Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wisata Konservasi di Lembah Cilengkrang

Kompas.com - 19/12/2015, 13:51 WIB
MENYUSURI lereng gunung saat menuju Lembah Cilengkrang di Desa Pajambon, Kecamatan Kramatmulya, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, menawarkan sensasi tersendiri. Di sebelah kanan jurang dan di sebelah kiri bukit berbatu dengan akar-akar pepohonan yang menembus badan cadas.

Suasana sepanjang perjalanan menuju Lembah Cilengkrang, Senin (23/11/2015), itu agak sepi karena hari menjelang siang dan rintik hujan sudah turun. Saat berpapasan dengan pengunjung yang turun dalam kondisi basah kuyup dan napas ngos-ngosan, hati menjadi sedikit ciut.

Untunglah ada Nurdin (65), petugas Obyek Wisata Alam Lembah Cilengkrang, yang saat itu tengah turun. Ia pun naik kembali dan mendampingi Kompas hingga tiba di pos utama yang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari tempat permulaan masuk ke areal wisata.

”Sekarang sedang musim hujan. Agak siang sedikit, di sini sudah mulai mendung dan hujan deras sampai sore. Hati-hati jalannya licin,” ujarnya mengingatkan sembari terus melangkah, menghindari akar-akar besar yang menyembul di jalan setapak yang kami lalui. Nurdin mengenakan sepatu boot, di pinggangnya terselip golok dalam wadah kayu.

Sepanjang jalan, suara tonggeret yang mengerik menjadi teman setia. Suaranya naik turun seperti simfoni alam. Kadang kala, suara serangga yang bentuknya seperti paduan antara belalang dan jangkrik itu agak menyeramkan ketika kaki sampai di bagian pepohonan yang lebih rimbun dan besar.

Di bagian jalur yang lebih terang, mata bisa menengok jauh di sana, berbatasan dengan jurang, pundak-pundak bukit di areal Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) menyembul.

Perbukitan itu mungkin karena saking rimbunnya, atau karena mendung pekat, menjadi tampak kehitam-hitaman. Dahulu, warga Desa Pajambon, seperti Nurdin, kerap menembus hutan-hutan itu untuk berburu dan membuka lahan pertanian.

”Sekarang tidak boleh lagi. Sejak tahun 2004, hutan dikelola pihak Taman Nasional Gunung Ciremai, bukan Perhutani. Menanam sayur di antara pohon-pohon tidak boleh lagi,” kata Nurdin yang pada tahun 2000 ikut membabat jalan dan membuat rute menuju Lembah Cilengkrang itu. Kini, obyek wisata itu jadi penghidupannya.

Obyek wisata itu dibuka pada tahun 2001. Warga sekitar hutan yang mengelola Lembah Cilengkrang ketika itu bekerja sama dengan Perhutani. Pertimbangannya adalah untuk memberdayakan warga sekitar hutan dan menambah kesejahteraan mereka.

Di sisi-sisi jalan menuju ke arah lembah itu, warga sejak dahulu menanam jambu biji dan alpukat, sedangkan di bagian lain Gunung Ciremai warga berkebun kopi atau menanam sayur.

Aktivitas warga itu masih berjalan. Hanya saja, geliat ekonomi dari usaha sayur tidak bisa diteruskan. Namun, pendapatan dari pariwisata ternyata belum optimal sehingga belum mampu menggantikan usaha sayur. Upaya konservasi hutan sering kali bertabrakan dengan kebutuhan ekonomi warga di sekitar hutan.

Suara tonggeret yang sahut- menyahut berpadu dengan kisah Nurdin yang dalam sebulan memperoleh Rp 150.000 dari pengelolaan obyek wisata.

”Dari tiket masuk Rp 10.000 per orang, kami mendapatkan bagian kecil. Rp 5.000 dari tiket itu diserahkan untuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), Rp 500 untuk asuransi, dan Rp 500 untuk konservasi. Sisanya, Rp 4.000, dibagi untuk 17 warga yang bertugas di Lembah Cilengkrang,” ujarnya.

Langkahnya terhenti di pos utama karena ia harus kembali turun. Rekannya yang bernama Basir (58) menyambut kami.

Masih ada rute sepanjang 700 meter dari total 2,2 kilometer yang harus ditempuh dari pos tersebut. Sepasang muda-mudi dari Sindang Laut, Kabupaten Cirebon, Nunung Nurainingsih (22) dan Adi Priatna (23), berjalan di belakang kami.

”Rutenya menantang. Saya senang karena udaranya masih sejuk, dan bisa melihat pepohonan besar,” kata Nunung yang sudah empat kali ke Cilengkrang.

Kolam air panas

Setelah sampai di dasar lembah, kami pun menikmati pemandangan pohon-pohon raksasa di sekeliling kami. Di sana juga terdapat pos dengan Camhuri (81) sebagai penjaganya. Ia menjaga dua kolam air hangat dengan beberapa pengunjung yang berendam di dalamnya.

Pemandangan itu tentu saja sedikit kontras dengan lika-liku perjalanan menuju lembah itu karena tidak disangka ternyata di tengah hutan terdapat kolam berendam besar dengan kedalaman tidak lebih dari 100 sentimeter. Bentuknya pun tidak kalah dengan kolam air panas di hotel-hotel di Kuningan.

Hanya sekitar 30 meter dari lokasi kolam air panas itu terdapat tumpukan batu-batu besar, yang jika Anda melewatinya, Anda akan sampai di area air terjun setinggi 30 meter. Di musim kemarau, air terjun di Lembah Cilengkrang itu akan menjadi favorit pengunjung.

Namun, di musim hujan, kawasan itu terlarang bagi pengunjung sebab dikhawatirkan ada pohon roboh dari atas atau batu yang meluncur ke bawah dan melukai pengunjung. Saat hujan, pengunjung juga sangat tidak direkomendasi berada di area air terjun.

Dahulu, hanya air terjun itu yang menjadi andalan Lembah Cilengkrang. Sejak tahun 2010, warga berinisiatif menambah kolam air hangat, memanfaatkan dua cekungan di dekat air terjun itu yang airnya panas.

Avo Juhartono, pegiat lingkungan di Kuningan, ikut mencetuskan ide pengelolaan Lembah Cilengkrang. Lembah yang tahun 1960-an menjadi persembunyian gerombolan perampok itu, kini setiap Lebaran dan hari libur dikunjungi ratusan orang.

”Saat ini masyarakat hutan rentan naik kembali membabat hutan karena mereka kian miskin. Akses masuk hutan yang dibatasi pemerintah harus juga diimbangi dengan pemberdayaan ekonomi mereka,” kata Avo.

Beberapa fasilitas bisa dikembangkan dengan dukungan TNGC atau pemerintah daerah, misalnya penyediaan tempat penginapan, rumah makan, atau pusat oleh-oleh di dekat obyek wisata.

Tanaman jambu biji dan alpukat yang ada bisa dikembangkan dengan menjadikan kawasan itu sebagai sentra buah- buahan tropis di Kuningan.

Lembah Cilengkrang masih minim promosi. Fasilitas pariwisata yang masih terbatas menyembunyikan kecantikan lembah di Gunung Ciremai ini, sekaligus belum mampu mengangkat kesejahteraan warganya. (Rini Kustiasih)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com