Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kala "Partai Bebek" Menyerbu Kota

Kompas.com - 01/12/2013, 12:09 WIB

Masuk mal

Bebek juga masuk mal-mal besar di Jakarta. Salah satunya adalah The Duck King, sebuah resto bernuansa oriental. Pertama buka di Senayan Trade Center (STC) pada awal 2003, kini The Duck King telah mempunyai tak kurang dari 21 cabang di Jakarta dan sejumlah kota lain.

Cukup laris. Erwin Agus, Asisten Manajer The Duck King, Senayan City, Jakarta, menjelaskan, setiap hari resto berlogo bebek itu didatangi sekitar 300-400 orang. ”Kalau akhir pekan bisa mencapai 1.000 orang,” kata Erwin. Jangan kaget, di akhir pekan atau hari libur, orang harus antre demi sang bebek.

Dengan jumlah tamu tersebut, The Duck King Senayan City menghabiskan 40 ekor bebek peking dalam sehari. Itu baru satu cabang di Senayan City saja, belum lagi 20 cabang lainnya.

Di The Duck King, bebek memang raja. Ia disajikan sebagai salah satunya, roasted duck alias bebek panggang. Daging bebek juga dihidangkan dengan cara dicincang dan ditumis dengan lotus. Tersaji pula dalam hidangan berupa mi dengan daging bebek panggang.

Erwin menuturkan, seluruh restoran The Duck King menggunakan daging bebek peking, yang diternakkan di dalam negeri. ”Awalnya kami memakai bebek peking impor, tetapi sekarang sudah ada penyuplai bebek peking lokal,” ujar Erwin.

Merakyat

Menu bebek memang sudah merakyat. Opor bebek, misalnya, sudah menjadi santapan orang dari berbagai kalangan. Sampai-sampai Ki Hajar Dewantara (1889-1959), Bapak Pendidikan dan pendiri Taman Siswa itu, dalam salah satu ajarannya menggunakan idiom ”opor bebek”. Taman Siswa dalam menyelenggarakan pendidikan menggunakan prinsip opor bebek, yaitu swadaya, membiayai usaha sendiri dari usaha sendiri. Prinsip Ki Hajar itu merujuk pada opor bebek yang diolah dengan minyak yang terkandung dalam daging bebek itu sendiri.

Kemerakyatan menu bebek menyebar ke berbagai penjuru Nusantara. Pemerhati dan praktisi kuliner William Wongso mencatat menu-menu unggul berbasis bebek antara lain bebek aceh, bebek lado mudo di Ranah Minang, Sumatera Barat, bebek bacem goreng ala Yogyakarta, serta bebek betutu khas Bali.

”Saya tidak tahu siapa yang mengenalkan bebek ke Aceh atau Padang karena saya tidak banyak menemukan bebek di Timur Tengah dan India. Kalau di China, dari dulu mereka memang pemakan bebek,” kata William.

Ia menambahkan, bebek semakin digemari karena cara pengolahannya yang tepat sehingga sajian yang dihasilkan tidak berbau amis atau prengus.

Diam-diam bebek-bebek yang berisik itu benar-benar menangkap aspirasi rakyat di seantero negeri. Peternak, pengangon bebek di desa-desa, para pengusaha warung penyaji menu bebek, dan tentu saja para pelahap hidangan bebek, semuanya bahagia bersama ”partai bebek”. Kwek...wek...! (DAY/ROW)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com