MELBOURNE, KOMPAS.com – Udara sejuk pada suhu 16 derajat celcius berpadu dengan hangatnya sinar matahari pagi itu di kawasan St Kilda, Melbourne, Victoria, Australia, pada Mei 2016 lalu. Hijaunya rumput dan pepohonan salah satu taman terhampar di depan mata sejak turun dari trem di Stop 20 Shrine of Rememberance.
Dari stasiun trem ini, gerbang F dari Royal Botanic Gardens Melbourne bisa dicapai setelah berjalan sejauh 300 meter. Setelah memasuki gerbang berwarna coklat dan hitam itu, suasana yang asri menyambut. Pepohonan oak dan daunnya yang berguguran di rerumputan menjadi pemandangan sedap pagi itu.
Royal Botanic Gardens yang didirikan pada tahun 1846 berada di pusat kota Melbourne. Lokasinya hanya sekitar 1,8 km dari Federation Square. Maka tak heran, meski berada di hutan kota, pengunjung masih bisa melihat gedung-gedung pencakar langit menjulang di belakang pepohonan tinggi.
Tim Entwisle, Director and Chief Executive Royal Botanic Gardens Melbourne, mengatakan, bunga bangkai raksasa ini didatangkan dari Sumatera ke Melbourne pada tahun 2006.
Karena tidak bisa hidup di udara dingin, tanaman ini menerima perlakuan khusus. Pengelola merawatnya di dalam rumah kaca atau Tropical Glass House di sebelah selatan kebun raya bersama dengan tanaman-tanaman dari negara-negara beriklim tropis lainnya, seperti Sansevieria metallica dari Afrika dan Ylang-ylang atau Cananga odorata yang biasa hidup di Indonesia, Malaysia dan Filipina.
"Tanaman ini harus selalu berada di udara yang hangat dan lembab, padahal di Melbourne, udaranya kering dan saat ini sedang dingin. Oleh karena itu, tanaman ini harus selalu berada di ruangan," ujar Tim pada akhir Mei 2016.
Menurut Tim, bunga yang hanya mekar satu tahun sekali itu pertama kali mekar pada tanggal 25 Desember 2012 dan sudah beberapa kali mekar, biasanya pada akhir tahun. Sayangnya, pada saat kunjungan di akhir Mei 2016 lalu, bunga ini sedang tidak mekar.
Siang itu, rombongan anak-anak usia pre-school sedang berada di Tropical Glass House di kebun raya ini. Mereka terus bertanya mengenai tanaman-tanaman yang mereka lewati di ruangan bersuhu hangat itu, termasuk titan arum yang tinggi menjulang.
Konservasi dan relaksasi
Lokasinya yang berada di pusat kota menjadikan Royal Botanic Gardens menjadi mudah dikunjungi oleh warga dari berbagai penjuru Melbourne. Tak harus berkeliling, pengunjung tinggal memilih titik-titik yang dikehendaki untuk sekadar duduk-duduk, sambil membaca buku atau mengobrol misalnya.
Pengelola memang menyediakan kursi-kursi taman di berbagai sudut agar pengunjung bisa menyesap keindahan tanaman di berbagai penjuru taman.
Bagi yang mau berjalan santai berkeliling, waktu seharian tak kan cukup karena luasnya kebun raya ini. Meski demikian, jalur untuk berjalan sangat rapi dan teratur. Bahkan di luar kebun raya ini, disediakan jalur khusus untuk warga yang ingin jogging.
Tak ada biaya yang dipungut untuk menikmati kebun raya ini alias gratis. Pengunjung bisa datang mulai dari pukul 07.30 waktu setempat hingga waktu matahari terbenam.
“Setiap tahunnya ada lebih dari 1 juta orang yang datang," ucap Tim.
Di kebun raya ini, tak hanya ada lapangan rumput dan pepohonan. Ada pula danau dan rumah-rumah mungil tempat beristirahat yang bisa dikunjungi tanpa biaya.
Berbagai macam burung dan unggas asli Australia hidup bebas di taman ini, mulai dari angsa hitam, superb fairy wren, nuri eastern rosella, kakatua jambul kuning hingga Australian reed warbler.
Tanaman-tanaman yang dirawat di kebun raya ini lalu dikelompokkan menurut tempat asalnya, misalnya ada area khusus Southern Africa Collection, Southwest Pacific Collection, New Zealand Collection, Southern China Collection dan California Garden.
Selain itu, ada pula yang dikelompokkan berdasarkan jenisnya, seperti di area koleksi bamboo, palem-paleman, kayu putih dan rempah-rempah.
“Ini sangat indah. Karena di kebun rempah-rempah, kita bisa memetik rempah yang kita sukai. Kita juga bisa melihat tanaman dari berbagai negara di sini,” ujar seorang turis asal Belanda yang sedang berkeliling di kebun raya ini.
Di sebelah tenggara, terdapat Guilfoyle’s Volcano, taman yang dibentuk berundak-undak menyerupai gunung api. Bagian yang menyerupai kawahnya diisi dengan air dan ditumbuhi sejumlah tanaman air, sebagian disebut floating island karena mengapung. Sementara itu, di setiap undakannya terdapat berbagai tanaman hias, seperti berbagai macam kaktus.
“Gunung api ini untuk tempat menyimpan cadangan air,” kata seorang pemandu.
Dari puncak gunung api buatan ini pula, pengunjung bisa menikmati pemandangan gedung pencakar langit dan pucuk pohon dalam arah sejajar mata. Ini membuat setiap pengunjung menyadari bahwa mereka tidak sedang berada di belantara antah-berantah. Mereka masih berada di tengah kota.
(Tulisan ini merupakan bagian dari program "Jelajah Australia 2016". Kompas.com telah meliput ke berbagai pelosok Australia pada rentang 14 Mei - 15 Juni 2016 atas undangan ABC Australia Plus. Di luar tulisan ini, masih ada artikel menarik lainnya yang telah disiapkan terbit pada Juli hingga akhir Agustus 2016. Anda bisa mengikuti artikel lainnya di Topik Pilihan "Jelajah Australia 2016".)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.