JIKA Anda ke Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, jangan sampai melewatkan kesempatan langka menyantap mangut beong, masakan khas tepian Kali Progo. Gurihnya ikan air tawar ukuran jumbo yang direndam bumbu "ndeso" super pedas bikin Anda ngoceh "huh-hah" terus-terusan.
Nama beong mungkin asing di telinga sebagian orang. Ikan air tawar ini endemis di Kali Progo yang berhulu di sekitar Gunung Sindoro. Ikan beong bernama latin Mystus nemurus. Berwarna hitam, memiliki tiga patil, dan "kumis" melintang panjang khas ikan lele. Lucunya, ekornya mirip bandeng.
Kendati habitat aslinya di Sungai Progo, tidak banyak warung makan setempat menyajikan menu ikan beong sebagai andalan. Sebab, setelah populasinya menurun beberapa tahun terakhir, ikan ini banyak dibudidayakan dan dijual dengan harga cukup mahal di pasar-pasar.
(BACA: Lele Goreng Sudah Biasa, Istana Lele Sajikan Lele Bakar Organik)
Salah satu warung yang setia menyajikan menu langka ini adalah Warung Sehati Selera Pedas di Desa Kembanglimus, Kecamatan Borobudur.
Warung ini berada sekitar 4 kilometer sebelah barat candi, tidak jauh dari jalan utama menuju Kecamatan Salaman, Magelang. Satu arah menuju obyek wisata Bukit Rhema atau sering disebut Gereja Ayam, yang kini populer sejak muncul di film Ada Apa Dengan Cinta2?.
Siang itu, pertengahan Juni, di tengah terik matahari yang menyengat, perut mulai keroncongan setelah seharian berjalan-jalan. Penasaran dengan ikan beong, kami sepakat menjajalnya.
(BACA: Mangut Belut dari Warung PWS, Nikmatnya Sampai ke Tulang)
Hal istimewa pertama dari ikan ini adalah ukurannya yang jumbo. Kepalanya saja bisa sebesar piring makan berukuran sedang. Kira-kira 10 sentimeter panjangnya.
Menu spesial di Warung Sehati memang kepala ikan, tapi bagi yang tidak terlalu suka, Anda bisa memilih bagian lain, seperti badan dan ekor.
Beberapa saat kemudian, tiga piring mangut beong dan nasi hangat tersaji. Kuah mangut warna merah sungguh mengundang selera. Begitu satu suapan, blaar... rasa pedas tiba-tiba meledak menerpa rongga mulut. Pedasnya merasuk hingga daging ikan.
Bumbu "ndeso"
"Ssssss... haaahhhhh." Hanya sepenggal bunyi itu yang bisa keluar dari mulut saat menyantap mangut beong. Sungguh cocok bagi penggemar pedas.
Anda akan kesulitan berkata-kata karena rasa pedas terasa di seluruh rongga mulut hingga perut, membuat si penyantap hanya bisa mengerjapkan mata dengan wajah merah padam.
Sebagai penetral, Anda bisa mengudap urap ndeso. Cacahan sayuran kubis dan mentimun dengan parutan kelapa cukup ampuh mendinginkan sejenak lidah yang digempur rasa pedas. Jika beruntung dan sedang musimnya, semangkuk es durian segar menjadi penyempurna santap Anda.
Jangan pula khawatir, bagi Anda yang kurang gemar pedas, warung ini punya alternatif lain, yaitu beong santan gurih. Ada juga ayam bacem, wader goreng, dan beberapa tumis sayur lain.
Namun, tetap saja beong pedas jadi bintang utama. Cita rasanya unik. Ukurannya yang jumbo dibandingkan ikan air tawar kebanyakan membuat ikan ini memiliki daging yang tebal dan empuk. Dagingnya pun lebih gurih dan tidak terlalu amis dibandingkan ikan sejenis seperti lele.
"Pedas banget, tapi ada rasa segar-segarnya, apalagi kalau bagian kepala. Daging di sela-sela tulang kepalanya bisa diseruput," ucap Hari Sulistyo (33), warga Muntilan, pengunjung setia Warung Makan Sehati.
Pedasnya mangut beong memang tidak main-main. Menurut Istiqomah (36), pemilik warung, untuk menyajikan rasa pedas maksimal di hidangannya, saban hari dia menghabiskan 10 kilogram cabai rawit merah, atau yang juga biasa disebut cabai rawit setan oleh warga setempat.
Awalnya, cabai dipotong-potong dan ditumis bersama dengan daun salam dan serai dalam satu wajan. Cabai sengaja dipotong dan tidak dihaluskan supaya pelanggan yang tidak terlalu suka pedas dapat menyisihkan sebagian cabainya.
Sementara ikan beong digoreng dulu hingga garing. Baru setelahnya, bumbu mangut dibuat dari racikan bawang merah, bawang putih, kunyit, ketumbar, dan lengkuas.
"Segitu saja pasti sudah pedas banget," ujarnya.
Selain pedas di lidah, kuah mangut pun harum tercium di hidung. Aroma itu tercipta dari daun serai dan salam yang dimasukkan saat merebus kuah. Tambahan tomat dan bawang putih menambah masakan semakin segar.
Setelah kuah siap, ikan beong yang sudah digoreng garing pun dimasukkan ke rebusan kuah selama beberapa saat sebelum dihidangkan. Santan air parutan kelapa pun ditambahkan dalam kuah setelah mendidih. Cara ini membuat bumbu mangut begitu meresap dalam daging ikan. Juga agar daging lebih empuk.
Pasokan beong
Murni (53), ibu Istiqomah, merintis warung ini sekitar 1998. Awalnya, dia menjual soto ayam dan babat. Dalam perkembangan, dia juga memasak aneka menu lain, salah satunya mangut lele.
Suatu hari, sekitar tahun 2000, ada pemancing menawarkan ikan beong hasil pancingannya. Ikan itu lalu ia coba olah dengan bumbu mangut lele. Hasilnya luar biasa. Ternyata banyak pelanggan menyukai menu baru itu.
"Karena awalnya hanya ditawarkan sebagai menu pelengkap, waktu itu kami hanya memasak 5 kg beong per hari," ujarnya.
Seiring waktu, peminat mangut beong terus meningkat. Murni semakin kerepotan menghadapi banyaknya pembeli. Dia lalu meminta Istiqomah yang awalnya bekerja di pabrik ikut membantunya.
Kini, setiap hari, Murni mesti menyediakan 70-80 kg beong sebagai bahan baku. Pada libur Lebaran, permintaan juga semakin melejit hingga mencapai 1 kuintal beong per hari! Mereka memiliki para pemasok yang setiap hari rutin mencari ikan beong ke sungai-sungai.
Kebanyakan penikmat beong di warung ini para wisatawan yang selesai berjalan-jalan di kompleks Candi Borobudur, Punthuk Setumbu, atau Bukit Rhema. Bahkan sudah mulai banyak wisatawan asing, antara lain dari Thailand dan Singapura, yang ketagihan citarasa pedas mangut beong.
Murni juga bisa menyediakan masakan untuk rombongan asal memesan jauh hari sebelumnya. Maklum, ketersediaan ikan beong tergantung musim. Saat tidak musim, sangat sulit mencarinya ke pasar bahkan ke pemancing tradisional sekali pun.
Jadi, jika Anda berkunjung ke Borobudur, jangan dulu buru-buru beranjak usai mengelilingi kawasan candi atau menikmati matahari terbit di Punthuk Setumbu.
Cicipi dulu mangut beong Kembanglimus. Dan bersiaplah untuk menikmati sensasi rasa pedes yang melipat-lipat lidah.... (Gregorius M Finesso/Regina Rukmorini)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Agustus 2016, di halaman 31 dengan judul "Mangut Beong yang Melipat Lidah".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.