Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Naringgul, Pesona Pasundan di Pegunungan Selatan...

Kompas.com - 31/10/2014, 14:05 WIB

Kami lalui turunan panjang sampai jembatan besar Cikaso. Setelah itu, seperti biasa, setelah turunan selalu ada tanjakan, dua tanjakan terjal langsung menghadang. Jalan aspal mulai terkelupas, berkelok-kelok turun naik melintasi perkebunan karet. Hujan turun agak deras sampai ke Puncak Panding, Desa Mekarjaya, sekitar 15 km sebelum masuk Tegalbuleud.  Di situ ada pengaspalan jalan sepanjang dua kilometer.

Setelah melewati sejumlah perkampungan, jalan kembali terputus. Medan batuan mengguncang sepeda besi kami sepanjang tiga kilometer. Perlahan kegelapan menyergap kami di tengah hutan karet. Berbekal cahaya dari lampu senter yang kami beli di warung dan diikat di handlebar, kami tembus kegelapan di jalan rusak sampai ke Agrabinta.

Saya lalu teringat perkataan seorang teman yang menyebut jalur antara Tegalbuleud sampai Agrabinta termasuk salah satu kawasan dengan struktur geologi paling labil di dunia karena melintas tepat di daerah patahan. Menurut warga, jalan sudah lama rusak, dibangun, lalu rusak lagi. Sudah lima bulan terakhir pengaspalan di daerah itu berlangsung dan hingga kini masih terus dikerjakan.

MAX AGUNG PRIBADI Memasuki perkebunan karet Argabinta di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Setelah Argabinta kami melintasi perkebunan jati dengan kondisi jalan berseling antara aspal hotmix dan beton. Di beberapa titik, jalan terputus, menyisakan medan batuan dan tanah untuk melintas. Di bagian yang menanjak, jalan itu semakin sulit dilalui. Keringat yang mengucur deras membuat jersey kami basah kuyup, mengering, lalu basah lagi, begitu seterusnya sepanjang jalan.

Setelah berjalan sejauh 119 kilometer, akhirnya kami masuk Sindangbarang pukul 20.30. Seorang polisi yang menemui kami sedang beristirahat di minimarket menawarkan kami menginap di kantornya. Tawaran itu langsung kami sambut.

Manisnya Kelapa Tegalbuleud

WANGI aroma gula merebak di udara. Baunya seperti gula jawa sedang dimasak. Saya penasaran. Sebelumnya, saat melintasi kawasan Surade,  aroma seperti ini juga sempat tercium. Kini di perbukitan sekitar Kecamatan Tegalbuleud, aroma itu semakin sering tercium.

Sambil mengayuh saya cari sumber aroma wangi itu. Rupanya berasal dari pondok-pondok kayu yang berdiri di sela pepohonan kelapa. Dinding pondok benar-benar dari kayu bulat yang dibelah kasar jadi papan dan atapnya daun kelapa kering. Seperti sengaja membiarkan banyak celah untuk mengeluarkan asap pembakaran kayu saat memasak gula. Di dalam atau di luar pondok terdapat tungku yang digali di tanah dan di atasnya ditempatkan wajan besar berdiameter sekitar satu meter.  

MAX AGUNG PRIBADI Ibu Esi mengaduk gula kelapa di Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Di salah satu pondok di Pasir Nungku, Esi (25), warga Bantar Terong, sedang mengaduk cairan kental kecoklatan di dalam wajan besar yang disebutnya ketel. Asap mengepul dari cairan gula yang mendidih, itulah rupanya sumber aroma wangi itu.

Sambil menggendong anaknya yang berusia dua tahun, Esi bercerita bagaimana adukan gula itu menghidupi keluarganya dan warga sekitar Tegalbuleud sampai Argabinta. Sudah bertahun-tahun manisnya gula kelapa menghidupi warga.

Perkebunan kelapa yang disebut-sebut peninggalan rezim Orde Baru kini dikuasai masyarakat. Kebun ratusan hektar dikapling-kapling lalu disewakan kepada petani pengrajin gula kelapa.

Sepetak lahan berisi 200-300 pohon sewanya Rp 4 juta - Rp 5 juta setahun. Orang-orang yang dipanggil bos penyewa kapling itu lalu mempekerjakan warga untuk membuat gula dari kelapa.

Kaum lelaki bertugas memanjat pohon yang rata-rata setinggi lima sampai sepuluh meter dan memasang jeriken untuk menampung cairan dari bakal bunga yang sudah disayat. Dalam sehari bisa didapat lima liter cairan.

Ibu-ibu bertugas memasak gula. Cairan kelapa dimasak di ketel selama 10-12 jam dengan api dari kayu bakar, hingga mengental. "Dari 70 liter cairan kelapa bisa jadi gula 25 kg gula. Bos lalu beli gula itu Rp 7.000 per kilogram buat dijual ke kota Sukabumi, Bandung, dan Jakarta," tutur Esi.

MAX AGUNG PRIBADI Warga perajin memasak gula kelapa di Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Untuk menjaga agar kelapa tidak mudah leleh, beberapa orang menambahkan zat pengawet yang disebut toas. Bongkahan putih sekepalan tangan itu bisa mengeraskan kelapa sebelanga.

"Memang sebenarnya tidak sehat buat badan. Tapi itu sudah biasa dilakukan warga. Katanya di kota nanti gulanya diolah lagi supaya pengawetnya hilang," tutur Anisah, warga Mekarsari, Argabinta.

Gula kelapa yang dicampur pengawet rasanya tidak semanis yang murni, ada sedikit rasa asin dan warnanya lebih terang. Gula kelapa murni warnanya cokelat gelap dan rasanya manis saja. Beberapa warga juga memasak gula aren. Namun jumlahnya tidak banyak dan biasanya habis untuk konsumsi warga sekitar. Karena untuk warga sekitar itu, kata Anisah, perajin membuat gula aren murni tanpa pengawet.

                                         ***

Jumat (24/10/2014), kami bangun agak siang dan baru start pukul 08.00. Badan yang lelah meminta istirahat lebih lama dari biasanya. Hari itu kami bersiap menghadapi medan berat pendakian dari Cidaun menuju Naringgul. Di peta terlihat profil jalan yang akan kami lalui sepanjang 54 km itu menanjak dari sejajar permukaan laut sampai ketinggian 1.700 meter.  

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

8 Penginapan di Ciwidey dengan Kolam Air Panas, Cocok untuk Relaksasi

8 Penginapan di Ciwidey dengan Kolam Air Panas, Cocok untuk Relaksasi

Hotel Story
Capaian Timnas U-23 di Piala Asia Bawa Dampak Pariwisata untuk Indonesia

Capaian Timnas U-23 di Piala Asia Bawa Dampak Pariwisata untuk Indonesia

Travel Update
Harga Tiket Masuk Taman Safari Prigen 2024 dan Cara Pesan via Online

Harga Tiket Masuk Taman Safari Prigen 2024 dan Cara Pesan via Online

Travel Tips
3 Promo BCA Australia Travel Fair 2024, Ada Cashback hingga Rp 2 Juta

3 Promo BCA Australia Travel Fair 2024, Ada Cashback hingga Rp 2 Juta

Travel Update
4 Promo Tiket Pesawat dan Tur BCA Australia Travel Fair, Rp 7 Juta ke Perth PP

4 Promo Tiket Pesawat dan Tur BCA Australia Travel Fair, Rp 7 Juta ke Perth PP

Travel Update
Hari Ini, BCA Australia Travel Fair 2024 Digelar di Gandaria City

Hari Ini, BCA Australia Travel Fair 2024 Digelar di Gandaria City

Travel Update
10 Tips Wisata Saat Cuaca Panas, Pakai Tabir Surya dan Bawa Topi

10 Tips Wisata Saat Cuaca Panas, Pakai Tabir Surya dan Bawa Topi

Travel Tips
5 Wisata di Palangka Raya, Ada Wisata Petik Buah

5 Wisata di Palangka Raya, Ada Wisata Petik Buah

Jalan Jalan
5 Tips ke Museum iMuseum IMERI FKUI di Jakarta, Reservasi Dulu

5 Tips ke Museum iMuseum IMERI FKUI di Jakarta, Reservasi Dulu

Travel Tips
Cara Menuju ke Bukit Tangkiling Kalimantan Tengah

Cara Menuju ke Bukit Tangkiling Kalimantan Tengah

Jalan Jalan
Bukit Tangkiling Palangka Raya untuk Pencinta Alam dan Petualangan

Bukit Tangkiling Palangka Raya untuk Pencinta Alam dan Petualangan

Jalan Jalan
Rute Menuju ke Jungwok Blue Ocean Gunungkidul, Yogyakarta

Rute Menuju ke Jungwok Blue Ocean Gunungkidul, Yogyakarta

Jalan Jalan
Segara Kerthi Diperkenalkan ke Delegasi World Water Forum di Bali, Apa Itu?

Segara Kerthi Diperkenalkan ke Delegasi World Water Forum di Bali, Apa Itu?

Travel Update
Sederet Aktivitas Seru di Jungwok Blue Ocean, Tak Hanya Bisa Foto

Sederet Aktivitas Seru di Jungwok Blue Ocean, Tak Hanya Bisa Foto

Jalan Jalan
Kering sejak Maret 2024, Waduk Rajui Jadi Spot Instagramable di Aceh

Kering sejak Maret 2024, Waduk Rajui Jadi Spot Instagramable di Aceh

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com