Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Pariwisata, Angsa Emas Sabah

Kompas.com - 20/03/2017, 15:06 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

Datuk Masidi Manjun, Menteri Pariwisata, Budaya dan Lingkungan Sabah, dengan percaya diri mengatakan, “Pada zaman dahulu tidak sulit memberitahu orang Sabah bahwa konservasi patut dilakukan. Mereka selalu mempunyai kedekatan khusus dengan hutan.”

“Pengelolaan industri pariwisata, budaya dan lingkungan di bawah Kementerian yang sama,” tutur dia, “sangat membantu sehingga kami bisa membuat dan mengoordinasikan berbagai kebijakan agar setiap orang termasuk pihak swasta berjalan di jalur yang sama.”

“Orang Sabah bangga dengan peninggalan budaya nenek moyang. Hal ini diajarkan di sekolah-sekolah. Kami adalah masyarakat yang memiliki budaya dan agama yang beragam. Pemerintah Daerah bekerja keras memastikan budaya lokal tetap berkembang.”

Jacqueline Jimin, pegawai pemasaran berusia 29 tahun dan beretnis Murut, sangat optimistis dengan Sabah. Setelah belajar dan bekerja selama bertahun-tahun di Kuala Lumpur, pada 2010 dia kembali ke Sabah dan mendapatkan pekerjaan dengan bayaran tinggi.

“Saya kembali untuk menjaga ibu saya yang sakit,” katanya. “Ekonomi lokal sangat beragam saat ini. Perkembangan industri pariwisata telah membuka banyak kesempatan. Banyak hal telah berkembang dan maju.”

Namun, beberapa orang tetap bersikap berhati-hati. Seperti Asgari Stephens, seorang investor private equity yang lahir di Sabah tetapi menetap di Kuala Lumpur. Dia menyinggung perlunya kebutuhan untuk meningkatan kemampuan pekerja lokal.

“Kami perlu menaikan standar, meningkatkan pelatihan dan bekerja lebih keras agar dapat bersaing dengan Bali dan Phuket. Banyaknya turis Tiongkok yang datang tidak bisa langsung diartikan sangat menguntungkan,” kata Jacqueline Jimin.

Datuk Masidi pun menekankan, “Anda tidak bisa hanya melihat sisi angka turis. Angka dapat menipu. Anda harus memastikan rakyat biasa juga menerima manfaat, dari bisnis restoran lokal, turis tinggal di rumah penduduk lokal, pembuat barang-barang kerajinan tangan dan bahkan masyarakat yang menjual es krim buatan rumahan.”

“Sangat penting kami mendorong masyarakat untuk mempertahankan dan menjaga keindahan alam di sekitar kami,” ujar Datuk Masidi lebih lanjut.

“Kami harus memastikan segala sesuatu tetap seperti awalnya sehingga kami bisa mendapat manfaat dari keindahan tersebut. Selain itu, aspek konservasi juga harus menjadi bagian penting dalam agenda pengembangan ekonomi pemerintah karena ekopariwisata sangat penting,” kata Datuk Masidi.

Masih kata Datuk Masidi, “Setiap tahun kami menambah cadangan hutan kami. Serikat Konservasi Alam Internasional mewajibkan 10 persen dari total lahan harus dijadikan sebagai hutan lindung. Hingga saat ini, Sabah memiliki 23 persen hutan lindung dengan target sebesar 30 persen pada 2025.”

Upaya ini tidaklah mudah. Kontroversi atas pembangunan Jembatan Sukau di Kinabatangan bernilai 223 juta ringgit (sekitar Rp 670 miliar) menggambarkan dilema antara pengembangan ekonomi dan konservasi yang masih berlangsung hingga saat ini. Para pengkritik mengklaim pembangunan jembatan itu dapat menghancurkan margasatwa di sana.

Masalah keamanan yang masih berlangsung di Sabah bagian timur juga mengurangi jumlah turis di Sandakan, sebuah pusat ekopariwisata.

Pengalaman Sabah menunjukan bahwa industri pariwisata bukanlah sesuatu yang dapat dikembangkan hanya melalui peraturan.

Sebaliknya, dia membutuhkan suatu proses yang panjang, termasuk membangun kepercayaan, melatih para penyedia jasa dan mempertahankan standar. Hal-hal ini membutuhkan kesabaran yang luar biasa agar seluruh pemangku kepentingan bisa sejalan.

Namun kabar baiknya adalah destinasi wisata yang belum diketahui banyak orang pun dapat menjadi terkenal. Coba perhatikan bagaimana Pulau Palawan di Filipina dengan lautnya yang sangat cantik telah menjadi sebuah sensasi di dunia maya.

Jadi jika para pemimpin lokal ingin mengembangkan portofolio pariwisata mereka maka akan bijaksana jika mereka melihat “Tanah di Bawah Angin” untuk tip bagaimana mengembangkan industri bernilai miliaran dolar. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com