Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dawai-dawai Perahu Perebut Hati

Kompas.com - 17/09/2015, 14:49 WIB
Yusri, yang mengetuai sanggar kesenian Rumah Kecapi, mengatakan, kecapi masih menjadi hiburan di acara pernikahan atau khitanan. Setidaknya sebulan sekali Rumah Kecapi mendapatkan order pementasan. ”Permintaan membeludak saat musim pesta pernikahan, seperti sebelum puasa atau setelah Idul Fitri dan Idul Adha. Pada waktu-waktu itu, hampir setiap malam kami diundang main,” ujarnya.

Kecapi bahkan lentur menemukan format baru, mengadopsi nada diatonik dengan penambahan menjadi enam grip nada. Itu membuat kecapi di Sulsel bisa dipadu menjadi orkes riolo yang populer membawakan lagu modern, seperti yang rutin ditampilkan Jeka Etnika di Hotel Arya Duta, Makassar. ”Jeka Etnika memadu kecapi, biola, ukulele, suling, dan gendrang,” kata Ardi Jeka, pemain Jeka Etnika.

Bentuk klasik permainan kacaping juga menjadi suguhan rutin Hotel Santika, Makassar. Pemain sinrili kondang, Haeruddin, telah delapan tahun rutin menghibur tamu Hotel Santika. Lantunan ”Angin Mamiri” Haeruddin memukau Andi Sidda (53), seorang pegawai negeri sipil dari Kabupaten Barru, Sulsel.

”Sejak kecil saya mengenal kacaping, tetapi di Barru semakin sulit menemukan kacaping.
Di Makassar yang kota besar malah ada,” kata Andi Sidda tertawa.

Budayawan Sulsel, Alwi Rahman, menyebut tradisi tutur kecapi dalam empat entitas budaya di Sulselbar bisa dijelaskan dari kesatuan kosmologi suku Mandar, Makassar, Bugis, dan Toraja yang sama bertaut dengan kosmologi yang sama, terutama dalam mitologi kepemimpinan To Manurung.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com