Rumah besar itu memiliki enam kamar tidur, ditambah ruang keluarga, dapur, dan paviliun. Kamar mandi terpisah di bagian belakang sehingga tamu laki-laki yang hendak ke toilet tidak perlu masuk ke dalam rumah, tetapi lewat halaman samping rumah. Ini salah satu ciri rumah keturunan Arab dan Betawi masa lampau.
Jika tidak repot, Ny Sehun membuka pintu rumah untuk dikunjungi. Banyak perabot lawas, termasuk tempat tidur dan mebel.
”Menurut orangtua kami, kayu-kayu rumah ini direndam dulu selama satu tahun agar keras tidak dimakan rayap,” kata Ny Sehun yang juga mengaku kesulitan mempertahankan dan merawat rumah ini karena tidak ada dana.
Menurut Dewi Djukardi, penggiat Yayasan Roemah Kahoeripan, rumah-rumah tua di kawasan permukiman Arab Empang harusnya menjadi bangunan cagar budaya.
Bangunan atau rumah tua di Jalan Lolongok dan Jalan Sadane, rata-rata bercirikan arsitektur indisch dan tropis dengan atap genteng, jendela bovenlight, dan ventilasi udara panas.
”Sekarang bangunan seperti itu nyaris punah karena perkembangan tata kota dan kurangnya keberpihakan melestarikan bangunan-bangunan tua,” katanya.