LUMAJANG, KOMPAS.com - Menjelang tengah hari di Perkebunan Teh Kertowono, Kecamatan Gucialit, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, saya diberikan kesempatan untuk masuk ke dalam pabrik. Suatu kesempatan yang tentu tak saya sia-siakan. Saya bersama Erwin dan Dodi, jurnalis dari Jakarta menjelajahi pabrik teh yang sudah berdiri sejak tahun 1910 itu.
Kami ditemani oleh Karyawan Pelaksana Tata Usaha Bagian Anggaran dan Tanaman PTPN XII, Rudi Eko Purwanto selaku perwakilan dari manajemen Perkebunan Teh Kertowono. Ia dengan antusias menjelaskan sejarah Perkebunan Teh Kertowono beserta pabrik teh yang masih kokoh berdiri hingga saat ini.
"Perkebunan Teh Kertowono berdiri sejak 1910. Komoditas awal perkebunan kopi dan kina. Kemudian era pemerintahan silih berganti kemudian tahun 1910 itu ditetapkan jadi kebun teh. Itu melalui beberapa tahapan," kata Rudi sebelum memulai perjalanan.
"Yang direnovasi hanya bajunya. Di bagian depan pabrik ada perombakan sedikit. Di bagian dalam itu masih asli. Kalau lantai kita masih oke juga," ujar Rudi.
Kami tak berlama-lama di luar pabrik. Rudi langsung mengajak kami masuk agar bisa melihat peralatan-peralatan pengolahan teh. Rudi tak henti-hentinya menuturkan cerita-cerita di balik alat-alat yang ada.
"Awalnya kita mengelola teh ortodoks. Itu semacam teh hijau. Karena permintaan kurang, kita bikin teh CTC yang bentuknya butiran. Mesinnya kita datangkan dari India. Kalau mesin ortodoks itu murni dari Belanda," ungkap Rudi.
Di bagian badan alatnya tertulis "Tidak Dipakai". Menurutnya, pihak PTPN XII berencana untuk memuseumkan alat-alat pengolahan teh tersebut dan menjadikannya sebagai destinasi wisata. Namun, biaya menjadi masalah.
Peralatan-peralatan di Pabrik Teh Kertowono sendiri didominasi warna hijau. Kondisinya berdebu. Ukurannya tak main-main. Setiap alat pengolahan teh bisa menyentuh plafon bangunan.
Perjalanan kami berlanjut ke bagian belakang pabrik. Di sebuah ruang dengan lantai tanah ada mesin-mesin tempat pembakaran kayu. Panas yang dihasilkan digunakan untuk mengeringkan daun-daun teh.
Ruangan tersebut juga disesaki oleh mesin-mesin penghasil panas. Lapisan semen dinding ruangan tampak telah mengelupas lantaran termakan usia. Bata-bata merah mulai terlihat di balik lapisan tersebut.
Rudi kemudian mengajak ke ruangan tempat penyimpanan teh sebelum dikirim ke daerah-daerah lain. Ada sebuah kotak penyimpanan berbahan dasar kayu. Rudi mengatakan media kayu adalah salah satu tempat terbaik untuk menyimpan teh.
"Tempat penyimpanan kayu ini sudah lama dipakai," tambahnya.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.