Memasuki gerbang Cindelaras, rasa sejuk mulai terasa hingga merasuk tulang. Di obyek wisata Cindelaras, pohon-pohon tinggi besar berjenis mahoni, johar, akasia dan kayu putih meredam panasnya sinar matahari menyengat tubuh.
Melangkah sekitar 20 meter menuju jalan yang menurun, mata kita dimanjakan oleh waduk tadah hujan dengan airnya yang mengalir menuju ke lahan pertanian warga sekitar.
Di sini para pengunjung bisa melepas penat dengan duduk di gazebo yang tersedia. Sayangnya, gazebo itu telah usang dan nampak kotor.
Dari spot ini kita kemudian diarahkan berjalan melewati jembatan kecil yang di bawahnya ada derasnya arus air nan jernih yang merupakan aliran air dari waduk.
Pengunjung akan menyaksikan sebuah sendang kecil peninggalan Galuh Candrakirana dan Cindelaras. Air di sendang itu diyakini bertuah, bisa menyembuhkan segala macam penyakit. Banyak warga dari berbagai daerah sering berkunjung ke sendang ini untuk sekadar membasuh muka, minum maupun mandi air sendang.
Turun dari lokasi sendang, pengunjung diarahkan berjalan melewati bukit kembali dengan jalur lain.
Di sinilah lokasi puncak bukit di mana terdapat sebuah bangunan seperti gubuk kecil. Di dalam gubuk itu dipercaya sebagai tempat Cindelaras bertapa atau istilahnya petilasan Cindelaras.
"Lokasi ini paling saya suka. Karena bisa melihat pemandangan alam dari atas. Kebetulan saya juga pertama kali ke sini. Benar, ini adalah surga di tengah hutan. Harusnya bisa jadi ikon Grobogan. Sayangnya tidak ada perawatan, jadinya mangkrak. Dari Purwodadi saja, saya tanya kesana kemari tak ada yang tahu wisata Cindelaras. Seandainya saja bisa dikelola dengan baik, pasti banyak pengunjung, karena ada cerita rakyatnya juga," kata Agus Setiawan Wibisono (38), warga Purwodadi.
Butuh Sentuhan Investor
Wakil Kepala Administratur KPH Gundih, Kuspriyadi, menyampaikan, pihaknya berharap ada sentuhan dari investor yang berkenan mengembangkan obyek wisata Cindelaras. Karena sejauh ini pihaknya mengaku kesulitan anggaran untuk mempercantik obyek wisata Cindelaras.
"Dulu banyak pengunjung dan ada tarif tiket masuk. Per hari bisa ratusan orang. Bahkan sering dipakai untuk kegiatan perkemahan Pramuka. Tapi perlahan pengunjung mulai hilang, karena minim dana untuk perawatan. Sosialisasi juga tak ada. Kami berharap ada investor yang mau mengembangkan obyek wisata di atas lahan perhutani ini," kata Kuspriyadi.