Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Andong, "Wesi Aji" Lintas Generasi...

Kompas.com - 17/06/2013, 10:11 WIB

Namun, begitu produk sepeda motor dan mobil dari luar negeri masuk Yogyakarta, peminat andong semakin berkurang. ”Sekarang kami hanya menunggu penumpang. Dahulu kami dicari-cari penumpang. Rezeki lumayan biasanya datang saat liburan,” katanya.

Pada hari biasa, Kasi menarik andong mulai pukul 08.00 hingga pukul 16.00. Namun, saat liburan, ia bekerja lebih awal, sejak pukul 07.00 hingga larut malam, sekitar pukul 22.00.

”Kalau sedang beruntung, sehari kami bisa mengantongi Rp 500.000, bahkan lebih. Namun, jika sepi, tak jarang seharian kami tak narik sama sekali,” ucap Paryadi (23), kusir muda yang sering mangkal di Jalan Malioboro, Yogyakarta. Tak seperti angkutan umum lainnya, kusir andong tidak pernah mematok harga khusus bagi penumpangnya. Sama seperti transaksi jual-beli di pasar tradisional, siapa yang bisa menawar akan mendapat tarif rendah.

Meski pendapatan sebagai kusir andong tak menentu, sampai sekarang Paryono, Kasi, dan Paryadi tetap setia menekuni pekerjaan ini. Mereka sangat percaya, andong adalah wesi aji yang selalu membawa berkah. Hal ini terbukti dengan kisah panjang andong yang mampu bertahan hingga ratusan tahun sebagai penopang kehidupan lintas generasi di banyak kota.

Kelestarian terancam

Namun, bukan berarti tidak ada ancaman terhadap monumen sejarah transportasi ini. Desakan ekonomi dari pemilik andong dan di pihak lain ada peminat kendaraan kuno dan antik ini, kini menjadi ancaman kelestarian andong.

Seperti Komir (28), kusir yang mewarisi andong dari leluhurnya, yang berusia lebih dari 100 tahun, berniat menjual andongnya seharga Rp 35 juta, belum termasuk kudanya. ”Saya memiliki warisan dua kereta, tetapi tidak kuat lagi membiayai makan kudanya sehari-hari. Makanan per hari tidak kurang dari Rp 30.000 per kuda. Kalau saya tidak dapat penumpang, makin tergerogoti hidup saya,” katanya.

Kecemasan akan kepunahan andong, menurut Manggalayudha (Panglima) Keraton Yogyakarta Gusti Bendoro Pangeran Haryo (GBPH) Yudhaningrat, memang wajar. ”Di Yogyakarta ada dua tempat pembuat kereta kuda, yaitu di Prambanan (Kabupaten Sleman) dan di Bantul. Meski kualitasnya tidak sebagus kereta zaman dulu, setidaknya itu bisa menjadi penghambat laju pembelian kereta antik milik warga yang umumnya hidup pas-pasan,” ujarnya. Semoga....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com