Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mi Aceh Kosmopolitan

Kompas.com - 25/11/2016, 07:14 WIB

PENYUKA mi aceh garis keras bisa jadi akan kaget dengan cita rasa baru yang muncul dari mie-gyu. Ini mi aceh dengan daging wagyu empuk berbumbu yang disajikan dalam satu piring yang sama.

Namun, bagi lidah-lidah warga Jakarta yang kosmopolitan, mie-gyu adalah pengalaman rasa baru yang dengan pas memadukan cita rasa tradisional dan modern tanpa saling mendominasi.

Ingatan akan mi aceh yang sederhana runtuh seketika saat sepiring mie-gyu dengan potongan daging wagyu kecoklatan yang tampak menggunung disajikan di depan mata.

Taburan bawang goreng, acar bawang merah, kacang tanah goreng, potongan ketimun segar, dan taburan daun kari melengkapi penampilan mie-gyu yang cantik, menggoda untuk segera disantap hingga tandas.

Harapan untuk mencicipi cita rasa mi aceh yang pekat dan kaya rempah pun lenyap kala potongan daging wagyu yang pertama dicomot lumat di dalam mulut.

Teksturnya yang lembut dengan cita rasa berbumbu terasa lamat-lamat mengantarkan pada gundukan mi aceh yang ajaibnya, ketika disendokkan ke dalam mulut, tak menghadirkan rasa bumbu yang pekat khas mi aceh tradisional kebanyakan. Ringan, namun tak kehilangan cita rasa.

Ada rasa pedas yang menyeruak dari lada, tetapi tak terlalu menyiksa lidah. Berbeda dengan rasa pedas cabai yang kerap meninggalkan sensasi pedas berlebihan, yang tak cocok bagi orang-orang yang bukan penyuka pedas.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Bahan toping miegyu
Paduan mi dan daging wagyu marble 9+ itu memberi sensasi rasa baru yang lebih halus, tetapi tetap mampu memberi jejak kesedapan yang dalam. Mie-gyu makin sempurna dengan tambahan kacang tanah goreng dan acar bawang merah yang segar, mengimbangi cita rasa mie-gyu yang gurih berbumbu.

Dua tahun

Mie-gyu jelas memberikan pengalaman rasa baru. Meski demikian, cita rasanya yang tradisional tetap terjaga dengan paduan cita rasa modern sebagai strategi agar lebih mudah diterima oleh lidah-lidah kosmopolitan warga Jakarta.

Bagi Zulkarnaini Dahlan, sosok di belakang kehadiran mie-gyu, bukan perkara mudah menyajikan mi aceh dengan racikan gaya dan cita rasa baru seperti itu. Zulkarnaini bahkan menghabiskan waktu selama dua tahun untuk meriset kelayakan rasanya sebelum memperkenalkan mie-gyu kepada khalayak Jakarta.

Ide awalnya muncul setelah Zulkarnaini mengikuti kompetisi memasak di salah satu televisi swasta di Jakarta. Zulkarnaini, chef asal Aceh yang selama 16 tahun malang-melintang di dunia kuliner khususnya Perancis ini, merasa tertantang untuk mengeksplorasi kekayaan rempah Tanah Air.

Sebagai putra Aceh, dia tertantang untuk mengangkat derajat mi aceh yang selama ini selalu dianggap sebagai makanan kebanyakan dan tak pernah naik kelas. Padahal, mi aceh merupakan salah satu jenis makanan yang sangat merepresentasikan Aceh.

”Sepuluh tahun lalu mi aceh enggak ada di Jakarta. Tapi sekarang ada di mana-mana di Jakarta. Nah, saya ingin menaikkan mi aceh. Akhirnya saya sandingkan dengan wagyu,” tutur Zulkarnaini, Senin (7/11/2016), di markas mie-gyu di Dapur Blok M, kawasan Melawai, Jakarta Selatan. Mie-gyu melambangkan paduan antara mi dan gyu (wagyu) yang berarti mi daging.

Tak tanggung-tanggung, Zulkarnaini sengaja menggunakan wagyu kualitas atas, yaitu marble 9+ untuk disandingkan dalam mi aceh racikannya. Dengan begitu, lidah kosmopolitan warga Jakarta mendapatkan daging kualitas terbaik yang pantas mereka nikmati bersama mi aceh racikan baru tersebut.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Zulkarnain Dahlan, pemilik sekaligus chef mie-gyu memasak mie-gyu original (kuah).
Zulkarnaini mengadopsi versi asli mi aceh yang sebagian menggunakan daging sapi meskipun hanya dalam potongan-potongan kecil. Di tangannya, daging wagyu marble 9+ itu, sebelum dipanggang, diproses menggunakan alat khusus selama sekitar 4 jam dalam suhu tertentu sehingga tingkat kematangan yang dihasilkan sangat konsisten (teknik sous-vide). Bumbu-bumbunya meresap sempurna, dagingnya pun tetap bersari dengan warna kemerahan yang sempurna.

”Bumbunya kami bikin sendiri. Enggak bisa dibilang dikurangi atau ditambah karena ini our own mixer, mi aceh biasa enggak kayak begini. Bumbunya menjadi lebih simpel meskipun bumbu kering yang dipakai ada 27 jenis,” tutur Zulkarnaini.

Sebagaimana bahan baku utama mi dan daging wagyu yang digunakan, Zulkarnaini juga sangat memperhatikan kualitas bumbu yang digunakan. Dia memberi perlakuan khusus untuk bumbu-bumbunya tersebut, seperti keluwek dan cabai kering yang selalu dicuci bersih agar menghasilkan kualitas terbaik.

Dia juga mendatangkan bumbu khusus yang hanya bisa diperoleh di Aceh. Salah satunya adalah kaskas yang juga banyak digunakan di resep-resep masakan India.

”Karena ini spesial, wagyu-nya dari rasa dagingnya sendiri, maka mie-gyu ini dibuat enggak pedas. Wagyu yang sudah bercita rasa kalau dihajar pedas kalah. Makanya, dibikin pedasnya pakai lada saja,” kata Zulkarnaini, yang bahu-membahu bersama sang istri, Dara, mengelola mie-gyu. Selain mie-gyu versi tumis dengan kuahnya ”nyemek-nyemek”, ada juga mie-gyu versi goreng.

Es timun serut

Sejauh ini, mie-gyu diterima warga Jakarta dengan baik. Begitu pula konsumen-konsumen asing seperti dari Korea, Jerman, Perancis, dan Tiongkok. ”Orang Jepang kebanyakan kaget dengan wagyunya. Namun, karena di menu mereka juga ada katsu yang disajikan dengan kari, mereka bisa menerima juga,” kata Zulkarnaini.

Sebagai penyeimbang, mie-gyu paling pas dinikmati bersama es timun serut raspberry yang juga merupakan salah satu minuman Aceh yang sangat populer. Es timun serut ini biasa dinikmati warga Aceh sebagai minuman di kala buka puasa.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA Dapur Blok M Jakarta, salah satu outlet yang menyediakan masakan Aceh, mie-gyu.
”Saya kalau minum ini tutup mata karena rasa itu, kan, me-recall memori. Tapi ini juga saya dekonstruksi lagi supaya lebih menarik. Kalau biasanya dikasih gula putih, ini saya kasih sirup raspberry. Sirupnya pun sangat terkenal di Aceh, namanya sirup Kurnia,” kata Zulkarnaini.

Mie-gyu dan es timun serut menjadi duet rasa yang sempurna. Jejak kelezatan mie-gyu, digenapi kesegaran es timun serut yang legendaris, menghadirkan pengalaman rasa baru yang tak terlupa.

Di tangan Zulkarnaini, menu asli Indonesia yang didekonstruksi nyatanya sanggup tampil dengan citranya yang baru agar makin diterima lidah-lidah warga Jakarta yang kosmopolitan. (DWI AS SETIANINGSIH)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 20 November 2016, di halaman 31 dengan judul "Mi Aceh Kosmopolitan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com