Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Mbah Maridjan di Kinah Bali Rejo

Kompas.com - 29/05/2014, 12:50 WIB
Kontributor Travel, Sri Noviyanti

Penulis

"Ini dahulu adalah kamar si Mbah," tukasnya datar.

Di papan keterangan tertulis "Petilasan Rumah Mbah Maridjan" disertai dengan spanduk bertulisankan "Tetenger Mbah Maridjan". Isinya merupakan keterangan bahwa di tanah ini pernah hidup seorang abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, yaitu Maridjan.

Gunung Merapi, Yogyakarta, memang merupakan salah satu gunung api aktif di Indonesia. Gunung Merapi mengalami erupsi hampir setiap empat tahunan sekali. Dahulu sebelum erupsi 2010 tempat ini masih dikelilingi permukiman yang sangat padat.
 
Sebelum erupsi, Gunung Merapi memang sudah merupakan salah satu obyek wisata Yogyakarta. Terutama desa-desa di lerengnya. Kinahrejo yang kini berganti nama menjadi Kinah Bali Rejo, menjadi gerbang bagi para wisatawan untuk melihat Merapi dari dekat.

Menurut Asih nama dusun diganti pasca-erupsi. Gunanya adalah mendoakan agar dusun ini kembali seperti sedia kala.

"Filosofi Kinahrejo itu adalah karena banyaknya tanaman kinah di daerah sini, sedang rejo artinya subur dan makmur. Erupsi pada 2010 memorak-porandakan desa kami, banyak orang bersedih lalu untuk selalu mendoakan agar desa ini kembali baik dan dapat dijadikan tempat tinggal karena subur dan makmur kami namakan Kinah Bali Rejo," jelasnya.

Setelahnya, saya dibiarkan melihat bagian tengah. Di sini terlihat beberapa kursi dan juga lemari. Rupanya, di sini tempat ruang tamu rumah Maridjan. Di sampingnya masih ada bangkai-bangkai kendaraan yang juga merupakan saksi bisu keperkasaan Merapi.

"Motor-motor itu milik saya," ujar Asih.

Badan Motor ditempeli debu tebal, sedangkan bagian jok habis dimakan debu panas. Tepat di samping motor ada sebuah mobil. Ada papan keterangan yang menunjukkan bahwa mobil tersebut adalah mobil evakuasi.

"Mobil ini waktu itu mengangkut sopir untuk kendaraan evakuasi beserta salah satu wartawan yang tengah meliput. Dua-duanya juga tewas hari itu," tambahnya.

Masih ada satu lagi sisa sejarah dari hidupnya sang juru kunci Merapi, yaitu gamelan. Gamelan milik Maridjan itu kini bisu kehilangan pemilik.

Selesai menikmati sisa-sisa sejarah, Asih mengajak saya kembali mengenang saat erupsi itu terjadi. Matanya menerawang jauh, terlihat matanya berkaca-kaca saat mengulang kisah ayahnya.

“Hampir tak terbayang waktu itu, saat saya turun akan mengungsi banyak orang yang juga turun. Kami tak lagi saling mengenal karena masing-masing terkena hujan abu yang panas,” ungkapnya.

Maridjan, seorang juru kunci yang amat mencintai tanahnya. Hari itu, ia tak menyelamatkan diri. Bahkan saat status Merapi naik menjadi Waspada pun ia tak meninggalkan rumahnya. Kini, wisatawan selalu datang untuk mengenangnya, seorang juru kunci yang setia.


   

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com