Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Gajah Mada sampai Wali Songo di Tanah Mbojo

Kompas.com - 13/12/2013, 17:54 WIB

Jejak Islam

Angin perubahan berembus di Bima sekitar tiga abad setelah kedatangan Gajah Mada dan peradaban Hindu di sana. Seperti tertulis dalam salah satu bo atau kitab catatan kerajaan, pada tahun 1640 Ruma Ta Ma Bata Wadu, Raja Bima ke-27, menikah dengan perempuan bernama Daeng Sikontu, adik istri Sultan Makassar Alauddin yang Islam.

”Karena perkawinan itu, Sang Raja memeluk agama Islam. Ia pun mengganti gelar dan nama menjadi Sultan Abdul Kahir. Ialah raja Bima pertama yang beragama Islam,” ujar Siti Maryam. Seiring dengan itu, Kerajaan Bima pun berganti sebutan menjadi Kesultanan Bima dengan Abdul Kahir sebagai sultan pertamanya.

Meski pengaruh Islam sudah masuk Bima sejak pertengahan abad ke-16 dan rajanya pun sudah memeluk agama itu, Bima baru resmi menjadi kesultanan Islam setelah Sultan Abdul Kahir meninggal dunia dan digantikan oleh putranya, Sultan Abdul Khair Sirajuddin. Pada masa pemerintahan Sultan Bima II inilah (1635-1681), adat dan hukum Islam mulai diberlakukan secara umum. Hal ini berlangsung sampai masa pemerintahan Sultan Ibrahim, Sultan Bima XIII (1881-1915).

Setelah diakhirinya pemberlakuan syariat Islam, pengaruh Islam di Bima tak ikut surut. Siti Maryam menceritakan bagaimana Sultan Bima XIV, Sultan Salahuddin (1915-1951), tetap memiliki perhatian besar terhadap pendidikan Islam dengan mendirikan sekolah menengah Islam tingkat pertama dan atas. ”Sultan juga pernah mengirim para pemuda Bima ke Mekkah, Arab Saudi, untuk lebih mendalami ajaran Islam,” papar Siti Maryam, yang juga putri Sultan Bima terakhir.

”Menurut Tome Pires yang berkunjung ke Bima pada tahun 1513 Masehi, pada masa itu pelabuhan Bima ramai dikunjungi pedagang Nusantara. Pedagang Bima pun sudah berlayar menjual barang dagangannya ke Ternate, Banda, dan Malaka, serta singgah di setiap pelabuhan di Nusantara. Pada saat inilah, kemungkinan para pedagang Demak datang ke Bima, selain berdagang juga untuk menyiarkan agama Islam,” kata sejarawan dan Indonesianis Prancis Henry Chambert-Loir dalam bukunya, Bima dalam Sastra dan Sejarah.

Salah satu jejak peradaban Islam di Bima adalah Masjid Kesultanan Bima yang terletak di pusat Kota Bima. Masjid berusia tiga abad yang masih berdiri kokoh di tepi alun-alun kota, yang disebut warga setempat sebagai Lapangan Sera Suba, itu dibangun oleh Sultan Abdul Kadim Muhammad Syah, Sultan Bima VII, pada tahun 1737. Pembangunan selanjutnya dilakukan oleh putranya, Sultan Abdul Hamid, yang mengubah bentuk atap rumah ibadah itu menjadi atap bersusun tiga, mirip atap Masjid Menara Kudus di Jawa Tengah.

”Pada masa Perang Dunia II, masjid itu hancur akibat pengeboman pasukan Sekutu, tetapi kemudian dipugar oleh Sultan Muhammad Salahuddin, sultan Bima terakhir,” kata seorang warga Kota Bima. Karena itu, kini masjid itu dinamai Masjid Sultan Muhammad Salahuddin.

Tumbuh suburnya peradaban Islam di Bima terkait dengan adanya hubungan-hubungan kekerabatan, diplomatik, dan perdagangan antara kesultanan itu dengan kesultanan-kesultanan Islam lain di Kepulauan Nusantara, termasuk dengan kesultanan-kesultanan di Sulawesi Selatan. Konon, pada abad ke-16 Bima sudah menjadi salah satu pelabuhan dagang yang ramai di wilayah timur Nusantara.

Kalau begitu, bukan tak mungkin, di antara para pedagang Demak yang datang ke Bima untuk sekalian menyebarkan Islam itu ada juga para pembantu Sunan Kudus atau sunan lainnya dalam jajaran Wali Songo. (Mulyawan Karim/Samuel Oktora/Gatot Widakdo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com