Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menjual Awan di Lolai

Kompas.com - 16/01/2017, 11:08 WIB

HARI masih gelap saat Nona Kandola (30), Lisnadenani (23) dan Dhimas Rizky (37), meninggalkan hotel di kawasan Toraja Utara, 27 Desember lalu sekitar pukul 04.00 Wita. Wisatawan asal Jakarta dan Makassar itu bergegas menuju Lolai.

Lolai adalah dataran tinggi di To’tombi, Desa Mamullu, Kecamatan Kapala Pitu, sekitar 20 kilometer dari Rantepao, ibu kota Toraja Utara, Sulawesi Selatan.

Subuh itu kendaraan mereka serta kendaraan roda empat dan roda dua lain berjejal di jalan sempit dan berliku, memecah sunyi di dataran tinggi Lolai.

Sebagian berhenti di To’tombi, sebagian lainnya melanjutkan ke Lempe, masih di kawasan Lolai. Pengunjung itu datang untuk menyaksikan kabut tebal putih menggumpal serupa awan.

(BACA: Lolai, Magnet Baru Wisata Toraja)

Orang-orang yang bergerak dari Toraja Utara pagi itu, atau yang menginap di To’tombi ataupun Lempe, adalah pemburu awan.

Hampir setiap pukul 05.30-09.00 Wita, lembah di Lolai dipenuhi gumpalan kabut tebal sehingga seluruh permukaan lembah tertutup dan berwarna putih.

Pengunjung pun seolah berada di atas awan. Itulah mengapa Lolai terkenal dengan sebutan ”Negeri di Atas Awan”.

Toraja masih menjadi andalan pariwisata Sulsel. Sesuai data Dinas Pariwisata Sulsel 2016, kunjungan wisatawan mancanegara mencapai sekitar 250.000 orang dan wisatawan Nusantara sekitar 8 juta orang. Sebagian besar masih memilih Toraja.

(BACA: Di Tana Toraja, Batang Pohon Pisang Pun Jadi Menu Santapan Lezat)

Sejak tahun lalu, Lolai menjadi magnet baru wisata Toraja. Perkampungan yang dulu sunyi dan tak dilirik wisatawan kini adalah obyek wisata yang dikunjungi orang setiap hari.

Semula warga kaget dan gagap. Namun, perubahan ini perlahan dijadikan peluang. Beramai-ramai mereka membuka pintu, membuka tangan menyambut wisatawan yang kian tak terbendung.

Kawasan Tongkonan Lempe yang dulu sunyi kini dipenuhi jejeran kios makanan dan minuman. Beberapa bangunan tongkonan (rumah adat masyarakat Toraja) beralih fungsi jadi penginapan. Pelataran tongkonan pun dipenuhi tenda atau kemah yang juga disewakan.

Tabitha Sattu (30) adalah salah satu warga yang ikut menangkap peluang awan di Lolai. Dari semula mendirikan kios makan-minum sederhana berukuran 2 meter x 2 meter, dia membangun rumah panggung sederhana dengan beberapa kamar yang disewakan.

”Lumayan saya jadi punya penghasilan tambahan. Sebelumnya hanya suami yang mencari nafkah, itu pun hanya mengandalkan hasil kebun seadanya. Sekarang pisang di kebun yang biasanya membusuk bisa jadi pisang goreng yang laku dijual,” katanya.

Melibatkan warga

Pengelolaan kawasan Tongkonan Lempe, mulai dari kios, rumah sewa, hingga lahan parkir dan tiket masuk, melibatkan warga setempat yang difasilitasi pemerintah.

Selain untuk pendapatan warga, sebagian pendapatan untuk memperbaiki fasilitas desa, termasuk jalan.

Warga di kawasan lain turut menangkap peluang ini. Aviv Tallulembang (50), warga To’tombi yang sejak kuliah menetap di Makassar, misalnya, memilih pulang kampung memboyong istri dan anaknya. Dia terpanggil mendampingi warga agar sadar wisata.

”Banyak hal sederhana yang saya bagi, misalnya menjaga lingkungan dan kebersihan, ramah dan senyum, mengelola sumber daya yang ada agar lebih punya nilai tambah. Yang lebih penting berkesinambungan. Saya ingin ke depan, orang tak hanya datang melihat awan di sini, tetapi juga mau menunggu matahari tenggelam, dan menikmati perkampungan,” katanya.

KOMPAS/RENY SRI AYU Pengunjung memadati sebuah pelataran di To'tombi di dataran tinggi Lolai, Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Mereka berkumpul menyaksikan gumpalan kabut tebal serupa awan yang menutup lembah setiap pagi di kawasan itu. Lolai dengan pemandangan kabut kini menjadi magnet baru wisata Toraja dan dikenal dengan sebutan 'Negeri di Atas Awan'.
Aviv pun mengajak warga mengelola kawasan To’tombi. Warga diajak membangun gazebo dan kios makan minum di lahan seluas 2 hektar. Lahan ini milik orangtua Aviv yang dibuka untuk lokasi penerjunan paralayang.

Di lahan itu dibangun petak-petak gazebo beratap rumbia berukuran 2 meter x 3 meter yang disewakan Rp 300.000 per malam. Pemuda setempat ikut andil dengan membeli puluhan tenda yang disewakan Rp 100.000 per malam.

Warga lain diminta menjual hasil kebun, seperti pisang, ubi, beras, dan kopi, untuk keperluan kios makanan dan minuman.

Bersama tokoh masyarakat dan para tetua, Aviv memberikan pemahaman kepada warga agar lebih membuka daerah mereka menjadi tempat wisata.

”Saya meminta warga membenahi rumahnya, setidaknya menyisihkan satu kamar yang bisa disewakan jika pengunjung membeludak. Gazebo sulit ditambah karena lokasi terbatas dan kami tak ingin membuka hutan atau kebun menjadi penginapan,” katanya.

Aviv juga mengajak warga mengolah hasil kebun menjadi camilan yang bisa dijual dan menjadi oleh-oleh.

KOMPAS/RENY SRI AYU Pengunjung menikmati suasana gazebo di To'tombi, di dataran tinggi Lolai, Toraja Utara. Pengunjung menginap untuk menyaksikan gumpalan kabut tebal serupa awan yang menutupi lembah setiap pagi di kawasan itu. Lolai dengan pemandangan kabut kini jadi magnet baru wisata Toraja dan dikenal dengan sebutan 'Negeri di Atas Awan'.
Kini ia mengajari warga menanam tanaman organik yang diharapkan menjadi komoditas baru yang memberi nilai lebih dari kebun. Warga menyambutnya. Mereka kini kian membenahi kampung dan kebun.

Lurah Rantepao Marthen Panggalo mengatakan, imbas ekonomi dari Lolai tak hanya jadi milik warga Lolai.

”Rantepao kini padat. Angkot dan ojek dari Rantepao bolak-balik ke Lolai. Padahal, dahulu hanya sekali naik-turun mengantar anak sekolah dan orang ke pasar, itu semua karena awan. Bahkan, sekarang hotel di Rantepao jarang kosong sejak obyek wisata awan ini makin terkenal,” katanya.

Kabut yang dulu dianggap hal biasa kini justru menjadi jualan dan magnet Lolai. Pada awan, warga menyandarkan harapan untuk hidup yang lebih baik. (Reny Sri Ayu)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Januari 2017, di halaman 1 dengan judul "Menjual Awan di Lolai".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Travel Update
19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

Travel Update
Harga Tiket Camping di Silancur Highland, Alternatif Penginapan Murah

Harga Tiket Camping di Silancur Highland, Alternatif Penginapan Murah

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com