Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Banyuwangi, "Isun Gandrung, Gandrungono Isun"

Kompas.com - 16/12/2013, 12:58 WIB

Supinah senang jika banyak saweran. Namun, sebaliknya, juga takut jika ada penyawer yang mabuk. ”Saya pernah disiram minuman keras gara-gara tidak mau dipangku. Saya tidak mau karena ini menyangkut harga diri,” katanya.

Menurut dia, kalau tidak bisa membawa diri, seorang gandrung bisa dicap negatif dan gampangan. Padahal, menjadi seorang gandrung bukan perkara gampang. Selain belajar, tekun berlatih, juga ada semacam ritual tertentu yang harus dijalani, termasuk berpuasa. Oleh karena itu, tak banyak anak-anak muda sekarang yang mau menerjuni gandrung.

Di antara yang langka dan mau berkiprah di gandrung, di antaranya Sarita Dicha Putri (17) dan Umi Nur Kholifah (19). Sejak duduk di kelas I madrasah tsanawiyah, Sarita mulai banyak ditanggap. Ia tergabung dalam kelompok Seni Gandrung Sekartayup, Bulusari, Kecamatan Kalipura. ”Mau melanjutkan sekolah tak ada biaya. Sekarang lumayan. Dari gandrung bisa bantu orangtua,” ujarnya. Sekali pentas, ia dapat Rp 125.000.

Umi juga sudah dua tahun ini menjadi gandrung profesional. Neneknya, Siti, dan ibunya, Sapti, juga penari gandrung. Sekali pentas, Umi mengantongi uang Rp 250.000. ”Saya tidak terikat kelompok tertentu, tetapi kalau dilibatkan sangat senang. Sebulan bisa 5 sampai 10 kali tampil,” ujarnya.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menilai kolosalitas Paju Gandrung Sewu menunjukkan budaya lokal yang semakin digandrungi, berkembang, dan sekaligus menjadi aset wisata yang potensial untuk menarik wisatawan di Banyuwangi.

”Paju Gandrung Sewu memang menjadi bagian dari strategi promosi wisata, dan satu rangkaian di acara Banyuwangi Festival yang dimulai dengan Banyuwangi Ethno Carnival, Tour de Ijen, Beach Jazz Festival, dan Festival Kuwung,” jelasnya.

Seperti yang disampaikan budayawan Banyuwangi, Hasnan, soal gandrung. ”Kalau ada yang bilang dosanya satu gandrung sewatudodol (bebatuan di tepi pantai Banyuwangi), kenapa manfaatnya seluas Selat Bali tak pernah disampaikan,” ujarnya. (ADI SUCIPTO KISSWARA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com