Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keamanan Pangan dalam Industri Pariwisata

Kompas.com - 09/12/2016, 20:48 WIB

PEMERINTAH telah menetapkan pariwisata sebagai motor penggerak perekonomian negara, dengan target wisatawan mancanegara (wisman) 20 juta orang di tahun 2019.

Besarnya target wisman, menuntut kesiapan banyak hal mulai dari infrastruktur, tempat tujuan wisata, jaminan keamanan, hingga sumber daya manusia. Seiring dengan meningkatnya industri pariwisata, keamanan pangan menjadi bagian yang kian menuntut perhatian serius.

Jumlah wisman yang datang berkunjung ke Indonesia tumbuh lebih dari 30 persen dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan data BPS, jumlah wisman yang tercatat masuk ke Indonesia mencapai lebih dari 9 juta orang (2014), mayoritas berasal dari Asia.

Terbanyak adalah wisatawan dari Singapura, Malaysia, dan Australia. Bila dilihat asal negara, wisman dari RRC pertumbuhannya paling tinggi (97,45 persen) dibanding dari negara-negara lain.

Rata-rata lama tinggal wisman adalah 7,66 hari (2014). Pengeluaran rata-rata wisman per kunjungan di Indonesia (2014) sebesar 1.183,43 dollar AS, sebagian besar untuk akomodasi dan makanan-minuman (64,15 persen). Semakin lama tinggal dan semakin banyak wisatawan membelanjakan uangnya, semakin bergerak perekonomian di daerah yang dikunjungi.

Faktor keamanan merupakan hal sangat penting dalam kepariwisataan, bukan hanya keamanan dalam kaitannya dengan konflik politik, tetapi juga bencana alam dan keamanan pangan.

Makanan-minuman merupakan kebutuhan pokok dan menjadi pos pengeluaran terbesar kedua setelah akomodasi. Dengan demikian, perkembangan kepariwisataan akan berpengaruh terhadap perkembangan usaha makanan-minuman.

KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH Proses pembuatan Kuah Beulangong, makanan khas Aceh yang disajikan gratis dalam Festival Kopi dan Kuliner Aceh 2016 di Banda Aceh, Aceh, Rabu (11/5/2016). Pemerintah Provinsi Aceh bersama Pemerintah Kota Banda Aceh menyelenggarakan Festival Kopi dan Kuliner Aceh 2016 pada 10-12 Mei 2016 untuk semakin memperkenalkan kopi dan kuliner Aceh ke wisatawan.
Perkembangan usaha makanan-minuman

Seiring dengan perkembangan pariwisata, usaha di bidang makanan-minuman juga berkembang pesat. Pada Triwulan II -2016 misalnya, dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya pertumbuhan industri makanan dan minuman mencapai 8,22 persen.

Pada periode yang sama, kontribusi industri makanan-minuman terhadap PDB sektor industri manufaktur non-migas juga tumbuh 33,27 persen.

Pada tahun 2013 terdapat 2.269 usaha restoran/rumah makan di Indonesia berskala menengah-besar, 27,91 persen di antaranya tidak berbadan hukum, dan 72,88 persen dari jumlah tersebut merupakan restoran non-waralaba.

Rata-rata pendapatan per tahun restoran menengah-besar itu mencapai lebih dari 4 miliar rupiah, umumnya (72,74 persen) berpendapatan antara 1 sampai kurang 5 miliar rupiah per tahun. Data tersebut belum termasuk usaha katering, yang saat ini tidak hanya terdapat di kota besar tetapi juga di desa.

Di luar itu, terbanyak adalah usaha makanan-minuman skala Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM selama ini bahkan menyumbang sekitar 60 persen PDB.

Keamanan makanan

Pengolahan bahan pangan menjadi makanan siap konsumsi memiliki mata rantai yang cukup panjang, mulai dari produksi bahan baku hingga pendistribusian makanan siap konsumsi.

Setiap tahap berpotensi mencemarkan bahan pangan dan makanan-minuman yang dihasilkan. Penyediaan makanan-minuman yang berbahaya bagi kesehatan akan berpengaruh buruk terhadap kepariwisataan.

Kasus keracunan makanan masih banyak terjadi di berbagai daerah di Indonesia, karena masih rendahnya mutu pengawasan produksi olahan pangan.

KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA Mukhlas Ariesta (kanan) menyiapkan sajian puyuh ungkep untuk pelanggan di warung makan puyuh ungkep miliknya di Desa Beku, Kecamatan Karanganom, Klaten, Jawa Tengah, Kamis (28/1/2016). Mukhlas berhasil mengembangkan usaha kuliner puyuh ungkep yang dia rintis saat menjadi mahasiswa Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Solo dengan modal awal yang diperoleh dari Program Mahasiswa Wirausaha.
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), selama periode 2010-2014 angka keracunan makanan di Indonesia mencapai 1.218 kasus. Catatan berdasarkan laporan masyarakat dan pemberitaan, kasus keracunan berawal dari konsumsi terhadap makanan rumah tangga, makanan katering, jajanan pasar dan sekolah.

Dari Survei Konsumsi Makanan Individu (SKMI) pada 2014, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) menemukan fakta bahwa setiap tahun ada sekitar 200 laporan kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan di Indonesia.

Pada awal tahun 2016 di Sukabumi terjadi 4 kasus keracunan makanan dengan jumlah korban lebih dari seratus orang, seorang di antaranya meninggal dunia.

Pada tahun sebelumnya (2015) keracunan makanan di daerah tersebut mencapai 16 kasus, dan menempatkan Kabupaten Sukabumi sebagai yang tertinggi di Indonesia dalam jumlah kasus keracunan makanan.

Hingga Juni 2016 di Indonesia tercatat 60 kasus keracunan makanan dengan jumlah korban 4.282 orang, 32 orang di antaranya meninggal dunia. Jumlah korban keracunan setengah tahun ini hampir menyamai jumlah korban keracunan tahun 2015 (5761 korban, 31 orang di antaranya meninggal).

Oktober 2016, artis Sissy Priscillia berbagi cerita lewat akun instagramnya, bahwa ia keracunan setelah menyantap masakan di sebuah restoran di Jakarta. Marc Marquez, pembalap motor asal Spanyol, pernah diberitakan mengalami gastroenteritis setelah menyantap makanan tertentu di Indonesia.

Gastroenteritis adalah kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada saluran pencernaan (lambung dan usus halus), sehingga mengakibatkan kombinasi diare, muntah, sakit dan kejang perut.

Awal Juli 2016 bek andalan Manchester United, Chris Smalling, keracunan makanan saat berlibur di Bali. Ia sempat pingsan dan dirawat di rumah sakit.

KOMPAS/KRIS RAZIANTO MADA Para pekerja gerai Soto Gading menyiapkan pesanan pembeli di salah satu tujuan wisata kuliner populer di Solo, Jawa Tengah, Minggu (17/7/2016).
Menurut hasil pemetaan kasus keracunan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Bali masuk lima besar kasus keracunan yang terjadi di Indonesia selama 2010-2015. Padahal Bali merupakan daya tarik utama bagi wisman yang berkunjung ke Indonesia.

Kenyataan tersebut merefleksikan sistem keamanan pangan di Indonesia belum sepenuhnya terjaga. Untuk menjamin keamanan makanan, pemerintah perlu lebih gencar dan ketat mengawasi setiap tahap pengadaannya, sekaligus melakukan pembelajaran tentang keamanan pangan.

Wisata Kuliner

Dalam kepariwisataan sendiri berkembang konsep wisata kuliner dengan salah satu tawarannya adalah makanan tradisional (khas daerah).

Makanan-minuman yang sehat, sesuai selera, tampilan dan kemasan menarik/unik, bisa menjadi suvenir alternatif bagi turis. Misalnya gudeg kendil, kopi dalam kotak batik atau berukir motif lokal, manisan atau dodol dalam anyaman pandan.

Masalahnya, penyediaan makanan khas daerah melibatkan produsen lokal tingkat industri rumah tangga yang belum semuanya mempunyai standar produksi.

Sebuah survei yang dilakukan tahun 2009 terhadap 1.504 industri rumah tangga pangan (IRTP) di 18 provinsi menunjukkan bahwa hanya 24,14 persen IRTP yang mampu menerapkan cara produksi pangan dengan baik. Sementara itu, 51,06 persen masih memerlukan pendampingan.

Pada umumnya, kesan seseorang terhadap suatu hal berawal dari kontak mata, telinga, penciuman, indera perasa. Untuk makanan-minuman, perlu diperhatikan juga akibatnya terhadap tubuh. Kenangan buruk tentang suatu hal dapat membuat orang kapok, tidak ingin mengulang.

Sebagaimana terjadi pada sebuah restoran di Jepang pada Juni 2016. Keracunan dialami oleh 14 orang setelah menyantap masakan di restoran berbintang Michelin, Tokyo.

KOMPAS/SARIE FEBRIANE Bali Culinary Tour, 17 September 2016.
Padahal, restoran tersebut telah mengadopsi standar internasional untuk menjaga kualitas produknya. Restoran tersebut terpaksa ditutup beberapa hari setelah peristiwa keracunan itu.

Selain akomodasi, restoran dan sejenisnya merupakan sektor usaha yang berkaitan langsung dengan kepariwisataan. Pemenuhan kebutuhan konsumsi bagi para wisatawan, melibatkan banyak pihak dan pelaku usaha.

Mengingat pentingnya peran penyedia pangan dalam kepariwisataan dan sifat sensitif dari kepariwisataan terhadap isu negatif, maka pengawasan terhadap penyediaan atau produksi makanan-minuman perlu lebih intensif dilakukan. (LITBANG KOMPAS/F ISTIYATMININGSIH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com