Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengunjungi Lembah Raksasa Grand Canyon

Kompas.com - 08/03/2017, 20:15 WIB
Wisnubrata

Penulis

Beberapa saat kemudian, kami dikumpulkan untuk mendengarkan aturan-aturan sebelum naik helikopter. Seperti hendak melakukan penerbangan jarak jauh, semua penumpang harus menunjukkan paspornya, lalu diberi gelang.

Walau jantung berdebar, namun penjelasan yang diberikan membuat kami tertawa geli. Salah satu aturan misalnya melarang penumpang heli melompat-lompat di dekat heli saat baling-baling berputar. Ya iyalah, kita juga udah tahu...

Akhirnya giliran kami tiba untuk naik helikopter. Seorang wanita tua suku Hualapai memeriksa tiket kami, lalu kami berjalan menuju area pemberangkatan. Helikopter yang akan membawa kami berukuran kecil. Namun suara derunya terdengar walau jaraknya masih jauh.

Samar-samar saya mendengar dua petugas pemberangkatan berbincang-bincang. Uniknya mereka berbicara dalam bahasa Mandarin.

“Sungguh unik, kita berada di padang gurun di tanah Indian, di negara Amerika, namun orang-orang bicara bahasa Mandarin,” ujar Son, wartawan dari Vietnam.

Keduanya memeriksa gelang tangan kami, meminta kami menurunkan tas ransel dari punggung, lalu berjalan merunduk menuju helikopter.

Walaupun saya yakin bila berdiri tegak pun baling-balingnya tak akan mengenai kepala kami, namun anginnya yang mendesing-desing menbuat kami secara refleks menundukkan badan.

Di dalam heli, hanya ada lima tempat duduk penumpang. Dua di depan, dan tiga di belakang. Dinding heli dan sebagian dasarnya berupa kaca, sehingga kami bisa melihat pemandangan dengan leluasa, sekaligus menjadi ujian bagi mereka yang takut ketinggian.

Setelah petugas memastikan semua aman, pilot pun perlahan mengangkat heli dari landasan. Semakin tinggi kami mengudara, pemandangan Grand Canyon yang menakjubkan makin tampak jelas.

Lenovo/Erry Rahmantyo Sungai Colorado di lembag Grand Canyon
Dataran gurun itu dibelah oleh lembah raksasa dengan Sungai Colorado yang berwarna gelap di bawahnya.

Colorado sendiri artinya berwarna merah, karena sungai itu banyak mengangkut tanah lempung. Di wilayah Grand Canyon, sungai itu mengalir sepanjang 446 kilometer.

Dinding-dinding lembah menjulang berkelok-kelok mengikuti aliran sungai. Helikopter yang kami tumpangi pun terbang di antaranya, menciptakan bayangan di bebatuan.

Kami sibuk mengabadikan pemandangan dan berseru-seru kegirangan, seperti anak-anak yang baru pertama kali naik bom bom car.

“Luar biasa,” kata Son.

“Bagaimana alam membentuk tempat ini ya? Jangan-jangan ini karya aliens,” katanya.

Dia rupanya memiliki pertanyaan serupa dengan orang-orang Indian yang pertama kali mengunjungi Grand Canyon.

Kompas.com/Wisnubrata Pemandangan di Sungai Colorado dengan dinding Grand Canyon
Di dasar lembah yang lebarnya sekitar 400 meter, kami mendarat. Di situ ada gubug-gubug kayu dan jalan setapak yang membawa kami menuju dermaga kecil, tempat perahu-perahu ditambatkan.

Para petugas membantu kami menaiki perahu itu dan memasang jaket pelampung. Meski alirannya terlihat tenang, namun kedalaman Sungai Colorado ini mencapai 2 hingga 9 meter, bahkan 30 meter di beberapa titik.

Maka selain karena airnya dingin, kedalamannya juga membuat kami tidak berniat menceburkan diri ke sana.

Dengan perahu kami menyusuri aliran sungai. Hawa dingin menyergap. Namun foto-foto dengan latar belakang dinding lembah jalan terus...

Lenovo/Erry Rahmantyo Sungai Colorado di lembah Grand Canyon
Menurut pengemudi perahu, bila beruntung kita bisa melihat kambing gunung jenis big horn yang habitatnya berada di lembah canyon.

Kambing jenis ini bisa mendaki tebing-tebing cadas dengan cekatan. Namun sayang, hari itu tak satupun dari mereka menampakkan diri.

Usai menyusuri sungai, kami kembali ke dermaga tempat helikopter menunggu. Rupanya kami menumpang heli yang lain dengan pilot berbeda. Berbeda dengan pilot pertama, ia lebih suka menerbangkan heli dengan gaya aerobatik.

Kadang-kadang ia membelokkan heli dengan memiringkannya sehingga kami bisa lebih jelas melihat ke bawah, dan di saat lain ia mendekatkan heli dengan dinding canyon agar bebatuannya tampak detail.

Setelah penerbangan yang mendebarkan itu, kami sampai lagi ke reservasi. Dari sana, pengelola menyediakan bus yang rutenya mengelilingi Grand Canyon bagian barat.

Menu Koboi yang Dimasak Indian

Menggunakan bus, kami menuju ke lokasi makan siang yang ternyata adalah sebuah ranch atau peternakan yang digunakan sebagai tempat wisata.

Lenovo/Erry Rahmantyo Hualapai ranch di Grand Canyon
Ranch itu dibatasi pagar-pagar kayu, dengan bangunan di sekelilingnya, dan lapangan di tengahnya. Beberapa tiang totem Indian menghiasi pintu masuk.

Di dalamnya ada toko cindera mata yang menjual barang-barang kerajinan penduduk asli, seperti syal, selimut, dan baju motif Indian.

Selain itu ada juga hiasan seperti kalung jimat, manik-manik, patung-patung beruang, srigala, kuda, dan hewan lain berukuran kecil.

Saya sempat tertarik untuk membeli beberapa barang, namun kerajinan lokal dihargai cukup mahal. Misalnya selimut atau syal, harganya di atas 200 dollar AS, atau lebih dari Rp 2 juta.

Saya membayangkan, dengan uang yang sama, saya bisa mendapatkan kain tenun dengan kualitas bagus di tanah air.

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com