Berlimpahnya hasil laut membuat masyarakat tidak mengenal waktu untuk menangkap ikan. Asal mau dan kuat, mereka tinggal bersampan ke tengah laut untuk menangkap ikan.
Perahu penduduk biasanya berupa batang pohon yang tengahnya telah diberi cekungan. Untuk menjaga kesimbangan agar tidak oleng diterpa ombak mereka menggunakan sempang (cadik).
Lumba-lumba
Selain menangkap ikan, penduduk Kepulauan Padaido menggantungkan hidupnya dengan membuat kopra. Kopra adalah bahan baku untuk membuat minyak goreng.
Pengolahan kopra masih dikerjakan dengan sederhana. Setelah buah kelapa dibelah dan dagingnya diambil, lalu dikeringkan dengan cara dijemur atau diasapi.
Belum banyak wisatawan yang mendatangi kepulauan ini. Selain belum banyak yang tahu, sarana transportasi masih terbatas. Hanya mengandalkan penyewaan perahu bermotor. Tempat tinggal pun masih mengandalkan rumah penduduk.
“Tempat kami tidak kalah dengan Bali atau Raja Ampat. Maka kami sedang menyiapkan untuk turis-turis datang,” ujar Emanuel Sarakan, Kepala Kampung Samberpasi.
Salah satu yang menjadi tujuan wisatawan barat adalah Pulau Runi. Pulau ini tidak ada penduduknya.
“Pulau Runi dikelilingi oleh karang-karang. Pantainya ditutupi pasir putih. Di tengah-tengahnya telaga berwarna biru. Orang barat suka ke tempat ini. Arah utaranya sudah Samudera Pasifik,” ujar Robert Rumaropen, Kepala Distrik Aimando.
Aimando adalah salah satu distrik di Kepulauan Padaido. Distrik lainnya adalah Padaido. Distrik adalah wilayah setingkat kecamatan.
Ucapan Emanuel dan Robert bukan sekedar kata-kata kosong. Turis dari Australia kerap datang untuk menyelam guna menikmati keindahan terumbu karang di kepulauan ini. Mereka juga melihat burung-burung yang berkembang biak dengan bebas.
Untuk melihat lumba-lumba seperti di Pantai Lovina, Bali bukan perkara sulit di sini. Kalau di pulau dewata itu wisatawan harus ke tengah laut pada saat matahari belum bersinar untuk melihat lumba-lumba.
Di Kepulauan Padaido, lumba-lumba muncul sewaktu-waktu untuk mengiringi nelayan yang melaut. Lumba-lumba tidak ditangkap oleh penduduk setempat karena mamalia laut itu dianggap nenek moyang penduduk setempat.
Menurut mitos yang berkembang dalam cerita rakyat, dahulu datang seorang malaikat di Pulau Saribra. Pada saat itu masyarakat belum mengenal api. Dia mendarat di tempat yang bernama Inek.