Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Resmi Sudah, Desa Nyambu Siap "Menjual" Alam...

Kompas.com - 29/04/2016, 23:08 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

 TABANAN, KOMPAS.com - Keelokan Pulau Dewata kerap dikaitkan dengan pantai yang tidak ada habisnya. Akan tetapi, siapa yang menyangka pematang sawah juga punya nilai jual yang sama?

Jawabannya datang dari salah satu desa di Tabanan, Bali, yaitu Desa Nyabu. Dengan proporsi 61 persen dari wilayahnya adalah pertanian, Jumat (29/4/216), desa tersebut dijadikan sebagai Kampung Wisata Ekologis.

"Hari ini Nyambu resmi dijadikan sebagai Desa Wisata Ekologis. Dengan kata lain, kami siap memanjakan wisatawan dengan seluruh potensi alam di desa ini, ujar Bupati Tabanan, Ni Putu Eka Wiryastuti, saat peluncuran Desa Wisata Ekologis Nyambu itu, Jumat.

Peresmian tersebut merupakan implementasi dari program Langgeng EcoTourism yang dicanangkan bersama oleh PT Langgeng Kreasi Jayaprima (LKJ), British Council, dan Yayasan Wisnu.

Tujuan dari program ini adalah mengoptimalkan kapasitas masyarakat agar dapat mengelola usaha pariwisata dan meningkatkan pendapatan mereka. Caranya lewat pengenalan potensi desa, kekayaan alam, potensi budaya, dan seni yang bisa dikelola masyarakat desa setempat.

"Saya ingat sekitar dua tahun lalu program tersebut baru ingin disuarakan. Lalu, saya ditanyakan pendapat desa mana yang bisa dijadikan contoh. Saya langsung bilang Desa Nyambu yang bisa dijadikan contoh," ungkap Eka.

Setelah itu, dilakukanlah pendekatan. Tak disangka, respons masyarakat cukup baik sehingga pembinaan bisa langsung dilakukan.

"Program ini sebenarnya memperkuat identitas budaya dan historis masyarakat Nyambu," ujar Chief Representative Diageo Adam Djokovic, di tempat yang sama.

Sejarah Bali memang terasa begitu kental di Desa Nyambu. Di sana masih terdapat pura dari zaman Bali mula atau kuno yang satu generasi dengan Kerajaan Kediri.

Dengan mengunjungi desa tersebut, wisatawan dapat melihat cerita perjalanan dan sejarah bali dalam satu desa. Namun, sebelum program tersebut dijalankan dan dikembangkan, ada proses yang panjang pula di baliknya.

"Menjual" alam

Dalam kurun waktu satu setengah tahun, ada tiga tahapan yang dilalui, yaitu persiapan, perencanaan, dan pengembangan.

"Di situ lah para mitra, masyarakat setempat, dan pemerintah lokal berkolaborasi melakukan pelatihan dna pembinaan," sambut Direktur British Council Indonesia Sally Goggin.

Dalam proses pembinaan, British Council berperan dalam peningkatan pengetahuan warga tentang bahasa Inggris. Selain itu, lembaga ini juga berkontribusi dalam pengembangan konsep ekowisata berbasis komunitas.

"Konsep ekowisata itu sejalan dengan apa yang menjadi cita-cita Presiden Joko Widodo karena cocok dengan program wisata berkelanjutan kalau binaannya tepat," tambah Goggin.

Saat ini, Desa nyambu memiliki 67 pura yang menyebar di area seluas 380 hektar. Selain mampu mempertahankan sebagian besar area pertanian, desa tersebut juga masih menyimpan 22 mata air.

Padahal, letaknya yang dekat dengan kota. Dengan kondisi demikian, biasanya lahan desa akan rawan dialihfungsikan sebagai pelengkap infrastruktur hotel dan tempat hiburan.

"Kalau sudah ada desa wisata, saya rasa alih fungsi lahan bisa diminimalisasi. Lagi pula kita tidak perlu banyak hotel. Rumah-rumah warga bisa dijadikan home stay. Ingat, yang kita jual adalah alam," tegas Eka.

Nantinya, setelah binaan dan pelatihan selesai dan masyarakatnya sudah siap, maka semua kegiatan ecotourism ini akan dikelola oleh warga secara swadaya. Adapun kegiatan wisata yang ditawarkan di Desa Nyambu, antara lain adalah kegiatan susur sawah, susur sungai, susur budaya, dan kegiatan melukis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com