Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Temukan Kedamaian di Pastofiri dan Babua

Kompas.com - 20/11/2016, 16:10 WIB

PULAU Pastofiri dan Pulau Babua seperti menyembul di tengah teduhnya perairan Teluk Jailolo yang membingkai sisi barat Pulau Halmahera, Provinsi Maluku Utara.

Berdiri di mulut teluk, dua pulau karang mungil itu serasa menyapa setiap orang yang berkunjung ke Jailolo, destinasi wisata baru incaran pemburu pesona Nusantara. Sajian daratan dan keindahan bawah air dijamin mendamaikan hati.

Dua pulau tak berpenduduk itu berjejer di antara Kota Ternate di Pulau Ternate dan Jailolo, ibu kota Kabupaten Halmahera Barat, di Pulau Halmahera. Jarak Ternate dan Jailolo lebih kurang 18 mil laut (33,3 kilometer).

Jika dihitung dari Ternate, Pastofiri berjarak sekitar 10 mil laut (18,5 km), sedangkan Babua 15 mil laut (27,7 km). Sebaliknya, dari Jailolo, Pastofiri berjarak sekitar 8 mil laut (14,8 km), sedangkan Babua 3 mil laut (5,5 km).

Pastofiri dengan luas tidak lebih dari 1 hektar dibingkai karang putih. Dalam bahasa setempat, Pastofiri berarti karang sendiri. Bisa pula diterjemahkan sebagai daratan mungil yang berdiri sendiri di tengah kepungan air laut. Begitu dikisahkan Ramly Halim (28), warga Jailolo yang berkunjung ke Pastofiri, medio Oktober lalu.

Jika perairan sedang teduh, di Pastofiri hanya terdengar riak air laut yang menyapu pelan permukaan karang sekali-sekali dalam belasan detik. Angin pun berembus perlahan. Ketenangan dan keheningan yang disajikan Pastofiri menjadi alasan bagi para Sultan Jailolo untuk beristirahat.

Air laut yang mengelilingi Pastofiri bening membuat sorot matahari menembus hingga ke dasar laut pada ke dalaman di bawah delapan meter. Saat mengitari pulau dengan keliling tidak lebih dari 150 meter itu dengan perahu motor, tampak terumbu karang dan berbagai jenis ikan. Biru-beningnya air menggoda pengunjung melakukan selam dasar atau sekadar selam permukaan air.

Apabila terik menerpa, pengunjung bisa berteduh di gazebo yang dibangun Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat. Beberapa jenis vegetasi tumbuh besar sehingga membuat suasana semakin asri.

Saat ini telah tumbuh 60 pohon mangrove, 1 ketapang, dan 2 pohon kelapa. Banyak yang tingginya sudah lebih dari 1,5 meter. Pada malam hari, Pastofiri ramai dengan para nelayan. Ketika ombak berkecamuk, Pastofiri menjadi tameng. Nelayan merapatkan perahu motor ke tambatan perahu beton.

Terus berkurang

Ramly mengatakan, Pulau Pastofiri terus tergerus ombak sehingga ukurannya semakin kecil. Bahkan, gazebo di tengah pulau selalu terendam saat air laut pasang. Daratan tertinggi tidak lebih dari 2 meter di atas permukaan laut.

”Tahun 1992, panjang keliling Pastofiri masih sekitar 400 meter. Perlu dibangun penahan di sisi pulau yang jadi celah masuknya air laut. Jangan sampai pulau itu terus mengecil dan pada akhirnya tinggal nama,” katanya.

Sementara Pulau Babua menawarkan wisata religius. Di pulau dengan luas hampir sama seperti Pastofiri itu terdapat makam keramat yang oleh warga setempat dinamakan jere. Babua yang terbentuk dari karang hitam dengan tinggi belasan meter diyakini menjadi tempat bersemayam para leluhur Jailolo yang dianggap sebagai kaum aulia.

Para tokoh adat dan agama Jailolo biasanya menggelar ritual di pulau itu untuk memohon kesuksesan terlaksananya Festival Teluk Jailolo, hajatan yang rutin digelar setiap tahun sejak 2009. Sudah dibangun dua gazebo di pulau yang rimbun dengan mangrove itu. Seperti Pastofiri, Babua juga menawarkan keindahan bawah air dengan beberapa tempat selam.

Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Pariwisata pada Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, Olahraga, dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Halmahera Barat Nur Rahmiani Achmad mengatakan, ada beberapa titik di sekitar Pastofiri dan Babua yang menjadi pilihan para penyelam. Dasar laut menyuguhkan terumbu karang indah dan beberapa jenis ikan yang masih diidentifikasi namanya.

Keindahan dua pulau, termasuk bawah air, sering dipromosikan. Bahkan, pernah diadakan lomba pengambilan video bawah laut tingkat nasional. Grup band Slank, Noah, dan mantan Putri Indonesia Nadine Chandrawinata pernah mengunjungi dua pulau itu. Nadine bahkan berulang kali menyelam di Teluk Jailolo.

Untuk mencapai dua pulau dari Jailolo, pengunjung menyewa perahu motor berkapasitas lebih dari 20 orang dengan harga sekitar Rp 600.000. Jika datang bersama rombongan, tentu akan lebih mudah. Jailolo dijangkau dari Ternate, pintu masuk terbesar ke Maluku Utara, dengan perahu motor cepat dalam tempo sekitar satu jam. Tarif per orang Rp 50.000.

Bupati Halmahera Barat Danny Missy mengatakan, pariwisata menjadi salah satu sektor andalan daerah itu. Sejak Festival Teluk Jailolo pada 2009, kultur pariwisata di kalangan masyarakat telah tumbuh. Penginapan dan rumah tingggal bertambah. ”Keramahan dalam pelayanan adalah kuncinya,” kata Danny.

Barangkali yang perlu diperhatikan saat ini adalah penataan dan pemeliharaan obyek wisata. Di Pastofiri dan Babua misalnya, sampah masih berserakan. Gezebo dan kamar mandi tidak terawat. Pengembangan pariwisata memang butuh totalitas, termasuk memperhatikan kebersihan obyek wisata. (FRANS PATI HERIN)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 18 November 2016, di halaman 23 dengan judul "Temukan Kedamaian di Pastofiri dan Babua".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com