SIAK, KOMPAS.com - Alkisah pada zaman Sultan Syarif Kasim II memerintah Kesultanan Siak Sri Indrapura, ia mengundang masyarakat asal China untuk bermukim di Siak.
Sultan mengundang masyarakat China dengan tujuan mengajarkan masyarakat Siak cara berdagang. Sebagai apresiasinya, Sultan kemudian mengizinkan para pendatang China untuk mendirikan sebuah bangunan untuk beribadah sesuai kepercayaan mereka.
Itulah kisah yang diceritakan oleh Sukri, pemandu di Istana Siak Sri Indrapura di Siak, Riau. Sukri lantas mengatakan jika sampai saat ini bangunan beribadah masyarakat China tersebut masih berdiri di Siak. Bangunan tersebut adalah kelenteng Hock Siu Kong.
(BACA: Sosok Raja Siak yang Buat Ratu Wilhemina Jatuh Cinta)
Saat KompasTravel berkunjung ke kelenteng Hock Siu Kong, Kamis (19/1/2017) di sela acara familiarization trip Pesonna Hotel Pekanbaru, cerita Sukri mirip dengan cerita penjaga kelenteng.
"Ini kelenteng berdiri tahun 1898. Itu ada tulisan tahun di bawah patung singa," kata penjaga kelenteng.
Ia mengatakan yang mendesain kelenteng adalah orang yang sama mendesain Istana Siak Sri Inderapura.
Tahun selesai dibangun Istana Siak Sri Indrapura adalah tahun dimulai pembangunan kelenteng Hock Siu Kong.
Berusia 119 tahun, kelenteng Hock Siu Kong ini berada dalam kondisi sangat baik. "Ini semua bangunan asli, cuma ditambahkan sayap bagian kanan dan kirinya saja," kata penjaga kelenteng.
Dari meja altar, patung, sampai papan nama kelenteng memang tampak telah berumur. Namun, terawat dengan sangat baik. Ukiran pintu dan dinding yang terlihat rumit memperlihatkan jika kelenteng ini dibuat oleh orang yang memiliki keahlian tinggi.
Sebagaimana kelenteng lainnya, warna merah mendominasi dengan ukiran naga di atap, serta lukisan para dewa di dinding halaman kelenteng.
Sampai saat ini kelenteng Hock Siu Kong masih menjadi tempat ibadah masyarakat keturunan China di Siak.
Permukimannya merupakan ruko yang terbuat dari kayu dengan cat warna merah seragam. Dari penampakannya, bangunan ruko terlihat sama tua dengan kelenteng. Uniknya, semua papan nama ruko di permukiman ini menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Arab.
Ada lampion warna merah menggantung di sepanjang ruko yang terletak di Jalan Kedondong. Wangi kue yang sedang dipanggang menyeruak dari salah satu ruko.
Di ruko lain tampak ada tiga orang yang sedang memilin adonan kue nastar. Masyarakat keturunan China ini telah menyatu dengan Siak. Namun, masih ada tradisi yang dibawa dari negeri seberang, tradisi perayaan Tahun Baru Imlek.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.