Neni Yerni (39) menunduk memperhatikan motif kain yang ia kerjakan dengan alat tenun tradisional. Tangannya lincah memasukkan benang di antara untaian ribuan benang yang akan dia jadikan kain itu. Dikerjakan sekitar sebulan, kain tenun itu bisa dihargai sampai Rp 9 juta dan ia mendapat upah Rp 1 juta.
Di tempat terpisah, Rasmi Chan (52) sibuk keliling desa memeriksa hasil pekerjaan anak buahnya. Pemilik galeri Tenunan Antik Pusako Minang Collection ini sedang mempersiapkan tenun pandai sikek untuk menyambut rombongan ibu-ibu dari suatu lembaga yang akan datang meninjau. ”Mereka sudah pesan 20 sampai 40 lembar kain tenun yang mahal-mahal dan bagus. Saya sudah survei dan sepertinya tiga hari lagi semua pesanan sudah selesai,” kata Rasmi dengan ekspresi bahagia.
Harga kain tenun yang disiapkan Rasmi mulai Rp 2 juta sampai Rp 6 juta per potong. Kabar terakhir, rombongan itu membeli 32 lembar kain tenun yang semuanya mencapai Rp 90 juta.
Ini bukan kali pertama Rasmi menerima pesanan tamu. Sebulan sebelumnya, rombongan tamu dari Pemerintah Provinsi Sumatera Barat datang ke galerinya. Mereka membeli hampir semua stok tenun yang ada. Saat Kompas datang pada awal Mei 2014, toko itu melompong. Tinggal kain-kain bordir modern yang terpajang.
Desa Pandai Sikek menjadi salah satu desa wisata di Sumatera Barat. Jaraknya sekitar 13 kilometer dari Bukittinggi sehingga mudah dijangkau para pelancong. Mereka biasanya datang dalam rombongan besar, mulai belasan orang hingga puluhan orang menggunakan bus. Para pelancong dapat dengan leluasa memilih aneka motif dan ukuran kain tenun.
Di sepanjang jalan masuk desa ini berdiri galeri atau butik yang memajang kain tenun pandai sikek. Tak sedikit pula galeri itu memamerkan proses pembuatan tenun pandai sikek dan mempersilakan pengunjung untuk merasakan atau sekadar coba-coba menenun. Mereka juga menyediakan tenaga ahli tenun yang siap membimbing pengunjung untuk menenun. ”Ini untuk meyakinkan bahwa hasil tenunan kami ini asli dari desa ini,” kata Erma Yulnita (48), pemilik galeri Satu Karya.
Galeri Erma termasuk yang ramai dikunjungi pelancong. Pada hari biasa, tak kurang dari 300 orang datang, sementara pada musim liburan jumlahnya naik hingga tiga kali lipat. Setengah hingga dua pertiga pengunjung itu membeli kain tenun.
Warisan leluhur
Warga Pandai Sikek mewarisi tradisi menenun dari nenek moyang. Mereka tidak tahu persis sejak kapan kemahiran menenun itu dimiliki warga Pandai Sikek. Catatan sejarah menjelaskan, pada pertengahan abad ke-14, perempuan-perempuan yang tinggal di sekitar Gunung Singgalang dan Marapi telah pandai menenun. Apalagi Kerajaan Pagaruyung kala itu mewajibkan warga mengenakan kain tenun setiap upacara adat, termasuk pernikahan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.