KARENA daging ayam atau bebek sudah menjadi terlalu biasa, Warung Sangrai berani tampil beda dengan menyuguhkan menu utama burung puyuh.
Mengusung cita rasa lokal Indonesia, puyuh muda disajikan dengan beragam olahan yang dijamin bakal bikin ketagihan. Bahkan, sajian puyuh dari warung ini sudah menyebar ke-17 gerai di enam kota.
Bunyi gamelan khas Sunda seperti meruang ketika kaki melangkah masuk ke salah satu cabang Warung Sangrai di Jalan RE Martadinata, Bandung, Jawa Barat.
Memproklamasikan diri sebagai pelopor hidangan puyuh, mayoritas menu yang disuguhkan memang didominasi olahan puyuh.
Beragam menu tersebut pada dasarnya diolah dari dua jenis burung puyuh, yaitu puyuh lokal dan puyuh perancis.
Puyuh lokal dipasok dari unggas puyuh yang memang asli Indonesia, sedangkan puyuh perancis konon merupakan persilangan antara puyuh lokal dan puyuh asing.
Dari segi penampakan, puyuh perancis memiliki ukuran lebih besar dibandingkan puyuh lokal.
Soal rasa, puyuh lokal terasa lebih gurih bagi sebagian penggemar. Namun, penyuka puyuh lainnya ada pula yang lebih menggemari puyuh perancis dengan daging yang lebih renyah dan tebal.
Menu favorit di Warung Sangrai yang berdiri sejak tahun 2011 ini antara lain puyuh rawit, nasi tutug oncom puyuh, dan nasi timbel wangi puyuh.
Sesuai dengan namanya, puyuh rawit diolah dari daging puyuh goreng dengan topping sambal rawit tradisional.
Menu andalan lainnya adalah nasi tutug oncom puyuh, memadukan antara puyuh goreng dan nasi tutug oncom khas Sunda serta lauk tahu, tempe, ikan bilis, sayur asam, serta sambal.
Tak melulu hanya menyajikan olahan khas Sunda, ada pula menu Nusantara dari Bali, seperti nasi geprek sambal matah. Selain digoreng, puyuh juga dihidangkan dalam olahan puyuh bakar dan sup puyuh.
Dari segi rasa, olahan daging puyuh ini layak menjadi pilihan bagi konsumen yang bosan hanya dengan olahan daging ayam atau bebek.
Bersantap burung puyuh bagi sebagian orang juga menjadi pengalaman pertama karena daging puyuh di pasaran memang tergolong sulit didapat.
Bahkan, di pasar-pasar tradisional hingga supermarket pun cukup sulit untuk membeli bahan baku burung puyuh.
Dibandingkan dengan ayam atau bebek, daging puyuh memang cenderung lebih tipis. Namun, justru sensasi bersantap puyuh menjadi terasa mengasyikkan ketika gigitan daging bertemu dengan gurih tulang muda.
Hebatnya lagi, daging puyuh juga sudah terbukti lebih sehat karena rendah kolesterol.
Di setiap meja di Warung Sangrai, tak hanya tersedia menu aneka olahan puyuh, tetapi juga pamflet berisi informasi tentang kandungan gizi puyuh.
Data laporan hasil uji daging puyuh dari Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dipajang dengan label tulisan ”Terbukti Rendah Kolesterol”.
Dari hasil pengujian tertanggal Januari 2016 tersebut, tampak diagram yang membandingkan sampel ayam, bebek, dan puyuh.
Hasil analisis kandungan protein pada puyuh terbukti lebih tinggi dibandingkan ayam dan bebek dengan persentase kolesterol pada puyuh yang lebih rendah dibandingkan ayam ataupun bebek.
”Dengar puyuh, konsumen asumsinya masih telur puyuh, bukan daging. Kami sengaja tidak jual telur puyuh karena kolesterolnya tinggi. Lebih mengedepankan masakan daging dengan aneka kreasi tradisional. PR kita yang cukup berat adalah bagaimana mengedukasi masyarakat gemar makan puyuh. Kandungan gizinya bagus,” kata Asep Ishak Wiranta, General Manager Warung Sangrai.
Untuk menjaga kualitas puyuh, Warung Sangrai sudah memiliki pemasok puyuh tetap dari Jawa Tengah. Puyuh yang diolah hanyalah puyuh muda supaya dagingnya tak terlalu alot.
Dikirim dalam wujud daging beku yang sudah dibumbui, setiap cabang hanya tinggal menggoreng atau membakar daging puyuh sebelum kemudian disajikan.
Mereka meracik bumbu- bumbu tambahan dengan prosedur cara pengolahan yang sudah ditetapkan Warung Sangrai yang berkantor pusat di Bandung.
Mulai diterima
Meskipun sudah enam tahun berdiri, Warung Sangrai masih mengalami kendala dalam mengenalkan daging puyuh kepada khalayak yang lebih luas.
Masyarakat lebih cenderung tertarik mengonsumsi daging unggas yang lebih dulu populer, seperti ayam dan bebek.
Karena itu, Warung Sangrai pun tetap menghadirkan alternatif menu yang sudah biasa dikenal oleh masyarakat dari olahan ayam pejantan.
”Mulai bisa diterima. Di banyak tempat, banyak yang ingin bermitra dengan kita. Dianggap bisnis yang unik, anti-mainstream. Enggak umum. Orang yang belum pernah makan, awalnya mungkin memang merasa aneh karena karakter dagingnya beda,” ujar Ishak.
Menyasar konsumen menengah ke atas, harga per porsi daging puyuh di Warung Sangrai dimulai dari yang paling murah Rp 25.000 per porsi puyuh lokal.
Mempekerjakan total lebih dari 100 karyawan, pendiri Warung Sangrai Johann Kevin Tirtha awalnya tertarik menggarap hidangan berbahan baku puyuh karena melihat peluang bisnis yang masih terbuka lebar.
Kala itu, Johann sekolah di Australia dan melihat konsumsi puyuh yang cukup bagus di ”Negeri Kanguru”.
Di beberapa negara lain, puyuh juga menjadi primadona karena kandungan nutrisinya yang bagus. Tak sekadar enak dan lezat, sehat ala puyuh pun perlu.... (MAWAR KUSUMA)
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 7 Mei 2017, di halaman 31 dengan judul "Puyuh Berani Tampil Beda".
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.