Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Senja Tercantik di Sarang Ora

Kompas.com - 19/10/2013, 12:12 WIB

Permintaan ikan untuk restoran dan hotel sedang menggembirakan, kata Nando. Dalam satu hari, ia memasok hasil laut ke lima restoran dengan kapasitas sampai 30 kilogram. Untuk ikan kerapu, ia jual seharga Rp 40.000 per kilogram, sementara lobster sampai Rp 400.000 per ekor.

Ia mengambil keuntungan Rp 10.000 per kilogram untuk ikan dan Rp 100.000 per kilogram untuk lobster. Dengan hasil itu, Nando bisa hidup nyaman walau tak juga bermewah-mewah. Ia sedang menabung untuk kelak menyekolahkan ketiga anaknya, yang kini berusia di bawah lima tahun, ke Pulau Jawa. ”Demi pendidikan mereka yang lebih baik, melebihi orangtuanya,” katanya.

Tak terasa

Sebaliknya, para nelayan tak kunjung menikmati hasil manis dari gurihnya rasa ikan. Nelayan di Pulau Messah, sekitar 1,5 jam berperahu dari Labuan Bajo, hidup serba terbatas. Mereka harus menyisihkan pendapatan yang sudah pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan dasar: air bersih.

Air laut yang bening memang mengelilingi mereka. Pantai di Pulau Messah terlihat cantik. Pasir putihnya berimpitan dengan air yang kebiruan. Namun, tentu saja air itu tak bisa diminum atau untuk memasak. Mereka terpaksa membeli air bersih untuk keperluan itu. Harga satu jeriken air bersih berkapasitas 20 liter sekitar Rp 2.000. Air itu didatangkan dari Pulau Flores, dari perbukitan di atas Labuan Bajo. Warga Pulau Messah tak dianugerahi sumber air bersih. Satu-satunya bukit yang agak tinggi bermaterial batu karang.

Setiap hari, satu keluarga beranggota sekitar lima orang membutuhkan sedikitnya empat jeriken air bersih. Uang Rp 8.000 sudah terpotong untuk itu. Listrik juga jadi kendala lain. Mereka membayar Rp 90.000 per bulan untuk menerangi rumah dan menonton pertandingan sepak bola di televisi. Namun, listriknya hanya menyala dari pukul 18.00 sampai 23.00. Setelah itu gelap dan senyap.

”Kami memang berlimpah ikan. Itu tak perlu beli, tinggal pancing saja. Tapi, sayangnya, untuk air kami harus beli cukup mahal. Saat ini ada satu mesin pengubah air laut jadi air tawar, tapi sedang rusak. Jika mesin itu betul, kami tetap harus beli air hasil penyulingannya,” kata Nurdin (32), nelayan di Pulau Messah, yang rata-rata penghasilannya Rp 70.000 per hari, masih dipotong utang sana-sini. Kisah Nurdin itu menyiratkan bahwa gairah dari penetapan komodo sebagai keajaiban dunia dan perhelatan Sail Komodo belum menyentuh Pulau Messah.

Namun, bila ada kesempatan, berkunjunglah ke tempat ini. Selain alamnya cantik, masyarakatnya pun ramah. Dan tentu saja demi senja itu. Senja yang, kata sastrawan Seno Gumira Ajidarma, pantas dikirim untuk kekasih…. (Herlambang Jaluardi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com