Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terbelalak dengan Pesona Gili Labak

Kompas.com - 20/05/2017, 21:14 WIB

SETELAH dua jam berlayar dari Pelabuhan Tanjung, Saronggi, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, kapal pun merapat ke bibir Pantai Gili Labak. Dari jauh tampak tulisan ”Gili Labak” warna warni berukuran besar.

Jelang bibir pantai, kapal yang kami tumpangi sempat sulit bergerak karena terbentur karang. Namun, akhirnya kapal bisa bersandar di pantai.

Pasir putih lembut menjemput kehadiran kami, pertengahan April lalu. Mata pun langsung terpesona oleh pemandangan Gili Labak. Air laut begitu bening sehingga dari kapal bisa menyaksikan gugusan terumbu karang dengan berbagai biota laut yang sangat indah.

”Lho, itu terumbu karang semua, ya. Tahu begitu bawa peralatan menyelam,” ujar Deedee Caniago, karyawan perusahan migas di Jakarta. Ini kunjungan perdananya ke Gili Labak.

Meski terik matahari terasa di ubun-ubun, lelah langsung sirna saat kaki menyentuh pasir pantai yang lembut. Rombongan berjumlah 30 orang dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi langsung mengikuti latihan di luar ruang.

(BACA: Liburan ke Sumenep? Coba Pilihan Aktivitas Ini...)

Sebelum tahun 2014, masyarakat Pulau Madura menyebut Gili Labak dengan luas wilayah 5 hektar ini sebagai Pulau Tikus.

Disebut Pulau Tikus konon karena pulau yang butuh waktu paling lama 45 menit untuk dikelilingi itu menjadi sarang tikus.

Kehadiran penghuni sebanyak 35 keluarga menyebabkan tikus berangsur-angsur meninggalkan pulau. Namun, hingga sekarang pulau itu belum memiliki sumber air bersih sehingga mengandalkan pasokan dari Sumenep dan pulau terdekat.

Minim fasilitas

Bukan hanya sulit air tawar, penerangan di pulau dengan taman laut yang indah ini juga masih mengandalkan genset yang hanya dinyalakan sore hari lalu padam pada pukul 06.00.

”Jangankan penginapan, apalagi warung makan, air tawar dan listrik saja masih terbatas. Kapal yang mampir di pulau ini pun tidak jelas waktunya,” kata Marini (43), warga Gili Labak, yang masuk wilayah Dusun Lembena, Desa Kombang, Kecamatan Talango, Sumenep.

Meski demikian, pesona pantai ditambah panorama bawah laut yang digandrungi para penggemar snorkeling (berenang di permukaan laut) dan diving (menyelam) mampu mengalahkan minimnya berbagai sarana di Gili Labak.

”Kalau rekreasi ke Gili Labak, sebaiknya ada agenda semisal kegiatan di luar ruang atau kegiatan snorkeling dan menyelam,” kata Nurdin Razak, pemerhati pariwisata Jawa Timur.

Menurut Nurdin, untuk menjual keelokan Gili Labak, Gili Iyang, dan Gili Genting kepada turis asing yang masuk lewat Bali, sebaiknya paket dimulai dari Situbondo.

Meski lama berlayar ke Gili Labak empat jam, turis asing tetap menikmati perjalanan dibandingkan menggunakan bus lalu naik kapal secara estafet.

Biaya perjalanan sekitar Rp 100.000 masih lebih murah daripada estafet yang sekitar Rp 200.000. Jarak tempuh pun lebih lama, enam jam. Dari Surabaya ke Sumenep saja menyita waktu 3,5 jam.

Setelah dari Gili Labak, yang mulai dikembangkan tahun 2012 oleh Pemkab Sumenep dan PT Santos Madura Offshore itu, perjalanan bisa dilanjutkan ke Gili Iyang, pulau yang terkenal dengan kadar oksigen tertinggi di dunia, yakni 21,5 persen.

Berdasarkan penelitian Balai Besar Teknis Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit Jawa Timur, kadar oksigen Gili Iyang lebih tinggi dari kadar oksigen rata-rata yang sebesar 20 persen.

Perjalanan dengan kapal dari Gili Labak ke Gili Iyang ditempuh selama 45 menit. Ongkos kapal dari Gili Genting ke pelabuhan terdekat Rp 10.000 setiap orang sekali jalan.

Sebelum kembali ke Sumenep, pelancong bisa mampir di Gili Genting, 30 menit dari Pelabuhan Tanjung, Sumenep. Di pulau itu, wisatawan bisa menikmati pantai serupa pulau-pulau lain di wilayah itu.

Target

Meningkatnya angka kunjungan turis ke pulau-pulau, kata Wakil Bupati Sumenep Achmad Fauzi, memacu pemkab untuk terus melengkapi fasilitas, terutama ketersediaan air tawar dan listrik.

Apalagi, pada 2017 ditargetkan 20 kapal asing dari Inggris, Belanda, dan Perancis mengunjungi pulau-pulau yang indah dengan kekhasan masing-masing itu.

Bahkan, untuk menambah tempat wisata, dua tahun belakangan Gili Genting atau Pulau Sembilan di Desa Bringsang, Kecamatan Gili Genting, terus dibenahi.

Kepala Desa Bringsang Sutlan terus berupaya membangun fasilitas wisata di pulau seluas 30,3 kilometer persegi ini, terutama penginapan, tempat berfoto, dan dermaga.

”Keunggulan Gili Genting adalah pasir putih, deburan ombaknya tak menakutkan, dan masih banyak pohon kelapa. Disebut Pantai Sembilan karena terdapat gundukan pasir putih yang terbentuk secara alami menyerupai angka sembilan,” kata Sutlan yang sepanjang hari menenteng kamera DSLR untuk memfoto setiap pengunjung.

Hasil jepretan Sutlan langsung diunggah ke media sosial Instagram dan Facebook. Agar Pulau Sembilan kian tersohor, properti berfoto di pulau itu selalu diganti sehingga pengunjung terus ingin kembali. Dengan demikian, target kunjungan wisatawan dapat tercapai. (AGNES SWETTA PANDIA)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 19 Mei 2017, di halaman 28 dengan judul "Terbelalak dengan Pesona Gili Labak".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com