Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ke Baduy, Sekali Lagi!

Kompas.com - 06/04/2016, 13:22 WIB

Pada perjalanan kali ini, ada satu pemandangan unik yang tak saya lihat pada enam tahun lalu. Ada durian di mana-mana. Ya, durian memenuhi Cikeusik! Beruntunglah masyarakat Baduy yang dianugerahi hutan durian! Di dalam hutan mereka nun jauh di sana, terdapat banyak sekali pohon durian.

Pohon-pohon durian yang ada di hutan Baduy memang tumbuh secara alami. Beruntung, pohon-pohon tersebut bisa tumbuh dengan subur sehingga dapat menghasilkan buah yang berkualitas.

Bulan Desember hingga Januari menjadi puncak musim panen durian di Baduy. Enggak heran, bila ke sana pada bulan tersebut, kita akan melihat tumpukan buah durian di mana-mana. Tumpukan durian sudah bisa kita lihat jauh sebelum kita tiba di daerah Baduy, seperti warung-warung pinggir jalan raya menuju kampung Baduy.

Mendekati kampung Baduy, kita bisa melihat kegiatan masyarakat yang sedang menyusun ratusan durian ke mobil bak terbuka ataupun truk. Terlebih, saat memasuki kampung Baduy, kita akan melihat masyarakat Baduy yang hilir mudik memikul durian untuk dijual.

Tak hanya itu, nyaris di setiap rumah masyarakat Baduy terdapat tumpukan durian.

Selama musim panen, durian di Baduy layaknya pempek di Palembang. Dari pagi hingga malam, durian menjadi camilan.

Selain durian matang, warga Baduy juga mengonsumsi durian mentah. Saya sempat mencoba durian mentah yang mereka makan. Teksturnya seperti salak, tetapi dengan rasa tawar. Tak hanya dimakan langsung, durian mentah juga bisa ditumis lantas dimakan bersama nasi panas. Enak!

Parenting ala Baduy

Kekhawatiran saya atas bayi yang tidak nyaman tinggal di Baduy betul-betul tak beralasan. Faktanya, setelah merasa cukup beradaptasi dengan mengamati lingkungan baru di sekitarnya, si bayi langsung wara-wiri. Ia asyik mengacak-acak somong [2] yang tertumpuk di nampah.

Saat diletakkan di tanah, ia pun asyik merangkak dan sesekali menyelinap di ladang sawah.

Tak hanya itu, ia juga semangat saat dimandikan di pancuran bambu yang airnya berasal dari mata air.

Si bayi juga senang bermain bersama cucu-cucu aki yang umurnya sebaya.

Melihat si bayi berinteraksi dengan bayi-bayi Baduy, saya pun tergerak untuk menanyakan perihal cara-cara keluarga Baduy dalam mengasuh anak-anaknya.

Tak mengenal rumah sakit, perempuan Baduy yang mau melahirkan akan memanggil paraji [3]. Buat mereka, nggak ada istilah melahirkan di bidan ataupun rumah sakit, hanya ada melahirkan dibantu paraji.

Demikian pula dengan cara lahiran, hanya ada satu cara yakni melahirkan secara normal. Saya sendiri bertanya-tanya, bagaimana dengan bayi atau ibu yang mengalami kondisi darurat, seperti bayi terlilit tali pusar, posisi bayi sungsang, atau ibu mengalami perdarahan.

"Ya...selama ini kalau (perempuan) melahirkan, enggak ada (kasus) yang aneh-aneh," jawab aki.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com