Kegandrungan bangsawan Riau-Lingga atas produk sastra tulisan tidak hanya menghasilkan Bustanul Salatin dan Gurindam XII.
Pada 1888 dan 1889, di Daik diterbitkan buku yang menceritakan soal Napoleon Bonaparte dan Louis Napoleon. Buku-buku lain dengan aneka tema bahasan juga banyak diproduksi selama masa kejayaan kesultanan itu.
Sayang, Istana Damnah di Daik yang menjadi pusat inisiasi penerbitan buku-buku itu sudah musnah hampir seabad lalu. Ketika ibu kota Riau-Lingga dipindahkan ke Tanjung Pinang, Daik ditinggalkan begitu saja.
Istana yang tersisa dari kesultanan itu adalah Istana Kantor di Penyengat. Disebut Istana Kantor karena untuk pertama kali kesultanan menjalankan pemerintahan dari istana.
Sebelumnya, pemerintahan digulirkan dari bangunan lain tempat pejabat setara perdana menteri bekerja. Istana Kantor dipakai sebagai pusat pemerintahan pada 1844-2857.