Gowes yang menyenangkan. Saya benar benar suka ikut acara Kompas ini.

Sampai di tempat istirahat kami pun bergembira. Panitia punya ide cemerlang untuk mengajak kami piknik di bawah pohon di halaman kantor perkebunan. Sampai-sampai saya ketiduran dengan pisang yang masih tersimpan di kantong jersi belakangku. Yah kotor deh..

Di Ketewel, perjalanan kami pun berakhir. Kami disambut hiburan musik dan tarian. Acara penutupan pun sangat mengesankan. Big thanks to Kompas, the co- sponsors, the police, the marshals, Balimice and all the others that made it possible......

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com