Sejumlah manula duduk memegang semacam papan petunjuk. Manula yang bertopi merah tersebut sebenarnya semacam pemandu wisata, yang bisa ditanyai oleh wisatawan yang berkunjung ke kampung itu.
Selebihnya adalah keheningan. Bisik-bisik wisatawan yang mengagumi rumah-rumah di perkampungan tersebut terdengar. Sejumlah papan pengumuman yang mengimbau pengunjung perkampungan agar tidak berisik memang terpampang di dinding rumah.
”Ya, perkampungan tradisional ini memang masih dihuni seperti layaknya sebuah perkampungan,” kata Charlie Park, manajer pemasaran dan penjualan sebuah perusahaan Korea, yang menemani berkeliling.
Perkampungan Bukchon ibarat masa lalu yang tersisa akibat arus modernisasi Seoul yang sangat pesat. Bukchon seperti tak tersentuh perkembangan Seoul yang kini menjadi salah satu kota metropolitan dunia. Seoul telah berubah wajah sejak kehancurannya 70 tahun lalu karena perang saudara dengan Korea Utara.
Bukchon menjadi semacam oasis di tengah modernitas Seoul. Kawasan, yang menurut CNN Travel merupakan salah satu tempat yang harus dikunjungi di Korea, itu seperti perkampungan yang terhenti pada masa lalu di zaman Dinasti Joseon.
Walaupun—seperti dikatakan Charlie—Bukchon masih layaknya sebuah perkampungan, saat saya berkunjung awal Oktober lalu tidak ada hiruk-pikuk kehidupan kampung seperti yang kita kenal. Suasana terasa adem. Satu-dua mobil terparkir di jalan yang sempit, yang bersih, licin beraspal.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.